Lolos dari Dua Krisis Besar, Inilah Kisah JCC Tiga Dekade Membangun Industri MICE
- Dengan investasi besar dan risiko yang belum terukur, JCC dibangun di tahun 1991 untuk mendukung pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-10 Gerakan Non-Blok pada September 1992
Hukum Bisnis
JAKARTA- PT Graha Sidang Pratama (GSP), Investor sekaligus Pengelola Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) menggugat Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Sengketa hukum ini terkait pengakhiran sepihak Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah (Build, Operate, Transfer/BOT) yang ditandatangani kedua pihak pada 22 Oktober 1991.
Banyak yang telah mendengar apa itu Jakarta Convention Center (JCC) Senayan Jakarta. Tetapi tidak semua tahu bahwa JCC memiliki sejarah panjang dan telah memberi kontribusi dalam membangun ekonomi Indonesia,
Berkembangnya indusri Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) di Tanah Air yang turut menopang pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari peran Jakarta Convention Center (JCC) Senayan Jakarta.
- Pembiayaan Kendaraan Listrik Adira Finance Meningkat 136 Persen di Tengah Lesunya Industri Otomotif
- Gandeng Commerce Finance, Kini BCA Digital Sediakan Paylater
- Laba Bersih Naik 7 Persen, WOM Finance Paparkan Target dan Strategi hingga Akhir 2024
Di balik kesuksesan JCC dalam mengembangkan industri MICE, ternyata pengelolanya harus berjibaku dengan beragam masalah. Termasuk melewati dua krisis besar, krisis moneter tahun 1998 dan pandemi Covid19 yang baru usai tahun 2022 silam.
Edwin Sulaeman, General Manager Jakarta Convention Center (JCC) mengungkapkan, memang perkembangan bisnis MICE tidak bisa dipisahkan dari perjalanan JCC yang berdiri sejak 33 tahun lalu. Sampai saat ini JCC telah berhasil mendorong tumbuhnya berbagai pelaku usaha di industri MICE. Termasuk ribuan pelaku bisnis pendukungnya di berbagai wilayah di Indonesia.
“JCC adalah salah satu pionir bisnis MICE di Indonesia. Ketika memulai bisnis ini sekitar tahun 1991, perusahaan event organizer (EO) baru ada 5. Setahun setelah JCC beroperasi dan mulai menjalankan usaha MICE, jumlah EO bertambah menjadi 21 perusahaan dan kini telah beranak pinak menjadi lebih dari 700 EO,” ungkap Edwin bercerita tentang perjalanan 33 tahun JCC di beberapa waktu lalu, seperti dikutip 1 November 2024.
Dengan investasi besar dan risiko yang belum terukur, JCC dibangun di tahun 1991 untuk mendukung pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-10 Gerakan Non-Blok pada September 1992. Meskipun digunakan untuk kepentingan pemerintah, pembangunan megaproyek ini sepenuhnya menggunakan dana swasta dengan skema Build Operate Transfer (BOT).
Setelah KTT Non Blok selesai, Edwin mengaku saat itu pihaknya sempat kebingungan untuk mengoptimalkan gedung sebesar JCC ini. Maklum belum banyak kegiatan pameran bisnis ataupun event pemerintahan yang digelar digedung sebesar JCC.
“Kami lakukan door to door kepada pelaku usaha untuk mengenalkan bisnis MICE dan mendorong munculnya EO sebagai instrumen penting pendukung bisnis ini. Kami bangun sistem, jaringan, dan juga banyak belajar dari penyelenggara event di luar negeri. Setelah lebih dari tiga dekade kami bangga JCC berhasil menjadi ikon MICE Indonesia dan melahirkan banyak pelaku MICE yang kini berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional,” ujarnya.
Edwin menuturkan, di antara kunci utama JCC dalam membangun MICE adalah memperkuat sistem dan memperluas jaringan bisnis. Selama lebih dari 30 tahun beroperasi, praktis banyak pelaku bisnis MICE baik di dalam maupun luar negeri yang menjadi partner setia JCC. Tak heran jika JCC kini menjelma sebagai salah satu penyelenggara MICE terbesar di Indonesia dan berkelas dunia.
“Tentunya sistem dan jaringan yang kami bangun ini tidak bisa dicontek, karena JCC memiliki ikatan emosional dengan partner-partnernya selama lebih dari 30 tahun. Jam terbang dan kompetensi di bidang ini adalah hal yang mutlak dibutuhkan,” tambah Edwin.
Melewati Dua Krisis
Edwin lalu menceritakan perjalanan JCC melewati dua krisis besar yaitu krisis moneter tahun 1998 dan pandemi COVID-19 pada tahun 2019 hingga awal 2022. Dampak dari kedua krisis itu tidak hanya memukul jasa MICE tetapi juga menghentikan sementara berbagai agenda bisnis yang sudah disusun beberapa tahun sebelumnya.
“Akibat dua krisis itu hampir 5 tahun kegiatan MICE di JCC tidak dapat berjalan secara optimal. Kami seperti membangun bisnis dari awal. Alhamdulillah, berkat jejaring bisnis dan kepercayaan dari para partner yang sudah lama bekerjasama, JCC dapat bangkit dan terus berkontribusi bagi perekonomian bangsa Indonesia,” tutur Edwin.
Sebagai bukti bahwa JCC adalah pionir bisnis MICE, banyak sumber daya manusia (SDM) JCC banyak digunakan untuk membantu menjalankan bisnis jasa konvensi di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan banyak juga SDM JCC yang membangun bisnis sendiri atau berkarir di perusahaan sejenis. Untuk mencetak SDM-SDM handal di Industri ini, bahkan JCC bekerja dengan sejumlah perguruan tinggi untuk memperkenalkan mata kuliah MICE.
- 9 Rekomendasi Drakor Tayang November 2024
- Nasib Sritex: Dulu Dibanggakan Jokowi, Ambruk juga di Era Jokowi
- Tanpa Libur Nasional Tapi Penuh Makna, Inilah Hari Besar November Nasional dan Internasional 2024
Sebagai pelopor, JCC terus berusaha memberikan wawasan dan meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan industri MICE secara luas, mulai dari model bisnis, pengelolaan kegiatan, manajemen SDM, dan akselerasi dalam pengembangan sektor-sektor penunjang yang mendukung program pemerintah.
Menurut Edwin saat ini industri MICE di Indonesia sudah menjadi bagian penting dari MICE dunia. Bahkan ada 10 perusahaan EO terbesar di dunia yang sudah membuka bisnisnya di Indonesia karena kepincut pasar MICE di Indonesia yang sangat besar.
Industri MICE ini unik dan spesial. Karena itu dukungan pemerintah dalam menciptakan iklim bisnis yang sehat dan kodusif sangat penting. “MICE adalah salah satu cara terbaik bagi pelaku usaha untuk memperluas pasar mereka dan juga mendapatkan partner bisnis yang baru. JCC akan selalu hadir dengan standar dan layanan yang profesional seperti yang terus dikembangkan selama lebih dari 3 dekade ini,” tutup Edwin