Masih Evaluasi, Kebijakan HGBT Pantaskah Dilanjutkan?
- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan tetap mendukung apapun keputusan pemerintah terkait kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang akan habis tahun ini.
Energi
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan tetap mendukung apapun keputusan pemerintah terkait kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang akan habis tahun ini.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro menyebut, SKK Migas selalu siap memberikan masukkan yang dibutuhkan pemerintah untuk mempertimbangkan keberlanjutan atau penghentian kebijakan HGBT industri.
"HGBT itu dalam wewenang pemerintah kami SKK Migas pada prinsipnya mendukung segala keputusan yang ada," katanya saat ditemui di kawasan Cikini dilansir Selasa, 19 Maret 2024.
- IHSG Bakal Konsolidasi, Saham ERAA, BBNI, dan BBRI Layak Diburu
- Portofolio Ekonomi Syariah di Indonesia akan Besar
- Dari Mi Instan hingga Go-To Tampil di China Cross-border E-commerce
Terkait kontribusi HGBT ke pajak dan penerimaan negara yang disebutkan beberapa pihak minim, Hudi menyebut segala perhitungan dan keputusan terkait perpanjangan maupun penghentian tetap akan diserahkan kepada pemerintah sebagai pihak yang berwenang.
Menurut Hudi saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian terkait sedang melakukan evaluasi bersama termasuk menganalisa dampak kebijakan HGBT terhadap penerimaan negara.
Sekadar informasi, adanya pengurangan penerimaan negara itu sebagai konsekuensi dari aturan kept whole contractor yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Pemerintah harus memastikan tidak adanya pengurangan penerimaan kontraktor dari program HGBT.
Realisasi HGBT Selama Ini
Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$6 per MMBTU kepada tujuh industri yang diberlakukan Pemerintah sejak 2020.
Sebanyak 7 sektor penikmat HGBT saat ini terdiri atas sektor industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, hingga sarung tangan karet. Seluruhnya mendapatkan pasokan gas di bawah harga pasar yakni US$6 per MMBTU.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2020-2021 ketika kebijakan HGBT diimplementasikan, terdapat peningkatan pendapatan perpajakan sebesar 20% dari industri penerima kebijakan HGBT dengan pendapatan pajak sebesar Rp15,3 triliun pada tahun 2021.
Pada tahun 2021, seluruh sektor industri penerima kebijakan HGBT mencatatkan pertumbuhan perpajakan yang bernilai positif. Peningkatan terbesar berasal dari sektor sarung tangan karet, yang mengalami peningkatan hingga 3,5 kali.
Sementara untuk tahun 2021, jumlahnya penyerahan harian pasokan gas bumi untuk sektor industri tertentu meningkat dari 1.197,82 BBTUD menjadi 1.241,01 BBTUD melalui revisi Kepmen ESDM Nomor 89 tahun 2020 menjadi Kepmen ESDM Nomor 134 tahun 2021 dengan realisasi 87,06%.
Pada tahun 2022, jumlahnya meningkat menjadi 1.253,81 BBTUD sesuai Kepmen ESDM Nomor 134/2021 dengan realisasi hingga Desember 2022 sebesar 81,38%.
HGBT Gerus Laba PGN
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) alias PGN mencatat adanya penurunan margin pada 2023. Laba bersih tahun lalu terpantau sebesar US$278,09 juta atau setara Rp4,29 triliun (kurs jisdor Rp15.439 per satu dolar).
Namun, perolehan laba bersih entitas PT Pertamina (Persero) ini mengalami penyusutan sebesar 14,7% year-on-year (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni US$326,23 juta.
Hal tersebut menyusul adanya kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk tujuh industri yang dipatok maksimal US$ 6 per MMBTU. Seperti diketahui, PGN telah menjalankan penugasan HGBT kepada sektor industri dan kelistrikan sejak April 2022.
Beban ini naik 4,47% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$2,78 miliar.
Gendutnya beban pokok pendapatan yang menggerus laba bersih PGN juga sudah terjadi sejak 2022. Pada tahun pertama implementasi HGBT, laba bersih PGN masih tetap tumbuh jadi US$401,34 juta dibandingkan dengan keuntungan 2021 yakni US$364,53 juta.
Di satu sisi, beban pokok pendapatan yang ditanggung juga naik jadi US$2,78 miliar dari semula US$2,44 miliar pada 2021.