<p>Ilustrasi baterai listrik kendaraan mobil / Pixabay</p>
Industri

Mantap! BUMN RI Siap Kuasai Dunia Lewat Produksi Baterai Listrik Rp295,6 Triliun

  • Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China dan LG Chem Ltd asal Korea, memberikan isyarat akan bergabung dengan proyek investasi senilai US$20 miliar lebih dalam pengembangan rantai pasokan nikel di Tanah Air.

Industri
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Mimpi Indonesia menguasai dunia lewat produksi baterai listrik kendaraan semakin kasat mata. Tak lama lagi, tambang nikel yang digali dari Bumi Nusantara bakal disulap menjadi baterai listrik untuk kebutuhan dunia.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kini bisa tersenyum bangga. Setelah perusahaan sektor pertambangan pelat merah terseok-seok beberapa tahun terakhir, kali ini ada angin segar yang menyelimuti holding BUMN tambang PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum.

Induk BUMN pertambangan yang kini ingin disebut Mining Industry Indonesia (MIND ID) ini tengah mendapatkan tugas memimpin pembentukan Indonesia Battery Holding (IBH). Bersama PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, tiga BUMN ini memiliki tugas masing-masing dari hulu tambang nikel hingga ke hilir menjadi electric vehicle (EV) battery.

Sebagai produsen seperempat pasokan nikel dunia, Indonesia mulai Januari 2020 memutuskan untuk melarang ekspor bijih nikel. Larangan itu menjadi bagian penting dari hilirisasi mineral dan batu bara (minerba), serta kewajiban membangun pabrik pemurnian alias smelter.

Ilustrasi baterai listrik kendaraan dalam mobil Toyota / Pixabay
Investor Asing

Gayung bersambut dari dua produsen EV battery terbesar dunia, Contemporary Amperex Technology Co., Ltd. (CATL) dari China dan LG Chem Ltd., asal Korea Selatan. Kedua perusahaan global itu kepincut membenamkan modal untuk proyek baterai kendaraan listrik.

Tak tanggung-tanggung, investasi proyek dalam pengembangan rantai pasok nikel di Tanah Air mencapai US$20 miliar setara Rp295,6 triliun (kurs Rp14.780 per dolar Amerika Serikat). Sebagai bahan baku utama EV baterry, nikel Indonesia menguasai ekspor dan produksi terbesar dunia hingga 27% dari kebutuhan pasar global.

Bagi Erick, ketertarikan dua perusahaan raksasa dunia itu menjadi angin segar sehingga dapat menunjang hilirisasi program pemerintah. Inovasi model bisnis dalam industri serta mengerek value chain nikel Tanah Air yang melimpah menjadi keputusan tepat diambil BUMN.

“Ini bukti bahwa kebijakan Indonesia sudah tepat. Dengan kehadiran investasi luar negeri, maka saya yakin aspek keberlanjutan akan terus berkembang dan kita semakin kuat dalam daya saing untuk mendukung ketahanan energi bagi Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima TrenAsia.com, Rabu 14 Oktober 2020.

Contemporary Amperex Technology adalah produsen baterai dari China dan perusahaan teknologi yang didirikan pada 2011 yang memproduksi baterai litium-ion untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi, serta sistem manajemen baterai. Sahamnya tercatat di Bursa Efek Shenzhen.

Sementara LG Chemical, adalah pabrikan kimia Korsel terbesar dan berkantor pusat di Seoul. Perusahaan pertama kali didirikan sebagai Lucky Chemical Industrial Corporation, yang memproduksi kosmetik. Saat ini perusahaan tercatat di Bursa Korea.

Mining Industry Indonesia (MIND ID) dan PT Vale Indonesia Tbk (PTVI) bersama dengan para pemegang sahamnya, Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM) pada tanggal 11 Oktober 2019 telah menandatangani Perjanjian Pendahuluan untuk mengambil alih 20% saham divestasi PTVI kepada peserta Indonesia. / Mind.id
Divestasi Vale Indonesia

Keinginan CATL asal China dan LG Chem dari Korsel itu dilayangkan setelah Inalum menyerap divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Inalum merogoh kocek Rp5,52 triliun untuk mengambil divestasi saham sebanyak 1,98 miliar lembar setara 20% kepemilikan di dalam INCO.

