Ilustrasi perdagangan aset kripto
Fintech

Literasi Kripto di Indonesia Masih Rendah, Jauh Tertinggal dari Nigeria

  • Survei tersebut mencoba menguak tingkat pemahaman secara global mengenai industri Web3 dan kripto, yang mana ada 15 negara yang menjadi sasaran dari survei.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Menurut survei Consensys dan YouGov, literasi aset kripto di Indonesia masih sangat rendah, bahkan jauh tertinggal dari Nigeria.

Survei tersebut mencoba menguak tingkat pemahaman secara global mengenai industri Web3 dan kripto, yang mana ada 15 negara yang menjadi sasaran dari survei.

Negara-negara tersebut di antara lain Argentina, Brasil, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Jepang, Meksiko, Nigeria, Afrika Selatan, Korea Selatan, Filipina, Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Vietnam.

Survei ini ditujukan kepada sekitar 15.000 responden di kisaran usia 18-65 tahun, yang mana 1.015 di antara para responden berasal dari Indonesia.

Survei tersebut pun mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi kripto yang terbilang rendah, yakni hanya 33%.

Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Nigeria yang tingkat pemahaman akan aset kriptonya mencapai 78%, Korea Selatan 63%, Afrika Selatan 61%, Brasil 59%, dan India 56%.

Beberapa alasan yang melatarbelakangi rendahnya literasi kripto di Indonesia di antaranya tidak paham harus memulai dari mana (52%), tidak memahami fungsinya (44%), teknologi yang sulit dipahami (43%), terlalu berisiko (42%), dan terlalu banyak penipuan (34%).

Chief Executive Officer (CEO) PT Crypto Indonesia Berkat (Tokocrypto) Yudhono Rawis memberikan tanggapan atas rendahnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap investasi kripto.

Menurut Yudho, hasil survei ini memberikan gambaran yang menarik mengenai tingkat pemahaman masyarakat Indonesia terhadap industri kripto.

Tingkat pemahaman yang masih rendah ini menjadi petanda bahwa terdapat tantangan yang perlu diatasi dalam upaya memperluas adopsi serta pemahaman masyarakat akan teknologi kripto dan blockchain di Indonesia.

Faktor yang mempengaruhi rendahnya pemahaman ini menurut Yudho adalah kurangnya edukasi yang mumpuni tentang kripto dan blockchain.

"Banyak masyarakat yang belum familiar dengan konsep-konsep dasar seperti cara kerja blockchain, manfaat kripto, dan potensi aplikasinya di berbagai sektor. Inisiatif edukasi yang lebih luas dan terstruktur dapat membantu mengatasi hambatan ini," papar Yudho kepada TrenAsia, Jumat, 1 September 2023.

Yudho pun mengingatkan bahwa walau bagaimanapun juga, masyarakat Indonesia tetap memiliki persepsi yang cukup positif dan progresif terhadap kripto.

Pasalnya, dari hasil survei yang sama, 17% responden memandang bahwa aset kripto adalah mata uang di masa depan. Kemudian, 15% menjawab bahwa kripto memiliki potensi sebagai aset digital dan 9% memandang cryptocurrency sebagai alternatif bagi ekosistem keuangan tradisional.