<p>Ilustrasi industri properti. / Dok. PT Pollux Properti Indonesia Tbk</p>
Korporasi

Marketing Sales Properti Semester I-2021: BSDE Tertinggi, SMRA Paling Melesat

  • Emiten properti mencetak kinerja prapenjualan (marketing sales) yang positif sepanjang semester I-2021.
Korporasi
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Emiten properti mencetak kinerja prapenjualan (marketing sales) yang positif sepanjang semester I-2021. Ini terlihat dari laporan keuangan perusahaan properti beraset jumbo yang berhasil memenuhi target marketing sales masing-masing hingga di atas 50%.

Perusahaan-perusahaan properti beraset jumbo tersebut yakni PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).

Head of Research Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia Yunus Karim melihat adanya insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang diberikan sejak Maret 2021 memang memberikan dampak positif terhadap pasar residensial. 

“Mengingat juga karena pasar perumahan ini didominasi oleh para pengguna akhir atau end user sehingga memang mereka meskipun tetap berhati-hati tetapi tetap cukup aktif untuk memiliki atau membeli rumah sesuai kebutuhan mereka,” ujar Yunus pada Kamis, 22 Juli 2021.

Baru-baru ini pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP tersebut hingga Desember 2021. PPN DTP 100% untuk rumah di bawah harga Rp2 miliar dan 50% untuk rumah berharga Rp2 miliar-Rp5 miliar. Insentif ini hanya berlaku untuk rumah tapak dan rumah susun siap huni (ready stock).

Insentif tersebut berlaku untuk maksimal satu unit rumah atau rumah susun untuk satu orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu satu tahun. 

Efek PPN DTP ini pun dirasakan BSDE, CTRA, SMRA, dan LPKR. Keempat raksasa properti ini mencatatkan pertumbuhan gila-gilaan pada semester I-2021 jika dibandingkan dengan semester I-2020.

SMRA mencatatkan pertumbuhan tertinggi di antara keempat perusahaan tersebut. Marketing sales SMRA tercatat tumbuh 157,3% menjadi Rp2,83 triliun pada semester I-2021. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, catatan SMRA hanya sebesar Rp1,1 triliun.

Sementara itu, BSDE menjadi yang paling unggul jika dilihat dari jumlah capaian marketing sales-nya. Perusahaan di bawah grup Sinarmas Land ini mencatatkan marketing sales sebesar Rp4,5 triliun hingga semester I-2021.

Berikut adalah capaian lengkap marketing sales keempat perusahaan properti tersebut yang sudah dihimpun oleh TrenAsia.com.

BSDE

PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) menjadi perusahaan properti dengan marketing sales tertinggi, yaitu Rp4,5 triliun. Capaian ini tumbuh 55,17% jika dibandingkan dengan semester I-2020 sebesar Rp2,9 triliun.

“Pencapaian ini merupakan sinyal positif bagi kami, karena sudah berhasil mengamankan 65% dari target tahunan pra penjualan yang ditetapkan sebesar Rp7 triliun, pada awal tahun ini,” ujar Direktur BSDE Hermawan Wijaya dalam siaran pers, Rabu, 21 Juli 2021.

Dari hasil marketing sales tersebut, penjualan segmen residensial berkontribusi paling besar dengan 67% terhadap total penjualan. Perusahaan di bawah grup Sinarmas Land ini berhasil mencatatkan penjualan residensial senilai Rp3 triliun.

Sementera itu, segmen komersial berhasil mencatatkan marketing sales sebesar Rp1,2 triliun atau 26% dari total penjualan. Segmen komersial ini termasuk kavling komersial, strata title (apartemen) dan ruko.

CTRA

PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatatkan marketing sales sebesar Rp3,6 triliun pada semester I-2021. Catatan ini berarti marketing sales CTRA berhasil tumbuh 80% jika dibandingkan dengan semester I-2020 yang sebesar Rp2 triliun.