Vale Indonesia tercatat sebagai emiten yang memiliki aset nikel terbaik dan terbesar di Indonesia. Pembelian saham oleh MIND ID sesuai dengan mandat BUMN untuk mengelola cadangan mineral strategis Indonesia dan hilirisasi industri pertambangan nasional, terutama nikel.

Dengan begitu, nikel akan menghasilkan produk domestik bernilai ekonomis hingga empat sampai lima kali lipat lebih tinggi dari produk hulu.

Setelah menjadi pemilik saham terbesar kedua di INCO, maka MIND ID akan memiliki akses strategis untuk mengamankan pasokan bahan baku untuk industri hilir nikel Indonesia.

CEO Grup MIND ID, Orias Petrus Moedak mengatakan, ketertarikan dua produsen raksasa EV battery itu untuk terlibat dalam rantai pasok nikel menunjukkan kerja sama MIND ID dan INCO sebagai sebuah sinergi yang strategis.

“Saya optimistis, hal ini akan semakin menumbuhkan kepercayaan banyak perusahaan kelas dunia kepada MIND ID dalam mengembangkan industri minerba lainnya di Tanah Air,” ungkapnya.

Armada Bus Listrik Transjakarta menunggu penumpang saat ujicoba di Jakarta, Senin, 6 Juli 2020. PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) melakukan uji coba dua bus listrik EV1 dan EV2 rute Balai Kota – Blok M dengan mengangkut penumpang. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Pabrik Baterai Listrik

Setali tiga uang, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengaku siap membangun pabrik EV battery bersama dua perusahaan BUMN energi lainnya. Dua perusahaan tersebut adalah Inalum dan PLN.

Dia memastikan ketiganya siap dalam mengembangkan industri baterai untuk kendaraan listrik tersebut. Produksi baterai ini dianggap akan memperkuat daya saing di pasar internasional. Ketiga perusahaan pelat merah ini akan mempunyai tugas masing-masing dalam menjalankan rencana strategis tersebut.

“Pertamina akan masuk ke bisnis, membangun pabrik baterai EV dalam kerja sama strategis. Nantinya, Inalum bakal fokus di sektor hulu sebagai pemasok bahan baku. Sementara itu, PLN fokus di sektor hilir sebagai distributor, dan Pertamina di tengah-tengah menyiapkan prosesnya,” jelasnya.

Nicke menambahkan, baterai litium ion yang akan diproduksi tidak hanya untuk transportasi. Baterai ini juga digunakan pada remote area untuk perumahan atau di wilayah yang tidak perlu storage besar. Ia menjelaskan bahwa ini semacam backup power system yang bersifat modular.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menyatakan ketertarikan CATL dan LG Chem berinvestasi dalam hilirisasi industri minerba akan mempercepat perluasan penggunaan kendaraan listrik dalam negeri.

Hal ini sejalan dengan Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai untuk transportasi jalan.

“Selain bekerja sama dengan perusahaan BUMN seperti Pertamina dan Inalum, untuk menyiapkan segera industri hingga produk EV battery, kami juga sudah berkolaborasi dengan lembaga terkait dan produsen otomotif yang masuk pasar Indonesia. Utamanya dalam menyiapkan infrastrukturnya berupa stasiun pengisian listrik,” kata dia.

Proses pemurnian emas di smelter PT Aneka Tambang (Persero) Tbk alias Antam / Facebook @OfficialAntam
Antam Wakili Inalum di Hulu

Bulan lalu, CATL dan LG Chem telah menandatangani perjanjian awal (head of agreement/HoA) dengan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk alias Antam guna menghasilkan nilai tambah dari produk nikel.

Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan investasi kedua perusahaan itu akan mengembangkan bisnis industri pengolahan nikel menjadi komponen baterai kendaraan listrik. Nilai investasi CATL dan LG Chem mencapai US$20 miliar.

