<p>Warga melakukan pengisian bahan bakar kendaraan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin, 10 Agustus 2020. Dalam rangka menyambut HUT Ke-75 RI Pertamina memberikan program &#8220;promo merdeka&#8221; pengembalian dana atau cashback sebesar 30 persen dengan pengembalian maksimal Rp 15.000, untuk pembelian BBM jenis Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex kepada masyarakat yang melakukan pembelian melalui aplikasi MyPertamina. Cashback bisa didapatkan diseluruh SPBU Pertamina yang sudah tersedia pembayaran dengan aplikasi MyPertamina selama periode 1-31 Agustus 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Energi

Maju Mundur Wacana Pembatasan BBM Subsidi

  • Barangkali, Jokowi khawatir bahwa kebijakan pembatasan BBM Subsidi akan menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga bisa menurunkan legasi Jokowi sebelum lengser pada 20 Oktober 2024.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sudah berapa kali diwacanakan, tetapi hingga kini tidak pernah diterapkan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa pembatasan BBM Subsidi akan dimulai 17 Agustus 2024. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana membatasi BBM bersubsidi pada 17 Agustus 2024.

Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga ikut menyangkal pernyataan Luhut dengan mengatakan bahwa kebijakan pembatasan BBM Subsidi belum terpikirkan.

Tak berapa lama setelah diangkat sebagai Menteri Energi dan Sumber Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pembatasan pembelian BBM Subsidi akan dilakukan mulai 1 Okober 2024, yang akan didahului dengan sosialisasi.

Kali ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyangkal pernyataan Bahlil dengan mengatakan bahwa belum ada pembahasan soal kebijakan pembatasan BBM Subsidi. Lagi-lagi Jokowi ikut membantah dengan mengatakan bahwa belum ada rapat khusus untuk memutuskan pembatasan BBM Subsidi.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyebut, bantahan Presiden Jokowi yang kedua kalinya mengindikasikan bahwa Jokowi masih bimbang memutuskan kebijakan pembatasan BBM Subsidi.

"Barangkali, Jokowi khawatir bahwa kebijakan pembatasan BBM Subsidi akan menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga bisa menurunkan legasi Jokowi sebelum lengser pada 20 Oktober 2024," katanya kepada TrenAsia.com pada Jumat, 6 September 2024.

Fahmy menilai pembatasan BBM Subsidi memang akan menaikkan harga BBM bagi konsumen yang tidak berhak menerima subsidi harus migrasi dari BBM Subsidi ke BBM Non-Subsidi dengan harga lebih mahal. Namun, kenaikan harga tersebut dilokalisir sehingga tidak memicu inflasi secara signifikan dan tidak menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah ke atas.

Namun menurutnya tidak ada alasan bagi Jokowi untuk bimbang dalam memutuskan kebijakan pembatasan BBM Subsidi. Pasalnya, jumlah beban subsidi BBM yang salah sasaran sudah sangat besar, sekitar Rp90 triliun per tahun, yang memberatkan beban APBN.

"Kalau sampai dengan lengser, Jokowi tidak juga memutuskan kebijakan pembatasan BBM Subsidi, beban APBN tersebut akan diwariskan kepada Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subiyanto," tandasnya.

Defisit Membengkak

Sebelumnya, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2024 membengkak akibat belanja negara ikut melonjak. Pemicunya ialah pelemahan nilai tukar rupiah yang terus terjadi beberapa waktu terakhir, hingga di atas Rp16.000 per dolar AS

Defisit APBN yang membengkak dari yang semula dirancang dalam APBN 2024 senilai Rp522,8 triliun atau hanya sebesar 2,29% dari PDB, menjadi menjadi sebesar Rp609,7 triliun, atau 2,7% dari PDB.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, APBN semakin tekor akibat pelemahan kurs rupiah itu dikombinasikan dengan harga minyak mentah Indonesia atau ICP yang juga terus terkerek harganya hingga semester I-2024. Saat itu, ICP sebesar US$81,3 per barel dari posisi 2023 sebesar US$78,4 per barel. Sementara itu pada Semester II-2024 diperkirakan di rentang US$79-US$ 85 per barel.

"Kompensasi dan subsidi kita harus penuhi dengan kurs lebih tinggi dan ICP lebih tinggi juga itu yang kami perkirakan melampaui pagu yang ditetapkan dalam APBN," jelas Isa Isa saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jakarta, Senin 8 Juli 2024.

Hingga Agustus 2024 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelontorkan Rp50,8 triliun untuk realisasi subsidi energi hingga Juli 2024. Subsidi meliputi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG 3kg bersubsidi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci, realisasi subsidi energi terdiri untuk bahan bakar minyak (BBM) mencapai 8,66 juta kilo liter telah digelontorkan sebesar atau Rp10,4 triliun.Kemudian, untuk belanja subsidi LPG 3 kg realisasinya mencapai Rp40,4 triliun meliputi 4,02 juta metrik ton.

"Dari belanja negara baik pemerintah pusat maupun Bendahara Umum Negara (BUN),  sebesar 74,5 persen sudah langsung dirasakan oleh masyarakat,” ujar Sri Mulyani dalam Konpers APBN KiTa Edisi Agustus pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Subsidi Tahun ke Tahun

2024 - 2023
Melansir laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), subsidi BBM sendiri masuk dalam subsidi energi yang juga meliputi listrik hingga LPG 3 Kg. Untuk tahun 2024, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut kementeriannya menargetkan alokasi subsidi energi seniilai Rp186,9 triliun.

Anggaran subsidi tersebut dialokasikan untuk subsidi BBM dan LPG senilai Rp113,3 triliun dan subsidi listrik senilai Rp73,6 triliun. Anggaran ini diketahui meningkat dari tahun 2023.

Di mana subsidi energi 2023 telah direalisasikan senilai Rp159,6 triliun. Realisasi tersebut mencakup subsidi BBM dan LPG senilai Rp96,9 triliun dan subsidi listrik Rp64 triliun.

2022
Lalu pada 2022, berdasarkan data Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) mencatat realisasi subsidi energi pada 2022 mencapai Rp157,6 triliun. Realisasi ini lebih rendah dari yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp211,1 triliun.