Mahasiswa Turun Aksi Tuntut Pengadilan Jokowi
- Aksi ini akan menjadi pemantik dari Jakarta, dan kami akan kirimkan pesan ini ke daerah-daerah untuk melakukan aksi massa secara besar-besaran
Nasional
JAKARTA — Menjelang berakhirnya masa jabatan Joko Widodo sebagai Presiden, sorotan negatif terus muncul.
Salah satu elemen mahasiswa yang turut menyoroti kinerja Presiden Jokowi adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan, yang menggelar aksi bertajuk ‘Menghitung Hari Menuju Pengadilan Jokowi’ pada 16 Oktober 2024.
Aksi ini diadakan sebagai bentuk kritik terhadap berbagai kebijakan yang telah dijalankan oleh Jokowi selama masa jabatannya. Massa yang tergabung dalam aksi tersebut mulai berkumpul pada pukul 13.00 WIB di depan TVRI, Jakarta. Dari titik itu, mereka melakukan long march menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan.
Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal, menyampaikan bahwa aksi ini tidak hanya bertujuan untuk menyuarakan kekecewaan mahasiswa, tetapi juga untuk mengungkapkan berbagai masalah yang, menurut mereka, telah diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan Jokowi selama sepuluh tahun memimpin.
"Pemerintahan Jokowi, yang dimulai pada 2014 dan berakhir pada 2024, telah meninggalkan banyak “kesengsaraan, tangisan, ketakutan, dan kepalsuan,” kata Satria.Pernyataan ini disampaikan melalui berbagai aksi simbolik yang mewarnai demonstrasi tersebut.
Menurut Satria, aksi yang diinisiasi oleh BEM SI Kerakyatan ini tidak hanya akan berlangsung di Jakarta, tetapi juga akan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
"Aksi ini akan menjadi pemantik dari Jakarta, dan kami akan kirimkan pesan ini ke daerah-daerah untuk melakukan aksi massa secara besar-besaran," tegasnya. Ia menekankan bahwa kritik mahasiswa terhadap Jokowi mencakup berbagai aspek, mulai dari kebijakan ekonomi, hukum, hingga lingkungan.
Salah satu isu yang menjadi sorotan utama dalam aksi tersebut adalah autokratik legalisme. Sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan pemerintahan Jokowi dalam menggunakan undang-undang untuk memperkuat kekuasaan eksekutif.
Selain itu, deforestasi yang terjadi secara masif selama era Jokowi juga menjadi sorotan. Mahasiswa menilai bahwa kebijakan lingkungan pemerintah selama dua periode Jokowi telah mengabaikan keberlanjutan dan kelestarian alam.
Isu lainnya yang diangkat dalam aksi tersebut adalah Omnibus Law, sebuah undang-undang yang telah menuai banyak kritik dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk buruh, aktivis lingkungan, hingga akademisi. Undang-undang ini dianggap memperlemah hak-hak pekerja dan merugikan kepentingan lingkungan. Tindakan represif aparat keamanan terhadap demonstran selama masa pemerintahan Jokowi juga menjadi salah satu fokus kritik BEM SI Kerakyatan.
Massa aksi yang berkumpul di depan Gedung DPR juga mengangkat berbagai poster dan spanduk yang berisi kritik terhadap Jokowi. Slogan-slogan seperti "Pengadilan Rakyat untuk Jokowi" dan "Selamatkan Demokrasi" menghiasi barisan demonstran. Selain berorasi, massa aksi juga melakukan teatrikal yang menggambarkan penderitaan rakyat selama sepuluh tahun pemerintahan Jokowi.
Untuk mengantisipasi potensi kerusuhan, pihak kepolisian telah menyiagakan ratusan personel. Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar (Kombes) Susatyo Purnomo Condro, menyatakan bahwa sebanyak 631 personel gabungan telah diterjunkan untuk mengamankan jalannya aksi pada 16 Oktober 2024. "Total ada 631 personel gabungan," ujar Kombes Susatyo.
Ia menambahkan bahwa personel tersebut disebar di beberapa titik strategis, seperti Patung Kuda, Bundaran Hotel Indonesia, dan Gedung DPR, yang menjadi lokasi berkumpulnya massa. Aksi yang berlangsung selama beberapa jam tersebut berjalan dengan tertib, meskipun sempat terjadi sedikit ketegangan antara demonstran dan aparat keamanan. Namun, ketegangan tersebut dapat segera diatasi, dan aksi berakhir dengan damai pada sore harinya.
Aksi "Menghitung Hari Menuju Pengadilan Jokowi" ini bukanlah aksi pertama yang dilakukan oleh BEM SI selama pemerintahan Jokowi. Sebelumnya, kelompok mahasiswa ini juga pernah menggelar berbagai aksi protes, terutama terkait kebijakan ekonomi dan hukum yang dinilai merugikan rakyat kecil. Namun, aksi pada 16 Oktober ini dianggap sebagai salah satu aksi terbesar yang digelar oleh BEM SI, mengingat momen politik yang sedang krusial, yaitu menjelang pergantian presiden.