Capaian marketing sales ini juga berarti CTRA sudah memenuhi 61% dari targetnya tahun ini. Perusahaan yang didirikan oleh alm. Ir. Ciputra ini menargetkan marketing sales di angka Rp5,9 triliun pada 2021.

Perolehan marketing sales CTRA mayoritas didapat dari penjualan rumah tapak yang berkontribusis 86% dari total penjualan. Sementara itu, sisanya berasal dari penjualan apartemen.

SMRA

Marketing sales PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) tercatat sebesar Rp2,83 triliun hingga semester I-2021. Jumlah ini meroket 157,3% dari semester I-2020 yang sebesar Rp1,1 triliun. 

Catatan gemilang SMRA ini pun membuat perusahaan merevisi targetnya dari awalnya Rp3,5 triliun menjadi Rp4 triliun. Ini berarti SMRA sudah mencapai 70,75% dari target yang direvisi tersebut.

Dilihat dari segmentasi produk, kontribusi penjualan terbesar didapat dari penjualan rumah tapak sebesar Rp1,76 triliun atau sebesar 62% dari total penjualan. Selanjutnya, lahan komersial berkontribusu sebesar 16%, kavling tanah 13%, apartemen 9%, dan perkantoran 1%.

LPKR

 Emiten properti milik konglomerat Mochtar Riady, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), mencatatkan marketing sales senilai Rp2,33 triliun pada semester I-2021. Jumlah ini melonjak 119% dari semester I-2020 yang sebesar Rp1,05 triliun.

Capaian marketing sales ini juga berarti LPKR telah mencapai 65,7% targetnya tahun ini. Sebagai informasi, LPKR menetapkan target marketing sales sebesar Rp3,5 triliun pada 2021.

Untuk mencapai target, LPKR didukung oleh penjualan high-rise inventory proyek berjalan, peluncuran rumah tapak dengan harga terjangkau, serta proyek komersial di Lippo Village dan Waterfront Estates Cikarang.

Pertumbuhan marketing sales pun didukung oleh peluncuran dua produk baru rumah tapak Cendana Parc di Lippo Village dan Holland Village Designer Homes Collection di Manado pada kuartal II-2021.

Dampak PPKM Level 4

Dengan catatan positif ini, Yunus berharap permintaan pasar perumahan terus stabil hingga semester II-2021. Namun demikian, Yunus belum bisa memprediksi efek PPKM terhadap penjualan residensial.

“Kita belum melihat dampaknya (PPKM), mungkin kita baru bisa melihat dampaknya pada triwulan III. Karena kita sudah masuk di akhir bulan pertama triwulan III ini,” ujarnya.

Sementara itu, Indonesia Property Watch (IPW) memperkirakan pasar dapat terkontraksi 5-10% akibat berlangsungnya PPKM ini. 

CEO sekaligus founder IPW Ali Tranghanda mengatakan adanya PPKM mempengaruhi keinginan pasar untuk membeli properti atau menunda pembelian properti lebih lama. Ini tercermin dari catatan tahun lalu ketika pandemi awal muncul.

“Pasar akan melihat faktor ketidakpastian yang semakin tinggi. Berdasarkan catatan Indonesia Property Watch, pasar properti sempat anjlok sampai 50,1% di awal terjadinya pandemi di triwulan 1 tahun 2020,” ujar Ali beberapa waktu lalu.

Ali menganggap penurunan tersebut bukan semata-mata karena pasar kehilangan daya beli tetapi karena mobilitas konsumen yang dibatasi. Konsumen properti butuh melihat dan merasakan unit secara langsung dan transaksi pun tidak bisa dilakukan secara daring (online).

“Bila pengetatan ini dilakukan, maka diperkirakan pasar perumahan akan mengalami pertumbuhan lebih rendah lagi dibandingkan tahun 2020. Paling tidak diperkirakan pasar akan terkontraksi 5%-10% dibandingkan tahun 2020,” katanya.