5207A35D-5477-4754-8FBB-F13F1B2FC22B.jpeg
Nasional

Mantan Presiden ACT Ahyudin Jadi Tersangka, Bareskrim: Gaji Rp450 Juta per Bulan

  • Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf membeberkan gaji yang diterima para tersangka kasus penyelewengan dana umat Aksi Cepat Tanggap (ACT). Diantaranya adalah gaji mantan Presiden ACT Ahyudin mendapatkan gaji senilai Rp450 juta per bulan.
Nasional
Nadia Amila

Nadia Amila

Author

JAKARTA - Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf membeberkan gaji yang diterima para tersangka kasus penyelewengan dana umat Aksi Cepat Tanggap (ACT). 

Di antaranya adalah gaji mantan Presiden ACT Ahyudin mendapatkan gaji senilai Rp450 juta per bulan.

Kemudian, untuk ketiga tersangka lainnya yaitu Presiden ACT Ibnu Khajar senilai Rp150 juta per bulan, anggota pembina ACT Hariyana Hermain (HH) dan NIA senilai Rp50- Rp100 juta per bulannya.

“Untuk A saja (Rp450 juta), kemudian untuk IK (Ibnu Khajar Rp150 juta), lalu HH dan NIA sekitar Rp 50-Rp 100 juta,” kata Helfi dalam konferensi pers Senin, 25 Juli 2022.

Adapun selain gaji para petinggi ACT tersebut, Helfi juga membeberkan peran keempat tersangka terkait kasus penyelewengan dana umat ini.

Tersangka Ahyudin (A) merupakan pendiri sekaligus ketua Yayasan ACT Periode 2019-2022. Diketahui ia mendirikan yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi. Kemudian, bekerjasama dengan para pengurus yayasan agar dapat memperoleh gaji serta fasilitas dari dana donasi yang telah didapatkan.

Kemudian, pada 2015 keempat tersangka tersebut membuat SKB pembina dan pemotongan donasi sekitar 20-30%. Kemudian, 2020 keempat tersangka bersama-sama membuat opini dewan syariah terkait pemotongan dana donasi dan menggerakan yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing terhadap ahli waris korban Lion Air JT-610.

Tak kalah pentingnya, tersangka Inu Khajar yang merupakan ketua pengurus ACT diketahui membuat perjanjian kerjasama dengan vendor proyek CSR terkait dana kemanusiaan Boeing kepada ahli waris.

Kemudian, peran Ketua pengawas ACT pada 2019-2022 Hariyana Hermain diduga melakukan pembukuan dan keuangan ACT. Pada periode tersangka Ibnu Khajar, Hariyana diketahui sebagai seseorang yang terlibat dalam menentukan pemakaian dan pengeluaran dana yayasan ACT.

Terakhir, anggota pembina dan Ketua Yayasan ACT, NIA memiliki tugas untuk menyusun program dan menjalankan program sekaligus penyusun kebijakan yayasan ACT.

Sebelum penetapan tersangka, Bareskrim telah melakukan penggeledahan di Kantor yayasan pusat ACT, penggeledahan kedua di Wakap distribution center WDC kota Bogor. Selain melakukan penggeledahan, Bareskrim juga melakukan pemeriksaan sebanyak 26 saksi, yang terdiri dari saksi ahli ITE, ahli bahasa, ahli yayasan dan ahli pidana.

Namun, keempat tersangka kasus penyelewengan dana umat tersebut diketahui belum dilakukan penahanan. Sebab masih diperlukan diskusi internal para penyidik terkait penangkapan maupun penahanan untuk keempat tersangka tersebut.

Tambahan informasi, saat ini Bareskrim Polri tengah mengusut tiga dugaan yang dilakukan oleh petinggi ACT antara lain penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya sesuai dengan informasi yang diberikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT), dan dugaan adanya perusahaan cangkang ACT.

Akibat dari perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis yaitu, Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan dalam Jabatan dan atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Tidak Pidana Yayasan dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang, Yaitu sebagaimana dimaksud dalam pertama Pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, Pasal 45A ayat 1 juncto pasal 28 ayat 1 Undang-undang 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang 11 tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian, Pasal 70 ayat 1 dan 2 juncto pasal 5 Undang-undang 16 tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

Terakhir, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Keenam, Pasal 6, Pasal 55 KUHP junto Pasal 56 KUHP.