Makan Bergizi Gratis; Benar-Benar Dibutuhkan, atau Hanya Gimick Kampanye?
- Apakah program MBG benar-benar dibutuhkan oleh Indonesia? Jawabanya mungkin bisa ditemukan lewat data angka kekurangan gizi dan tingginya prevalensi tengkes (stunting).
Nasional
JAKARTA - Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto sebentar lagi akan meluncurkan program ambisius "Makan Bergizi Gratis" (MBG) yang diklaim dapat mengatasi masalah gizi buruk di Indonesia. dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif. Dengan alokasi dana besar mencapai Rp71 triliun dari APBN 2025, program ini nantinya akan menyasar lebih dari 82,9 juta warga, termasuk ibu hamil, balita, dan anak-anak sekolah.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa program MBG memerlukan dana sekitar Rp800 miliar setiap harinya.
“Kalau program ini sudah jalan, maka Badan Gizi Nasional akan belanja Rp1,2 triliun setiap hari untuk investasi SDM masa depan. Sekitar 75 persen dari Rp1,2 triliun itu untuk intervensi Makan Bergizi Gratis, itu kurang lebih Rp800 miliar setiap hari,” ungkap Dadan kala menghadiri kegiatan BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta, dikutip Rabu, 16 Oktober 2024.
- Investasi Manufaktur Moncer di Tengah Tertekannya Industri
- Deretan Fakta Menarik Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran
- Jokowi Dapat Penghargaan Loka Praja Samrakshana, Apa Itu?
Apakah MBG Benar-Benar Dibutuhkan?
Namun, apakah program MBG benar-benar dibutuhkan oleh Indonesia? Jawabanya mungkin bisa ditemukan lewat data angka kekurangan gizi dan tingginya prevalensi tengkes (stunting).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan perlunya perhatian serius terhadap lambatnya penurunan angka stunting di Indonesia. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, angka stunting di tanah air pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, yang menunjukkan penurunan yang sangat minim, hanya sebesar 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 21,6 persen.
Situasi ini menunjukkan bahwa upaya untuk mengatasi masalah gizi buruk yang berdampak pada pertumbuhan anak masih menghadapi berbagai tantangan. Menteri Budi mengingatkan bahwa stunting tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik anak, tetapi juga memiliki konsekuensi jangka panjang bagi perkembangan kognitif dan produktivitas mereka di masa depan.
Oleh karena itu, perlu ada tindakan yang lebih efektif dan kolaboratif antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, untuk mempercepat penanganan stunting dan memastikan setiap anak mendapatkan gizi yang memadai demi masa depan yang lebih baik.
“Nggak ada satu daerah yang konsisten (menekan stunting) di satu provinsi, bahkan di satu kabupaten atau kota sedikit sekali yang bisa (konsisten),” tegas Budi dilansir dinkes.papua.go.id.
- Investasi Manufaktur Moncer di Tengah Tertekannya Industri
- Deretan Fakta Menarik Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran
- Jokowi Dapat Penghargaan Loka Praja Samrakshana, Apa Itu?
Tantangan MBG
Alokasi anggaran yang besar harus dikelola dengan baik, dan implementasinya di lapangan harus berjalan efektif. Kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan institusi pendidikan sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap warga, terutama kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak, benar-benar mendapatkan manfaat dari program ini.
MBG diyakini oleh tim Prabowo dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk melahirkan generasi yang mampu bersaing di tingkat internasional. Program ini diharapkan dapat menciptakan talenta-talenta muda yang suatu hari nanti meraih penghargaan prestisius, termasuk Nobel, dalam bidang sains dan ekonomi.
Jadi, apakah MBG dibutuhkan Indonesia? Jawabannya dapat diperoleh dari data kesehatan masyarakat, kualitas generasi penerus, dan potensi ekonomi Indonesia.