Machiavellianisme: Sisi Gelap Orang Kaya Raya
- jelas machiavellianisme terdengar begitu kejam dan tidak pernah ingin Anda lakukan sesukses apapun Anda.
Gaya Hidup
JAKARTA - Sering mendengar kasus eksploitasi pekerja? bagaimana tentang kisah eksekutif yang mengeksploitasi pekerjanya? membeli rumah termegah dan termahal sementara karyawannya harus buang air kecil di botol plastik karena tidak diizinkan menggunakan kamar mandi selama jam kerja?
Penelitian yang dilakukan oleh Paul Piff mendapatkan hasil bahwa mereka yang percaya bahwa dunia itu adil yaitu percaya bahwa Anda akan mendapatkan apa yang Anda usahakan lebih cenderung membenarkan ketidaksadaran dan menyalahkan korban.
Mereka yang kaya secara otomatis terlihat baik, diasumsikan bahwa orang miskin pasti telah melakukan sesuat yng membuat mereka mendapakan nasib buruk dan kemalangan.
- Kejar 1 Juta Barel, SKK Migas Targetkan Pengeboran 991 Sumur Pengembangan di 2023
- Sektor Perbankan Tetap Solid dengan Rating Overweight
- Bill Gates Soal AI: Penghentian Pengembangan Kecerdasan Buatan Tak Akan Menyelesaikan Tantangan
- Ekspektasi terhadap Keputusan Moneter The Fed Terbagi Dua, Kurs Rupiah Ditutup Melemah
Beragam penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan yang ekstrem antara si kaya dan si miskin dapat mendorong penyakit masyarakat. Mulai dari kesehatan fisik, kesehatan mental, prestasi pendidikan, mobilitas sosial, kepercayaan hingga kehidupan masyarakat.
Menurut laman website Psychology Today seperti dilansir pada 5 April 2023, ada tiga karakter jahat manusia yang disebut "Tiga Serangkai Kegelapan" yang terdiri dari machiavellianisme, psikopati, dan narsisme.
Artikel kali ini akan membahas lebih dalam mengenai machiavellianisme dan kaitan eratnya dengan kekayaan.
Machiavellianisme mengacu pada kesediaan seseorang untuk memanipulasi dan mengeksploitasi orang dan keadaan secara curang demi keuntungan pribadi. Kecenderungan ini lebih umum ditemukan di antara mereka yang memiliki kekayaan dan status lebih tinggi.
Machiavellianisme terinspirasi dari nama seorang diplomat Renaisans Italia dan filsuf politik yang terkenal karena karyanya The Prince, yaitu Niccolo Machiavelli.
The Prince sendiri adalah peta jalan politik untuk mencapai tujuan dengan segala cara yang diperlukan.
Menurut Chaye McIntosh, MS, LCADC , seorang konselor kecanduan dan direktur klinis layanan rawat jalan di ChoicePoint, Machiavellians "sangat berpusat pada kelicikan, perilaku egois, manipulatif, dan ketidakpedulian terhadap moralitas." Dia mengatakan bahwa dalam keadaan terburuk mereka, orang Machiavellian tetap tertarik pada kekuasaan, uang, dan kendali dan akan melakukan apa saja untuk mendapatkan ketiganya.
Akhirnya para peneliti pun merancang penelitian yang lebih lanjut untuk mengecek dugaan ini. Benar saja subjek penelitian yang mengendarai kendaraan yang lebih mahal lebih memiliki kecenderungan untuk memotong pejalan kaki dan mobil lain lebih sering di persimpangan yang ramai.
Penelitian lain juga menemukan bahwa peserta yang lebih tinggi di kelas sosial tetapi mereka lebih sering bebuat curang untuk menerima hadiah uang tunai yang tak seberapa.
Tak hanya sebatas penelitian sederhana, machiavellianisme banyak terjadi di perusahaan-perusahaan besar seperti perusahaan farmasi yang enggan mengatakan efek samping obatnya yang ternyata sangat adiktif meskipun obat tersebut telah berkontribusi terhadap puluhan ribu kematian akibat oversosis resep.
Dari pemaparan di atas, jelas machiavellianisme terdengar begitu kejam dan tidak pernah ingin Anda lakukan sesukses apapun Anda.