1000240101.jpg
Makroekonomi

Marak Impor Ilegal, Hippindo Ungkap Gap Data BPS dan ITC

  • Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Suryamin menyebut ada perbedaan data impor dan ekspor untuk pakaian jadi asal Cina antara International Trade Centre (ITC) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang cukup signifikan.

Makroekonomi

Debrinata Rizky

JAKARTA -  Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Suryamin menyebut ada perbedaan data impor dan ekspor untuk pakaian jadi asal Cina antara International Trade Centre (ITC) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang cukup signifikan.

Selisih data menunjukkan adanya potensi aktivitas pemasukan barang atau impor yang tidak tercatat di Indonesia. Di mana pertumbuhan impor dari BPS disebut masih sama dengan selisih impor di saat pandemi dan setelah pandemi.

"Lesunya pasar bisa jadi disebabkan karena penurunan daya beli yang belum normal akibat pandemi dan perang di Eropa," katanya dalam acara Ramah Tamah dan Dialog HIPPINDO Bersama Media di Jakarta pada Jumat, 5 Juli 2024.

Dari data tahun 2004 sampai 2023 yang dicatat Hippindo, ekspor China ke Indonesia yang tercatat di ITC nilainya lebih besar dibanding data impor asal China ke Indonesia yang tercatat di BPS.

Misalnya pada 2004 ekspor China ke Indonesia berdasarkan data ITC nilainya US$46,4 juta, sementara impor yang diterima Indonesia dari sana berdasarkan BPS hanya US$1,8 juta. Kemudian di tahun 2012 ekspor China berdasarkan ITC ada 1,08 miliar, sedangkan impor yang diterima Indonesia berdasarkan BPS hanya US$80,9 juta.

Kemudian di tahun 2020, ekspor China berdasarkan ITC ada US$358,0 juta, sedangkan impor yang diterima Indonesia dari China berdasarkan BPS hanya US$162,9 juta. Di tahun 2023 ekspor China berdasarkan ITC US$269,5 juta, sedangkan impor yang diterima Indonesia berdasarkan BPS hanya US$118,8 juta.

Impor Ilegar Tembus US$1,4 Miliar

Dalam Kesempatan yang sama, Ketua Umum, Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengatakan perkiraan produk impor ilegal dari China yang masuk ke Indonesia bisa mencapai US$1,4 miliar.

"Data dari China sendiri impor tekstil berbeda sama yang diterima. Jadi ada potensi ilegal kalau enggak salah datanya selisihnya US$1,4 miliar itu potensi ilegalnya," jelasnya

Hippindo menilai sebenarnya untuk mengatasi produk impor ilegal adalah dengan pemberantasan produk impor ilegal. Justru dengan memperketat regulasi impor, dikhawatirkan impor ilegal makin marak.

Bukan dengan aturan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Besarannya sedang dikaji oleh Kementerian Perdagangan, maksimal bisa 200%.

Adapun BMAD adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian. Sedangkan barang dumping adalah barang yang diimpor degan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekspor.