Nampak aktifitas karyawan salah satu pabrik perakitan ponsel merek asing yang ada di kawasan Tangerang, Selasa 25 Oktober 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Makroekonomi

Marak PHK Massal, Prabowo Didorong Cermat Pilih Menteri Perindustrian

  • Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dinilai bakal memegang peranan penting pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Kemampuan Kemenperin akan menentukan apakah pemerintahan baru dapat mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 6%.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dinilai bakal memegang peranan penting pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Kemampuan Kemenperin akan menentukan apakah pemerintahan baru dapat mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 6%. 

Hal itu disampaikan Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Mercu Buana Didik J. Rachbini. Didik mengatakan jajaran di Kemenperin mendatang bakal sangat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi RI. Menurut dia, sektor industri bakal bergerak sangat lambat jika menteri yang ditunjuk gagal mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 6%. 

Selama ini Didik menilai Kemenperin memiliki peran terbatas untuk memajukan sektor industri. “Hal Ini terjadi karena absen dan kekosongan kebijakan industri dan Kementerian Perindustrian yang dorman,” ujar ekonom senior tersebut dalam keterangannya, dikutip Rabu, 19 Juni 2024. 

Didik menuding banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri saat ini lantaran ekses pertumbuhan ekonomi yang di bawah 5%. Hal itu, imbuhnya, membuat ekonomi tidak memiliki daya dorong optimal. 

Ekonom senior, Didik J Rachbini

Menurut dia, lambatnya pertumbuhan sektor industri menandakan ketiadaan kebijakan industri yang kuat. Lelaki yang juga peneliti Indef ini menilai industri mati lantaran kebijakan yang tidak memberi kesempatan dan dorongan bagi industri nasional. 

Didik mengingatkan Prabowo akan sulit mewujudkan mimpi memajukan ekonomi apabila kebijakan industri yang stagnan masih terus terjadi. Alih-alih melebihi 6%, dia khawatir pertumbuhan ekonomi akan tetap di bawah 5%. “Ini karena terseret pertumbuhan industri yang sangat rendah,” ujarnya.

Lokomotif Pertumbuhan

Dia lantas membandingkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Vietnam dan India. Kedua negara itu dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi dengan mendorong industri sebagai lokomotif pertumbuhan. 

Menurut Didik, sektor industri di India tumbuh dua digit sehingga menarik ekonomi bertumbuh sampai 7%. Sebaliknya, sektor industri Indonesia hanya tumbuh di bawah 5% dalam dua dekade terakhir. “Sehingga mustahil bisa menarik pertumbuhan ekonomi sampai di atas 6%,” ujarnya. 

Lebih lanjut, dia mengungkapkan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi pertumbuhan 5% karena cenderung bertumpu pada konsumsi dan sektor jasa yang bercampur dengan sektor informal. “Sektor jasa yang tidak modern dan hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga akan membuat pertumbuhan ekonomi kehilangan lokomotifnya.” 

Menurut dia, solusi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik adalah membenahi Kemenperin dan kebijakan industrinya.  “Tanpa itu, Indonesia akan menjadi underdog (tidak diunggulkan) di ASEAN,” ucap Didik. 

Baca Juga: Badai PHK Industri Tekstil, Wujud Investasi Loyo?

Diketahui, belakangan ini performa industri di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Sebanyak enam pabrik tekstil dikabarkan tutup dan memicu PHK ribuan pekerja. Satu pabrik tekstil besar di Jawa Tengah dikabarkan juga berancang-ancang melakukan PHK massal. 

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bahkan memprediksi PHK massal masih berpotensi terjadi beberapa waktu ke depan. Menurut dia, sektor industri yang terdampak pelemahan permintaan global seperti industri tekstil masih rawan melakukan PHK.

Ida menyebut permintaan global belum sepenuhnya membaik setelah pandemi COVID-19. Kondisi itu diperburuk konflik geopolitik di Timur Tengah antara Palestina dan Israel. “Akhirnya pabrikan mengurangi volume produksinya,” ujar Ida dalam rapat bersama DPR beberapa hari lalu. 

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan pihaknya mencoba memberi kelonggaran  dengan mengizinkan pabrik tekstil menghilangkan layanan lembur. 

Menurut dia, hal itu sejalan dengan menurunnya permintaan tekstil di pasar global.  Indah mengaku telah merekomendasikan langkah tersebut ke seluruh pabrik tekstil di dalam negeri. 

Dia mendorong penurunan biaya tenaga kerja secara merata mulai tingkat operator hingga level manajemen. “Ini untuk menghindari pemborosan biaya tenaga kerja, daripada PHK massal,” ujarnya.