Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia Meningkat, Tapi Tetap Masih Rendah
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan hasil survei tiga tahunan (2016-2019) terkait literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Dari sisi literasi, perkembangan yang terjadi relatif meningkat. Menurut sektor jasa keuangan, perbankan menempati urutan paling tinggi, yakni tumbuh menjadi 36,12% dibandingkan 28,9% pada 2016. Kemudian, diikuti oleh sektor asuransi dari 15,8% menjadi 19,4%, dan sektor […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan hasil survei tiga tahunan (2016-2019) terkait literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Dari sisi literasi, perkembangan yang terjadi relatif meningkat. Menurut sektor jasa keuangan, perbankan menempati urutan paling tinggi, yakni tumbuh menjadi 36,12% dibandingkan 28,9% pada 2016.
Kemudian, diikuti oleh sektor asuransi dari 15,8% menjadi 19,4%, dan sektor pegadaian sebesar 17,81% atau naik tipis dari 17,8%. Selanjutnya, urutan keempat ada sektor dana pensiun yang tumbuh menjadi 14,13% dari 10,9%.
Diikuti oleh sektor pasar modal sebesar 4,92% dari 4,4%. Terakhir, lembaga keuangan mikro masih tumbuh rendah, yakni 0,85%.
Meskipun hasil survei menunjukkan tren kenaikan, Wakil Direktur Instutute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, literasi keuangan di Indonesia perlu ditingkatkan.
“Secara garis besar angkanya naik, tetapi hasil ini juga menggambarkan bahwa lebih dari separuh masyarakat belum memiliki literasi keuangan yang baik,” kata Eko dalam diskusi virtual “9 Tahun Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Inklusi Jasa Keuangan Indonesia”, Kamis, 3 Desember 2020.
Menurutnya, hal ini penting karena berkaitan dengan ketersediaan akses lembaga kesejahteraan masyarakat. Selain itu, indikator ini juga berguna untuk pembangunan sektoral ke depan. Selama ini, kata Eko, banyak literatur yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sektor keuangan dengan literasi masyarakat.
“Semakin terhubung dengan sektor keuangan, maka pembangunan ekonomi bisa semakin dipercepat,” jelasnya.
Perbankan Masih Paling Tinggi
Di samping literasi keuangan, indeks inklusi keuangan juga menunjukkan perbaikan. Dalam hal ini, perbankan masih tumbuh paling tinggi mencapai 73,88%. Kenaikan ini lebih baik dibandingkan 2016 sebesar 63,6%. Sementara itu, inklusi keuangan di lembaga pembiayaan mengungguli sektor asuransi, yakni 14,56% atau naik dari 11,8%.
Inklusi keuangan asuransi sendiri mengalami pertumbuhan meski tipis, dari 12,1% menjadi 13,15% pada tahun ini. Selanjutnya, ada pegadaian sebesar 12,38% atau naik dari 10,5%, dan dana pensiun yang naik dari 4,7% menjadi 6,18%.
Pasar modal dan lembaga keuangan mikro masih menjadi yang terendah untuk indeks inklusi keuangan, yakni masing-masing 1,55% dan 0,72%.
Eko mengungkapkan, hasil ini menunjukkan adanya ketimpangan literasi di sektor keuangan. “Survei menunjukkan bahwa masyarakat lebih akrab dengan perbankan dibandingkan dengan pasar modal,”
Menurut dia, OJK perlu mengupayakan kedua indeks tersebut tumbuh merata di semua sektor. Sebab, indeks literasi keuangan ini umum dijadikan oleh banyak negara sebagai penentu kebijakan strategis.
Pertumbuhan Belum Merata
Di sisi lain, Eko menambahkan, peran OJK selama sembilan tahun terakhir cukup memperlihatkan capaian yang bagus. Namun, lembaga pengawas ini masih memiliki beberapa tantangan.
Ia menyebut, OJK mesti berfokus pada pemerataan akses pembangunan, baik sektor infrastruktur maupun digital. Pasalnya, apabila dilihat berdasarkan wilayah, indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia belum merata.
Berdasarkan provinsi, literasi dan inklusi keuangan di Indonesia paling tinggi ada di DKI Jakarta, masing-masing sebesar 59,16% dan 94,76%. Adapun paling rendah terdapat di NTT masing-masing sebesar 27,82% dan 60,63%.
“Seperti halnya gambaran sektoral, inklusi dan literasi keuangan berdasarkan wilayah juga masih timpang,” tuturnya.