“Ini ajang perlombaan teknologi. LG Chem dan CATL merupakan dua perusahaan terdepan dalam teknologi baterai lithium,” kata Septian dilansir Bloomberg, Rabu, 14 Oktober 2020.

Indonesia yang memiliki hampir seperempat cadangan nikel dunia, merupakan kunci utama untuk mengembangkan mobil listrik. Indonesia akan menggunakan kekayaan potensi nikel tersebut untuk membangun pabrik baterai di dalam negeri.

Menurut juru bicara LG Chem, LG Chem dan Aneka Tambang setuju untuk meninjau opsi-opsi kerja sama ke depannya, meski rencana tersebut kini masih sangat awal.

Sementara perusahaan baterai asal China CATL yang sudah menjadi bagian dari konsorsium pemilik smelter dan rantai pasokan komponen baterai di Sulawesi Tengah enggan berkomentar.

Manajemen emiten pelat merah bersandi saham ANTM mengatakan tengah mengkaji kerja sama dengan pihak ketiga dan mempelajari pengembangan industri hilir bijih nikel ini.

Menurut analis Bloomberg Allan Ray Restauro mengatakan kurangnya pasokan baterai litium di dalam negeri menjadi tantangan bagi Indonesia untuk memajukan industri kendaraan listrik. Di sisi lain, Indonesia juga masih tertinggal dari sisi penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu, menurutnya masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik di dalam negeri.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia yaitu membangun pabrik smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang mampu mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku komponen baterai. Menurut Seto, setidaknya salah satu pabrik akan mulai berproduksi pada akhir 2021 jika izin lingkungan dan pengolahan limbah disetujui.

Layar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Saham ANTM dan INCO meroket

Pelaku pasar langsung merespons rencana itu. Saham anak-anak holding BUMN pertambangan moncer, termasuk INCO yang baru resmi digenggam Inalum sebesar 20%.

Head of Research Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menjelaskan, kenaikan saham-saham tambang terpicu oleh rencana Kementerian BUMN membentuk perusahaan holding baterai nikel.

Menurut dia, nilai investasi untuk holding ini mencapai US$12 miliar atau Rp177,4 triliun. Antam bakal menjadi salah satu perusahaan yang masuk dalam konsorsium tersebut.

“Permintaan perusahaan China dan Korea Selatan untuk membentuk perusahaan sektor hilir baterai listrik di Indonesia dengan jumlah investasi yang cukup besar menjadi faktor utama,” terang Lanjar dalam riset hariannya.

Pada perdagangan Rabu, 14 Oktober 2020, saham ANTM meroket 24,84% sebesar 190 poin ke level Rp955 per lembar. Artinya, saham ANTM nyaris menyentuh batas auto rejection atas (ARA) sebesar 25% dari pembukaan perdagangan.

Saham ANTM menjadi top trading value dengan total transaksi Rp1 triliun atau menguasai 10,3% dari seluruh perdagangan harian. Jumlah saham ANTM yang ditransaksikan sepanjang hari mencapai 1,12 miliar lembar dengan rentang harga Rp775-Rp955 per lembar.

Dalam 5 hari terakhir, saham Antam sudah melejit 34%. Bahkan dalam 6 bulan terakhir, saham ANTM sudah meroket 112% dengan nilai kapitalisasi pasar Rp22,95 triliun.

Setali tiga uang, anak holding Inalum, PT Timah (Persero) Tbk (TINS) juga terkena sentimen positif. Saham TINS ditutup membumbung 21,09% ke level Rp890 per lembar dengan nilai transaksi Rp355,55 miliar.

Saham Timah dalam 5 hari terakhir telah melejit 27%. Bahkan dalam 6 bulan terakhir saham TINS mengangkasa 107% dengan kapitalisasi pasar Rp6,63 triliun.

Serupa tapi tak sama, saham INCO turut terungkit 9,4% ke level Rp4.190 per lembar. Sepekan terakhir, saham INCO sudah melompat 22% dan terbang 93% dalam 6 bulan terakhir dengan kapitalisasi pasar Rp41,63 triliun. (SKO)