<p>Pekerja melintas di depan tenant yang masih tutup di area Lippo Mall Puri, Jakarta Barat, Rabu 3 Juni 2020. Lippo Mall Indonesia menyiapkan prosedur menuju new normal di  seluruh mall menyambut pembukaan kembali. Prosedur kebersihan dan keamanan pengunjung dan karyawan yang telah disiapkan mengacu pada protokol kesehatan guna mendukung Pemerintah dalam menerapkan new normal agar masyarakat tetap produktif, disiplin, serta waspada terhadap penyebaran Covid-19. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Mal Ditutup Selama PPKM Darurat, Pengusaha Ritel Minta Pemerintah Tanggung Gaji Karyawan

  • Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengaku selama pandemi COVID-19 melanda, belum ada insentif untuk pelaku ritel dari pemerintah.

Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat resmi dilaksanakan mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Dalam salah satu aturannya, pusat perbelanjaan atau mal harus ditutup selama PPKM Darurat berlangsung.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan pihaknya mendukung apapun langkah pemerintah untuk memprioritaskan kesehatan masyarakat.

“Tapi dengan catatan kami (peritel) dibantu pada saat ditutupnya mal. Kalau mau ditutup harus diberi bantuan ke perusahaan-perusahaan yang terdampak minimal gaji dibayar negara,” ujar Budihardjo kepada wartawan TrenAsia.com, Kamis, 1 Juli 2021.

Budihardjo mengaku sampai saat ini belum ada insentif untuk pelaku ritel dari pemerintah. Padahal, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menjanjikan adanya insentif pada April lalu.

“Belum ada realisasi,” ujarnya ketika ditanya soal hal tersebut.

Saat itu, Hippindo menuntut tiga usulan ketika sempat diundang Presiden Joko Widodo untuk membahas situasi bisnis ritel.

Pertama, Hippindo meminta alokasi vaksin untuk karyawan anggota Hippindo yang berada di bandara, mal, resto, rest area, stasiun, pelabuhan dan area komersial. 

Usulan kedua, menyangkut kesehatan arus kas pengusaha ritel selama pandemi. Hippindo meminta bantuan seperti dukungan modal kerja dari perbankan untuk kelancaran modal kerja pengusaha.

Mereka juga mengajukan bantuan suku bunga ringan, dukungan dari perbankan dan OJK, serta insentif dari PMK.

Pebisnis ritel juga berharap diberikan insentif dari sisi pajak penghasilan (PPh) dalam rangka mendorong perdagangan dalam tiga bulan.

Hippindo melihat kunjungan pada pekan ini juga mulai sepi karena orang-orang takut untuk mengunjungi pusat perbelanjaan. Ini pun membuat omzet peritel yang terdaftar dalam Hippindo turun.

“Penjualan kami tidak akan bisa naik, anjlok. Bahkan tidak ada omzet,” ujar Budihardjo.

Budihardjo menjelaskan anggota di Hippindo memang sekitar 95% dari total 280 anggotanya tidak bergerak di bidang grosir atau supermarket. Jumlah anggota yang bergerak di bidang itu paling sekitar 10-15. Ini juga yang membuat anggota-anggota Hippindo lebih terpuruk.

“Sisanya ya tutup. Salon tutup, toko baju tutup, toko jam tutup. Restoran memang buka tapi Cuma take away. Kalau begitu paling pendapatannya cuma 10%, sisanya hilang,” katanya.

Sebagai informasi, supermarket atau minimarket yang menjual barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari masih diperbolehkan buka hingga selama PPKM Darurat. Toko-toko ini diperbolehkan buka hingga 20.00 WIB dengan kapasitas pengunjung 50%.

Keadaan saat ini berbanding terbalik dengan Ramadan dan Lebaran tahun ini. Pada saat itu, Budihardjo melihat tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan dapat mencapai 60-70%. Sekarang mendadak turun hingga 10%.

Hippindo pun berharap kebijakan PPKM Darurat ini tidak berlangsung lebih dari dua minggu. Jika lebih dari itu, keadaan tahun lalu ketika penjualan ritel sempat menyentuh angka minus dapat terulang lagi.