<p>Menko Marves bersama Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Plt. Gubernur Kepri saat membahas mengenai investasi dan industri di Batam, Kamis (2/7). / Dok Foto: Kemenko Marves</p>
Industri

Luhut Target Investasi Industri Alumina Capai Rp35 Triliun

  • JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan investasi di industri alumina mencapai US$2,5 miliar setara Rp35 triliun pada 2027. Saat ini, dengan luas kawasan sebesar 300 hektare, investasi tercatat menyentuh angka US$600 juta. Untuk mencapai target pada 2027 mendatang, Luhut juga berencana untuk memperluas wilayah kawasan hingga 500 […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan investasi di industri alumina mencapai US$2,5 miliar setara Rp35 triliun pada 2027.

Saat ini, dengan luas kawasan sebesar 300 hektare, investasi tercatat menyentuh angka US$600 juta. Untuk mencapai target pada 2027 mendatang, Luhut juga berencana untuk memperluas wilayah kawasan hingga 500 Ha.

“Industri pengolahan bauksit, alumina, dan turunannya akan menambah pasokan material untuk mobil listrik dan mengurangi impor bagi kebutuhan industri dalam negeri,” kata Luhut saat meninjau kawasan industri alumina di Kepulauan Riau dalam keterangan resmi, Kamis, 2 Juli 2020.

Industri alumina merupakan pengolah bauksit menjadi alumina. Produk turunannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan badan pesawat, kabel, tekstil, kawat tembaga, alat elektronik, dan sebagainya.

Contoh produk turunan bauksit yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan mobil listrik adalah copper dan nickel ore. “Smelter-nya di Weda Bay sehingga dekat dengan pabrik lithium baterai,” tambah dia.

Tekan Impor

Menurut Luhut, peningkatan volume produksi ini akan mengurangi impor guna pemenuhan industri Tanah Air. Selama ini, industri alumina mengimpor cobalt dari Republik Demokratik Kongo, Afrika Tengah.

“Inalum, contohnya, selama ini mereka impor dari Australia. Cost-nya akan jauh lebih murah dengan alumina kita. Jadi ini industri yang bisa melayani supply chain dalam negeri sampai global,” kata dia.

Tidak hanya sampai pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri, proyek strategis ini akan mampu menghasilkan produk turunan yang dapat diekspor ke Amerika Serikat, China, Jepang, dan negara lain.

Bintan Alumina Investasi Rp20 Triliun

Perusahaan penanaman modal asing PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) berinvestasi tahap awal senilai Rp20 triliun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Direktur Utama BAI Santoni mengatakan investasi tahap awal itu akan digunakan hingga akhir 2020. Nilai investasi bakal bertambah ketika sudah memasuki tahap operasi produksi bauksit yang dimurnikan di pabrik smelter.

BAI juga masih merampungkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di KEK tersebut. “Pembangunan jalan, infrastruktur, dan lainnya saat ini sudah menghabiskan dana sekitar Rp12 triliun,” kata dia.

Ditargetkan, pembangunan smelter dan PLTU bakal rampung akhir 2020. Kemudian tahun berikutnya, BAI akan memulai tahap operasi produksi.

Manajemen BAI membutuhkan tenaga ahli dalam proyek ini, terutama dari China. Sekitar 100 dari 500 orang tenaga kerja asing (TKA) asal China sudah dikirim untuk merampungkan pekerjaan di kawasan BAI.

TKA itu diklaim paling lama bekerja di BAI hingga empat bulan. “Setelah pekerjaan itu, mereka kembali ke China,” klaimnya.

Saat ini, PT Bintan Alumina Indonesia memperkerjakan sekitar 20.000 orang dengan persentase kurang dari 10% merupakan TKA. Meski demikian, Luhut memastikan kehadiran TKA bukan untuk menjajah, namun untuk transfer kemampuan.

“Mereka melakukan hal yang kita belum bisa lakukan. Seperti merakit mesin-mesin yang canggih, tetapi tenaga kerja lokal terus dilibatkan sehingga ada transfer pengetahuan. Ini menyiapkan Indonesia untuk melakukan leapfrog dalam industri ini,” imbuh Luhut. (SKO)