<p>Afifa, Sekretaris Jenderal Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada Kamis, 12 Maret 2020 (Sumber: TrenAsia)</p>
Industri

Manajer Investasi: Asuransi Jiwa Serap Reksa Dana Rp116 Triliun

  • Untuk asuransi jiwa, kata dia, mayoritas menginvestasikan dananya ke dalam portofolio di pasar modal. Terutama obligasi, reksa dana, dan saham.

Industri
Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

JAKARTA-Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) mengungkapkan industri asuransi jiwa menyerap 30% reksa dana dengan nilai Rp116 triliun per akhir Desember 2019.

Sekretaris Jenderal AMII Afifa mengatakan dana kelolaan manajer investasi di Indonesia diinvestasikan ke dalam instrumen reksa dana senilai Rp545 triliun per Desember 2019.

“Jadi, perannya besar perusahaan asuransi jiwa termasuk juga Jiwasraya. Dia kontribusi 30% dari total outstanding reksa dana,” kata dia dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Kantor Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Jakarta, Kamis, 12 Maret 2020.

Menurut dia, perusahaan asuransi jiwa cukup tersebar dalam penempatan investasi dibandingkan dengan asuransi lain. Penempatan dana itu tersebar dalam instrumen investasi deposito hingga obligasi.

Untuk asuransi jiwa, kata dia, mayoritas menginvestasikan dananya ke dalam portofolio di pasar modal. Terutama obligasi, reksa dana, dan saham.

“Seharusnya pasar modal, dalam hal ini saham dan obligasi berterima kasih juga sama perusahaan asuransi jiwa. Karena mereka berkontribusi besar,” kata Afifa.

Dia menggambarkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak Juni 2019 hingga Februari 2020, terus merosot. IHSG yang sempat menyentuh level 6.300 itu terus terjerembab hingga di bawah level psikologis 5.000.

Anjloknya IHSG tentu diiringi dengan penurunan volume transaksi di lantai bursa. Artinya, minat manager investasi untuk bertransaksi di pasar modal juga kian tak bergairah.

“Tentunya kalau buat perusahaan efek, ini berpengaruh. Ketika volumenya turun, transaksi jual-beli turun, revenue-nya juga akan turun. Karena kan fee-nya adalah dikali transaksi,” ujar Afifa.

Mau tidak mau, kasus Jiwasraya menekan IHSG lantaran ada perpindahan portofolio investasi dari saham ke pasar obligasi dan SUN. Dia menyebut, rerata volume perdagangan harian IHSG turun 30% per Februari 2020 sejak November 2019.

“Investor, baik institusi dan individu itu cenderung menarik diri. Memang menyebabkan perubahan investor dari saham ke obligasi karena di Jiwasraya, produk yang dijual mayoritas underlying saham,” tuturnya.

Sebaliknya, kondisi berbeda terjadi pada pasar obligasi. Dari Indeks Bindo, imbal hasil obligasi meningkat dari 260 poin pada Juni 2019 menjadi 270 poin per Februari 2020.

Pun demikian dengan rerata volume perdagangan harian SUN yang naik 53% sejak November 2019. Perpindahan aset dari saham ke obligasi tampak terjadi sejak November 2019. (SKO)