<p>Ilustrasi Mata Uang Kripto / Pixabay.com</p>
Fintech

Masih Jadi Perdebatan, Apakah Aset Kripto Halal atau Haram?

  • Hingga saat ini, masih banyak pihak yang memperdebatkan apakah aset kripto termasuk sesuatu yang halal atau haram dalam hukum Islam.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Hingga saat ini, masih banyak pihak yang memperdebatkan apakah aset kripto termasuk produk yang halal atau haram dalam hukum Islam.

Salah satu lembaga yang menganggap aset kripto haram adalah Dar al-Ifta, badan keagamaan tertinggi di Mesir. Mufti Mesir Dr. Shawki Allam menyatakan bahwa perdagangan dengan menggunakan Bitcoin memiliki potensi risiko kecurangan atau pemalsuan.

"Bitcoin dapat membahayakan keamanan sosial dan ekonomi negara. Bitcoin bukan yang pertama di pasar valuta asing, tapi ada banyak mata uang digital lainnya yang dikenal dengan nama kripto," ujar Shawki dikutip dari Egypttoday, Kamis, 19 Mei 2022.

Kemudian, lembaga lain yang mengharamkan aset kripto adalah Diyanet, lembaga Direktorat Urusan Agama Turki. Lembaga itu menilai bahwa aset kripto tidak sesuai dengan ajaran agama Islam karena mengandung unsur spekulasi dalam mengukur nilainya.

“Pembelian dan penjualan aset kripto tidak sesuai menurut agama saat ini karena fakta bahwa mereka terbuka untuk spekulasi dalam hal nilai dan mereka dapat dengan mudah digunakan  dalam perbuatan ilegal seperti pencucian uang. Mereka juga jauh dari pemeriksaan dan pengawasan negara,” tulis Diyanet dalam keterangan resminya dikutip dari Hurriyet Daily News, Kamis, 19 Mei 2022.

Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah pun pernah menerbitkan fatwa yang menyatakan bahwa penggunaan kripto adalah haram hukumnya.

Selain sifat spekulatif, PP Muhammadiyah juga memandang mata uang kripto sebagai sesuatu yang mengandung gharar (ketidakjelasan) karena tidak memiliki underlying-asset yang menjamin, misalnya emas. 

Sementara itu, ada juga lembaga yang menghalalkan aset kripto. Di antaranya The Shariyah Review Bureau (SRB) sebagai lembaga konsultan syariah internasional yang berbasis di Bahrain. Firma itu pun sudah memperoleh surat izin dari bank sentral Bahrain untuk mengeluarkan fatwa halal terkait kripto.

Selanjutnya, ada Dewan Penasihat Syariah Dunia yang pada tahun 2018 telah memberikan sertifikasi halal terkait pengiriman uang untuk NOORCOIN, perusahaan kripto yang berbasis di Singapura.

Lalu ada juga Majelis Penasihat Syariah Malaysia yang sempat menandatangani nota kesepahaman dengan IncuBlock, pengembang jaringan blockchain di Korea Selatan untuk perancangan teknologi rantai blok berstandar syariah.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dalam gelaran Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) VII yang berlangsung pada 9-11 November 2021, ada tiga aturan yang ditetapkan terkait aset kripto:

1. Kripto dianggap haram jika dipergunakan sebagai mata uang karena  potensi dharar (kerugian). Selain itu, transaksi dengan aset kripto pun dinilai bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa mata uang yang resmi di dalam negeri adalah rupiah.

2. Kripto dianggap halal selama digunakan sebagai aset atau komoditi digital. Namun, aset itu harus memenuhi syarat sebagai sil'ah atau sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dan mengandung manfaat.

3. Kripto yang tidak memenuhi syarat sebagai sil'ah secara syar'i dianggap tidak sah untuk diperjualbelikan. Aset yang dianggap tidak bisa menjadi sil'ah berarti mengandung unsur gharar (ketidakjelasan), dharar (kerugian), dan qimar (transaksi yang tidak baik).

Di Indonesia, transaksi aset kripto sebagai instrumen investasi diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Lembaga itu memastikan aset kripto yang beredar memiliki legalitas dan underlying yang jelas sehingga dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aset kripto yang diresmikan oleh Bappebti telah memenuhi syarat dari MUI untuk mendapatkan cap halal. Mengacu pada fatwa MUI. Apabila aset kripto tidak dilegalkan oleh Bappebti dan mengandung underlying yang jelas, maka instrumen itu menjadi haram hukumnya.

Selain itu, selama aset kripto dipergunakan sebagai instrumen investasi dan tidak dipakai untuk alat transaksi, maka MUI menilainya sebagai sesuatu yang halal dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.