Mantap! RI Siap Produksi Mobil Listrik dan Baterai Lithium
Indonesia juga memiliki cadangan bahan baku berupa nikel dan kobalt sangat besar untuk dikembangkan menjadi industri baterai lithium sebagai komponen utama kendaraan listrik.
JAKARTA – Industri manufaktur Indonesia tampaknya bakal lebih maju dengan kesiapan memproduksi mobil listrik dan baterai lithium di dalam negeri.
Penasehat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan Indonesia telah siap menjadi produsen kendaraan listrik meskipun harus bekerja sama dengan negara lain yang sudah memiliki teknologi lebih maju.
Selain itu Indonesia juga memiliki cadangan bahan baku berupa nikel dan kobalt sangat besar untuk dikembangkan menjadi industri baterai lithium sebagai komponen utama kendaraan listrik.
“Kita tentunya tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus, tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai,” kata dia dilansir Antara, Minggu, 26 Juli 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri.
Perpres Listrik
Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.
Menurut Satryo, untuk tahap pertama Indonesia akan mencoba mengembangkan dua hal. Pertama, mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan kedua mengembangkan baterai lithium sebagai komponen penggerak utama dari kendaraan listrik. “Harus berjalan paralel. Pengembangan kendaraan dan baterai, jalan bersama,” katanya.
Dijelaskannya, pengembangan industri baterai kendaraan listrik ini perlu segera diwujudkan, karena sesungguhnya Indonesia memiliki cadangan bahan baku nikel dan kobalt yang sangat besar, bahkan terbesar di dunia.
“Karena itu, kita tawarkan ke negara yang sudah lebih maju di bidang industri ini untuk bekerja sama. Pemerintah telah membentuk tim untuk menyiapkan pengembangan industri baterai lithium,” katanya.
Secara paralel, Indonesia juga mengundang investor asing untuk membangun pabrik kendaraan listrik di dalam negeri.
“Sudah ada beberapa yang berminat untuk berinvestasi. Kita tentunya ingin bukan hanya membeli kendaraan listrik saja tapi juga bisa mendapatkan manfaat transfer teknologi sehingga dalam jangka panjang Indonesia bisa menjadi produsen kendaraan listrik,” katanya.
Tekan Impor BBM
Dikatakan Satryo, ada tiga aspek yang ingin dicapai dengan keluarnya Perpres itu. Pertama, ingin menciptakan lingkungan bersih. “Kendaraan listrik tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil tapi pakai baterai lithium, emisinya nol. Jadi tidak ada pencemaran udara,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah berusaha menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah juga ingin Indonesia menjadi negara industri kendaraan listrik karena memang memiliki potensi, dengan dukungan pasar yang luas dan mobilitas yang sangat tinggi.
Asisten Deputi Industri Penunjang Infrastruktur Kemenko Maritim dan Investasi Firdausi Manti, menambahkan, pemerintah mendukung swasta mengimpor kendaraan listrik, tapi berharap ada alih teknologi dari prinsipal asing. Ia berpendapat, dalam era seperti saat ini Indonesia tidak mungkin berjalan sendiri dalam mengembangkan teknologi, harus menggandeng negara lain yang memiliki teknologi kendaraan listrik.
“Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan, di mana sesama negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mengingat nikel bisa menjadi salah satu pembuat baterai mobil listrik,” katanya.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam satu kesempatan, Sabtu, 25 Juli 2020, mengatakan, hilirisasi nikel yang sedang dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium.
Indonesia, kata Luhut, akan mendorong terus pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik, mengingat pada 2030 negara-negara di Eropa akan mewajibkan semua kendaraan berbasis listrik.
Selain Indonesia menjadi pemain utama dunia bahan baku baterei lithium, penggunaan kendaraan listrik juga berdampak pada pengurangan impor minyak karena berkurangnya kendaraan berbasis energi fosil.
Komitmen Swasta
Komitmen pemerintah mengembangkan industri kendaraan listrik disambut baik kalangan swasta. PT Bakrie Autoparts, Agen Pemegang Merk (APM) bus listrik BYD di Indonesia, menyatakan komitmennya untuk mengikuti kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah.
Proses industrialisasi akan dilakukan untuk meningkatkan kandungan lokal. “Saat ini kami mengimpor bus listrik CBU atau dalam keadaan utuh, tapi hanya untuk promosi dan uji coba,” kata Dino A. Riyandi, Direktur Utama PT Bakrie Autoparts.
PT Bakrie Autoparts dan BYD Auto Co.Ltd. telah menyepakati tahapan pengembangan serta produksi bus listrik dalam beberapa tahun ke depan. Tahapan pertama adalah importasi dan unjuk produk, setelah itu, melakukan penetrasi pasar.
“Di sini, kami mulai masuk menjajaki tahapan komersial dan pabrikasi dengan menggandeng beberapa mitra perusahaan karoseri lokal. Di tahap berikutnya kami mulai melakukan industrialisasi dengan mengoperasikan fasilitas produksi bus listrik kami, termasuk produksi chasis. Targetnya, 2022 sudah harus masuk ke tahapan ini, mulai memproduksi 300 unit bus listrik per tahun dengan tingkat kandungan dalam negeri sedikitnya 55 persen,” kata Dino seraya menambahkan perusahaannya ingin menjadi pelopor industri bus listrik di Indonesia.
Sementara itu, PT Blue Bird Tbk. (BIRD) yang selama ini juga menjadi salah satu pengguna kendaraan listrik untuk armada taksinya, juga menyatakan dukungannya. Direktur Blue Bird Andre Djokosoetono mengatakan, saat ini pihaknya menggunakan 25 unit E-Bluebird dan 4 unit E-Silverbird yang bertenaga listrik.
“Untuk E-Bluebird, kami menggunakan BYD e6 dari China. Sedangkan E-Silvebird menggunakan Tesla Model X75D dari Amerika Serikat. Kami sangat puas dengan operasional dari kendaraan listrik E-Bluebird dan E-Silverbird,” kata dia.
Menurut dia, respons pengemudi dan konsumen sangat baik. Mobilnya sangat jarang mengalami kendala di jalanan, mampu menempuh jarak yang dapat diandalkan.
“Konsumen juga memberikan apresiasi terhadap langkah Blue Bird memelopori dan melakukan terobosan menghadirkan taksi listrik,” kata Andre. Ia optimistis kendaraan listrik dapat menjadi opsi jitu untuk industri transportasi di Indonesia. (SKO)