<p>Ilustrasi kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, di kawasan Gatot Subroto, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Manuver Pajak Sri Mulyani: Si Kaya Banjir Insentif, Si Miskin Dipukul Tarif Tinggi

  • Rencana otak-atik penerimaan pajak oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapat sorotan. Dari sejumlah kebijakan, berbagai lapisan masyarakat menyerukan adanya ketimpangan penerapan pajak antara masyarakat berpendapatan tinggi dan rendah.

Nasional
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Rencana otak-atik penerimaan pajak oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapat sorotan. Dari sejumlah kebijakan, berbagai lapisan masyarakat menyerukan adanya ketimpangan penerapan pajak antara masyarakat berpendapatan tinggi dan rendah.

Hal ini tampak dari rajinnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam memberi insentif pajak atas objek yang menyasar masyarakat berpendapatan tinggi.

Sejumlah kebijakan itu antara lain insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil, pajak pertambahan nilai (PPN) 0% untuk properti, hingga rencana pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II.

Di sisi lain, sejumlah kebijakan justru semakin memberatkan masyarakat berpendapatan rendah. Kemenkeu berupaya menarik penerimaan negara PPN sembako yang meliputi produk beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, hingga gula konsumsi.

Tidak hanya itu, bendahara negara juga menyasar pajak layanan medis, PPN sekolah, PPN pelayanan sosial, hingga jasa pengiriman surat. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun mengecam akrobat yang dilakukan Sri Mulyani dalam mengeruk pendapatan negara dari kebijakan pajak tersebut.  

“Kami mengecam keras rencana untuk memberlakukan tax amnesty dan menaikkan PPN sembako. Ini adalah cara-cara kolonialisme. Sifat penjajah,” kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Trenasia.com, Jumat, 11 Juni 2021.

Menurut Said Iqbal, sangat tidak adil jika orang kaya diberi relaksasi pajak. Termasuk produsen mobil untuk beberapa jenis tertentu diberi PPnBM 0%. “Tetapi untuk rakyat kecil, sekadar untuk makan saja, sembako dikenakan kenaikan pajak,” keluhnya.

Iqbal mengatakan bakal menempuh jalur hukum bila rencana PPN sembako ini terus bergulir. Dirinya mengungkap tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merestui pungutan PPN sembako yang diajukan Kemenkeu.

Tidak hanya itu, aksi perlawanan berupa ademo pun siap ditempuh. Harga kebutuhan pokok yang berpotensi naik, kata Iqbal, semakin menyulitkan kondisi masyarakat kelas bawah karena faktanya kalangan tersebut diklaim paling terdampak pandemi COVID-19.

“Sudah kaum buruh terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di mana-mana, kenaikan upahnya dikurangi dengan omnibus law, nilai pesangon yang lebih kecil dari peraturan sebelumnya, dan pembayaran THR (Tunjangan Hari Raya) yang masih banyak dicicil, sekarang dibebani lagi dengan harga barang yang melambung tinggi akibat kenaikan PPN,” ujar Said Iqbal.

Tolak Tax Amnesty Jilid II

Serikat Buruh juga menegaskan penolakan terhadap opsi tax amnesty jilid II yang mencuat ke publik. KSPI menilai kebijakan yang seharusnya sekali seumur hidup itu tidak efektif menarik pendapatan Wajib Pajak (WP) kelas kakap.

Untuk diketahui, tax amnesty jilid pertama digelar pemerintah pada 2016 hingga 2017 silam. Total penerimaan negara pada tax amnesty itu mencapai Rp135 triliun.

Penerimaan itu terdiri dari dana tebusan sebesar Rp114 triliun, pembayaran tunggakan Rp18,6 triliun, dan pembayaran bukti permulaan mencapai Rp1,75 triliun.

“Tetapi faktanya sampai hari ini, apa yang disampaikan bertolak belakang. Tax amnesty jilid 1 tidak sesuai dengan harapan,” kata Iqbal.

Mewakili kaum buruh, Iqbal merinci ada lima alasan mengapa tax amnesty dinilai jadi kebijakan gagal.  Pertama, tax amnesty dinilai mencederai rasa keadilan kaum buruh sebagai pembayar Pajak Penghasilan (PPh) 21.

Kedua, tax amnesty telah memberikan kelonggaran hukum demi mengejar penerimaan negara. Hal ini dirasa kaum buruh berpotensi berulang saat negara kehilangan arah menarik dana. Lalu, dana dari WP kelas kakap tersebut dinilai tidak sah.

Keempat, terdapat ancaman hukuman bagi pihak yang membuka data pengemplang pajak. Hal ini dinilai KSPI tidak berlandaskan prinsip keteradilan. Kelima, Undang-Undang tax amnesty hanya memprioritas target penerimaan pajak tanpa mengusut sumber dana, baik dari repatriasi mau pun deklarasi.

“KSPI menolak keras rencana kenaikan PPN dan tax amnesty jilid 2. Jika itu dipaksakan, KSPI akan kembali menggugat ke Mahkamah Konstitusi dan melakukan aksi penolakan bersamaan penolakan omnibus law,” ujar Iqbal.