logo
Riza Chalid.
Nasional

Licin Bak Belut, Akankah Riza Chalid Lolos di Kasus Besar Ketiganya?

  • Riza Chalid, The Gasoline Godfather, adalah seorang saudagar minyak yang tenar sejak zaman Orde Baru. Riza pernah dipercaya mewakili PT Dwipangga Sakti Prima, perusahaan milik keluarga Cendana, yakni Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek Soeharto) dan Bambang Trihatmodjo.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kediaman Riza Chalid dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan keterkaitan Riza Chalid dalam kasus ini berhubungan dengan putranya, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang berperan sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka.

Mengenai peran Riza dalam perkara ini, Dirdik Qohar meminta untuk menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut.

Mohammad Riza Chalid lahir pada tahun 1960, adalah putra dari Chalid bin Abdat dan Siti Hindun binti Ali Alkatiri. Pada tahun 1985, ia menikah dengan Roestriana Adrianti, yang akrab disapa Uchu. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak, yaitu Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina.

Riza Chalid dikenal sebagai pengusaha sukses. Ia mendapat julukan “The Gasoline Godfather” karena dianggap memiliki pengaruh besar dalam industri minyak di Indonesia, termasuk dalam bisnis impor minyak.

Dilansir dari The Malaysian Reserve, perusahaannya, Global Energy Resources, pernah menjadi pemasok minyak terbesar bagi Petral, anak perusahaan PT Pertamina yang merupakan perusahaan minyak dan gas milik negara.

Ia juga mengendalikan Gold Manor, perusahaan yang sempat disebut dalam dugaan kasus korupsi terkait tender impor minyak Zatapi pada tahun 2008. Globe Asia memasukkan Riza Chalid ke dalam daftar orang terkaya di Indonesia, dengan kekayaan yang diperkirakan mencapai US$415 juta melalui Global Energy Resources.

Selain itu, Riza juga pernah dipercaya mewakili PT Dwipangga Sakti Prima, perusahaan milik keluarga Cendana, yakni Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek Soeharto) dan Bambang Trihatmodjo. Pada tahun 1997, ia ditugaskan untuk membeli pesawat Sukhoi di Moskow, Rusia.

Pesawat Hercules yang dibeli PT Dwipangga Sakti Prima pada tahun 1996 juga terlibat dalam kasus mark up. Pesawat tersebut awalnya dibeli seharga 25 juta dolar AS, tetapi harganya kemudian dinaikkan menjadi 30 juta dolar AS.

Riza Chalid pernah terseret dalam kasus “Papa Minta Saham,” yang melibatkan Ketua DPR saat itu, Setya Novanto. Kasus ini berkaitan dengan polemik perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang emas di Papua.

Di ranah politik, Riza Chalid pernah memberikan dukungan penuh kepada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam Pemilu 2014. Ia mengaku telah membeli sebuah rumah di Polonia yang dijadikan markas kemenangan bagi pasangan tersebut.

Dalam rekaman kasus “Papa Minta Saham,” Riza bahkan menyebut telah mengeluarkan dana hingga Rp500 miliar untuk mendukung Hatta Rajasa dalam Pemilu, yang ia lakukan atas dasar persahabatan.

Kasus Papa Minta Saham

Kasus “Papa Minta Saham” menjadi sorotan karena mengungkap dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama yang melibatkan perusahaan multinasional seperti Freeport.

Skandal ini terungkap setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said, melaporkan Setya Novanto (Setnov) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Setnov diduga meminta jatah 11% saham Freeport dengan mencatut nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Sudirman Said melaporkan Setya Novanto karena mencatut nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam upaya melobi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Lobi tersebut merujuk pada pertemuan antara Setnov, Maroef Sjamsoedin, dan Riza Chalid di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 Juni 2015.

Dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan antara Setnov dan Riza, yang pada intinya membahas bantuan untuk perpanjangan kontrak Freeport. Selain itu, terdapat permintaan saham dari Freeport untuk proyek pembangkit listrik di Papua.

Mereka juga sempat membahas kemungkinan memperoleh saham dari PT Freeport sebagai bagian dari negosiasi terkait perpanjangan kontrak. Rekaman percakapan itu mengungkap upaya mereka memanfaatkan pengaruh yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan pribadi dalam perundingan tersebut.

Setnov diketahui terperosok ke penjara dalam kasus ini, sementara Riza Chalid melenggang.

Kasus Petral

Dilansir dari faisalbasri.com, peran Riza Chalid dan kelompok usahanya dalam perdagangan minyak dan BBM dengan omzet mencapai puluhan miliar dolar AS sudah jelas. Selain itu, telah terungkap pula nama-nama pihak yang terlibat secara aktif serta fasilitator dari dalam PES/Petral.

“Publik tentu memahami bahwa banyak pejabat negara dan mantan pejabat Pertamina yang terlibat dalam kasus ini. Tidak mungkin Riza Chalid dapat menjalankan praktik pemburuan rente senilai puluhan miliar dolar AS selama bertahun-tahun tanpa dukungan dari para pejabat,” ujar ekonom Faisal Basri saat itu.  

Riza Chalid dan para kompradornya disebut tidak akan menyerah. “Mereka menyusun strategi untuk bangkit, atau setidaknya menghindari jeratan hukum. Sementara, orang-orang terdekatnya memilih bungkam mengenai keberadaannya,” imbuh Faisal. 

Aparat penegak hukum tampak tidak aktif dalam upaya pencariannya. DPR pun tidak menunjukkan tanda-tanda akan membentuk panitia khusus (pansus) terkait kasus ini. Diketahui, Riza Chalid pernah mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak perusahaan PT Pertamina (Persero), selama bertahun-tahun.

Selain itu, ia juga mengendalikan Global Energy Resources, perusahaan yang berhasil memenangkan berbagai tender bisnis minyak. Global Energy Resources sendiri menjadi pemasok utama minyak mentah untuk Petral.

Setelahnya, Riza Chalid mengambil alih kendali atas Gold Manor, sebuah perusahaan yang sempat disebut dalam kasus dugaan korupsi terkait tender impor minyak Zatapi pada tahun 2008. Namun, Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan kasus tersebut, sehingga Riza tetap tidak tersentuh oleh hukum.