Masalah Kesehatan Mental, Gen Z Lebih Sering Absen Kerja Dibanding Gen X
- Penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan komunikasi antara karyawan muda dan manajer mereka yang lebih tua menjadi salah satu penyebab produktivitas rendah ini.
Sains
JAKARTA - Gen Z lebih sering absen dari pekerjaan dibandingkan dengan Gen X yang lebih tua 20 tahun. Alasannya karena krisis kesehatan mental yang dialami, terutama oleh wanita muda.
Masa transisi dari kuliah ke dunia kerja sering kali penuh tantangan. Termasuk menyesuaikan diri dengan rutinitas baru, pekerjaan yang kurang memuaskan, dan kehilangan interaksi sosial.
Penelitian baru menunjukkan bahwa tantangan ini semakin menjadi masalah yang dialami secara lebih khusus oleh generasi dan gender tertentu.
Jumlah pemuda di Inggris yang melaporkan kesulitan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan semakin meningkat, menyebabkan mereka lebih sering absen dari pekerjaan dibandingkan dengan Gen X yang lebih tua 20 tahun dari mereka.
Krisis kesehatan mental ini juga mulai mempengaruhi masa depan karier para karyawan Gen Z. Penelitian dari Resolution Foundation (RF) menemukan bahwa lebih dari sepertiga pemuda usia 18 hingga 24 tahun menderita gangguan mental umum seperti depresi atau kecemasan. Jumlah ini jauh lebih tinggi daripada sebelumnya.
- Suhu Permukaan Laut Sangat Meresahkan, Hanya Terjadi dalam 284.000 Tahun
- Melihat Tantangan Perbankan dalam Menyalurkan Kredit ke EBT
- Sri Mulyani Sebut Makan Siang Gratis Bikin Defisit APBN 2025 Naik
Lonjakan ini terutama terjadi di kalangan wanita. Dua dari lima wanita di Inggris cenderung melaporkan gangguan mental umum, dibandingkan dengan seperempat pria.
Ada beberapa teori tentang penyebab meningkatnya masalah kesehatan mental ini, seperti berkurangnya layanan publik atau berkurangnya stigma terhadap pembicaraan tentang kesehatan mental.
Meningkat 2 Kali Lipat
Analisis RF menemukan bahwa jumlah pemuda yang absen dari pekerjaan karena masalah kesehatan telah meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.
Dampaknya juga terlihat pada hasil kerja. Orang yang mengalami kesulitan kesehatan mental lebih mungkin bekerja dalam pekerjaan berbayar rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih sehat.
Tren ini menciptakan perpecahan di tempat kerja antara generasi, yang berdampak negatif pada produktivitas. Lebih dari sepertiga karyawan Gen Z melaporkan diri mereka tidak produktif.
Penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan komunikasi antara karyawan muda dan manajer mereka yang lebih tua menjadi salah satu penyebab produktivitas rendah ini.
- IHSG Masih Rawan Koreksi, Saham EXCL, GOTO, HMSP, dan PTRO Menarik Disimak
- PGN (PGAS) Anggarkan Rp3,54 Triliun Untuk Bangun Jargas, Bagaimana Prospek Sahamnya?
- BI Umumkan Suku Bunga Hari Ini, Saham MDKA hingga ERAA Patut Dicermati
"Peningkatan pengangguran di kalangan pemuda karena masalah kesehatan mental adalah tren yang nyata dan meningkat. Ini mengkhawatirkan karena pemuda yang baru memasuki usia dewasa mereka lebih mungkin mengalami pengangguran akibat masalah kesehatan dibandingkan dengan mereka yang lebih tua," kata peneliti RF.
Penelitian menunjukkan bahwa pemuda Gen X pada tahun 2000 memiliki jumlah kasus gangguan mental yang terendah yang pernah tercatat.
Meskipun pandemi COVID-19 kemungkinan memperburuk situasi ini, masalah kesehatan mental yang dihadapi generasi ini lebih kompleks dan merupakan akumulasi dari tren yang sudah berlangsung sebelumnya.
Salah satu faktor penyebabnya adalah lingkungan pendidikan yang semakin menekan. Perguruan tinggi telah menjadi tempat dimana masalah kesehatan mental semakin sering terjadi. Tiga dari lima mahasiswa melaporkan mengalami gangguan kesehatan mental.
Namun demikian, universitas masih menjadi jalan terbaik bagi pemuda untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibayar, meskipun ini juga meningkatkan risiko kesehatan mental mereka.
Wanita Gen Z secara konsisten melaporkan tingkat gangguan kesehatan mental yang lebih tinggi. Hampir sepertiga perempuan usia 17-19 tahun mengalami gangguan mental.
RF mendorong sektor-sektor yang mempekerjakan banyak pemuda untuk memperkenalkan manajer yang lebih sadar akan masalah kesehatan mental untuk meningkatkan kesejahteraan para pemimpin masa depan.