Marak Aksi Akuisisi Perusahaan Asuransi, Perkuat Modal?
- Aksi merger dan akuisisi di dunia asuransi tengah marak. Aksi ini kerap muncul di situasi perekonomian yang sulit. ingin menguatkan industri asuransi dalam mengantisipasi persaingan global.
Industri
JAKARTA - Aksi merger dan akuisisi di dunia asuransi tengah marak. Aksi ini kerap muncul di situasi perekonomian yang sulit. ingin menguatkan industri asuransi dalam mengantisipasi persaingan global.
Sebagai catatan, beberapa perusahaan asuransi pun dikabarkan telah melakukan aksi akusisi, di antaranya Hanwha Life yang mengakuisisi Lippo General Insurance (LPGI), Aseana Insurance yang menjadi pengendali PT Asuransi Bina Dana Arta, dan terakhir ada Sea Group Ltd yang mengakuisisi PT Asuransi Mega Pratama. Lalu PT Astra International Tbk juga dikabarkan tengah melirik BNI Life
LPGI dalam keterbukaan informasi mengatakan PT Inti Anugerah Pratama (IAP) dan PT Star Pacific Tbk (Star) telah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat secara terpisah dengan Hanwha General Insurance (HGI) dan HLII dengan total 62,59 persen saham LPGI milik IAP dan Star. Mereka tengah menunggu persetujuan OJK.
Sementara Astra Internasional kembali dikabarkan melirik unit usaha asuransi milik PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yaitu PT BNI Life Insurance, bersaing dengan Singapore Life Holding Pte yang juga mengincar BNI Life.
- Unilever Indonesia Bagi-Bagi Dividen Rp2,63 Triliun, Berikut Jadwalnya
- Bank Indonesia Targetkan Inflasi Tahun 2023 Turun ke Level 3,61 Persen
- Melejit 33 Persen, GoTo Kantongi GTV Senilai Rp161 Triliun pada Kuartal III-2022
Perkuat Struktur Modal
Pengamat Asuransi UGM Kepler Marpaung mengatakan aksi merger dan akuisisi ini didorong oleh keterbatasan dana dari pemegang saham sementara mereka perlu melakukan penguatan modal di tengah ancaman resesi global.
Menurutnya, merger dan akuisisi menjadi solusi untuk membuat perusahaan menjadi lebih kuat. Dengan catatan, ada penambahan modal dan adanya penggabungan sumber daya dari 2 atau lebih perusahaan. Tetapi perlu dicatat bahwa industri asuransi nasional sulit merger dan lebih memungkinkan melakukan akuisisi.
“Saat ini pasca COVID-19 dan ancaman resesi global ke depan, kondisi keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi memerlukan rencana penyehatan dan penguatan permodalan. Karena adanya keterbatasan dana dari pemegang saham serta tidak efektifnya perusahaan asuransi melantai di pasar modal, maka merger dan akuisisi menjadi solusi," kata Kepler kepada TrenAsia.com, Selasa, 22 November 2022.
Ditambahkan, aksi korposasi merger dan akusisi mulai marak usai terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 yang mengamandemen PP Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Update regulasi ini bertujuan untuk menguatkan industri asuransi dalam mengantisipasi persaingan global.
PP Nomor 39 mengharuskan perusahaan asuransi jiwa meningkatkan modal disetor dari sebelumnya Rp3 miliar menjadi Rp100 miliar perusahaan asuransi kerugianmeningkatkan modal disetor dari Rp2 miliar menjadi Rp100 miliar.
Harapannya, dengan kenaikan modal disetor yang signifikan ini memaksa perusahaan untuk melakukan aksi korporasi, menambah modal atau melakukan merger dan di akuisisi.
Bukan Permudah Pengawasan
Menurut Kepler, adanya merger dan akuisisi perusahaan asuransi tidak serta merta membuat OJK lebih mudah melakukan pengawasan karena jumlahnya menjadi sedikit. Ini juga kontrakdiktif dengan UU Perasuransian yang sama sekali tidak melarang pendirian perusahaan baru.
“Kalau pada akhirnya OJK menjadi lebih sulit mengawasi asuransi karena jumlahnya banyak, ini kan dampak dari deregulasi keuangan sejak beberapa tahun lalu dan kerannya tetap dibuka untuk izin baru. Tapi saya kurang setuju bahwa keberhasilan pengawasan dan pembinaan oleh regulator ditentukan oleh jumlah perusahaan perasuransian," kata Kepler.