artik kutub utara.jpg
Tekno

Masih Jadi Tanda Tanya, Mengapa Zaman Es Terakhir Berakhir?

  • Hampir 10.000 tahun yang lalu, Bumi keluar dari zaman es terakhirnya. Hamparan es yang luas di sekitar kutub mencair, melelehkan gletser yang menutupinya selama hampir 100.000 tahun.

Tekno

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Hampir 10.000 tahun yang lalu, Bumi keluar dari zaman es terakhirnya. Hamparan es yang luas di sekitar kutub mencair, melelehkan gletser yang menutupinya selama hampir 100.000 tahun.

Pertanyaanya mengapa setelah periode dingin yang begitu lama, zaman es akhirnya berakhir? Para ilmuwan masih mencari jawabannya.

"Salah satu pertanyaan besar dalam bidang penelitian saya saat ini adalah mengapa zaman es terakhir berakhir," kata Brenda Hall, seorang ahli geologi glasial dan profesor ilmu bumi dan iklim di University of Maine.

Hall  kepada Live Science Sabtu 24 Juni 2023 mengatakan bahwa penjelasan tradisional - dan jawaban singkat - mengapa zaman es dimulai dan diakhiri adalah serangkaian eksentrisitas dan goyangan di orbit planet. Fenomena  yang dikenal sebagai siklus Milankovitch. 

Namanya diambil dari ilmuwan Serbia Milutin Milankovitch, siklus ini menggambarkan pola orbit Bumi dan kemiringan sumbu. Seiring waktu, orbit planet kita mengelilingi matahari berubah dari lebih melingkar menjadi lebih berbentuk telur. Pada saat yang sama, poros planet kita cenderung miring dan bergoyang.

Milankovitch menemukan bahwa faktor-faktor ini bergabung secara berkala untuk menyebabkan tanah pada 65 derajat lintang utara (paralel yang melintasi Kanada, Alaska, dan sebagian Eurasia) menjadi lebih hangat dari biasanya. Dia  berteori bahwa pemanasan ini dan kemudian pendinginan berikutnya di Belahan Bumi Utara menjelaskan siklus planet zaman es — atau glasial — dan periode yang lebih hangat — atau interglasial.

"Sederhananya, kita dapat mengatakan bahwa zaman es sejalan dengan osilasi Milankovitch ini," kata Hall. "Tapi kami tidak tahu persis mengapa."

Namun,  meski ada bukti bahwa siklus Milankovitch mendorong pasang surut zaman es, banyak ahli glasiologi modern tidak menganggap hubungan siklus tersebut  dengan zaman es benar-benar terbukti. 

Salah satu masalah adalah ketika gletser di Belahan Bumi Utara mencair, gletser di Belahan Bumi Selatan juga mencair. Tetapi dengan penjelasan tradisional, tidak jelas bagaimana pemanasan di satu belahan bumi akan mencairkan gletser di belahan bumi lain. Padahal seharusnya  ketika perubahan intensitas sinar matahari yang didorong oleh Milankovich  akan menghasilkan suhu lebih hangat di utara, maka  akan menyebabkan penurunan suhu di selatan. 

Dalam beberapa tahun terakhir, ahli glasiologi telah mencoba untuk mengisi celah antara apa yang kita ketahui tentang siklus Milankovitch dan zaman es di Bumi. Hall mengatakan  mata rantai yang hilang perlu menjelaskan bagaimana siklus ini mendinginkan dan menghangatkan seluruh planet sekaligus. Bukan  hanya satu belahan bumi pada satu waktu. "Harus ada cara untuk membuat seluruh dunia benar-benar memanas sekaligus," kata Hall.

Salah satu penjelasan yang mungkin adalah ketika Belahan Bumi Utara mulai menghangat sekitar 13.000 tahun yang lalu. Air lelehan dan gunung es membanjiri Samudra Atlantik Utara, menyebabkan pendinginan sementara di Belahan Bumi Utara yang dikenal sebagai periode Younger Dryas (12.900 hingga 11.700 tahun yang lalu). 

Ada beberapa bukti bahwa Younger Dryas mempengaruhi arus lautan dengan cara yang menyebabkan Atlantik Selatan memanas, mengaduk lautan dalam prosesnya dan melepaskan berton-ton karbon dioksida yang tersimpan ke atmosfer. Ini  pada gilirannya menyebabkan gletser di Belahan Bumi Selatan mencair selama 1.500 tahun ke depan. Hasil akhirnya kemungkinan adalah atmosfer yang lebih kaya karbon yang terus menghangatkan kedua belahan bumi, mengangkat planet ini keluar dari periode glasial.

Hipotesis lain, yang diterbitkan pada tahun 2021, menunjukkan bahwa panjang dan intensitas musim dingin di Belahan Bumi Selatan dapat menentukan kapan zaman es berakhir. Di permukaan, ini terdengar seperti kebalikan dari teori Milankovitch, yang menunjukkan bahwa musim panas belahan bumi utara mendorong perubahan iklim. 

Namun, musim dingin yang panjang di Belahan Bumi Selatan mengubah pola angin di dekat daerah tropis. Ini  sering menimbulkan badai di wilayah Samudra Pasifik yang dikenal sebagai Kolam Hangat Tropis. Wilayah samudra yang menyimpan dan melepaskan panas dalam jumlah besar. 

Angin yang berubah dapat menciptakan badai di daerah ini yang pada gilirannya melepaskan uap air dalam jumlah besar yang dapat bertindak sebagai gas rumah kaca.

Gagasan lain adalah bahwa air asin yang mengalir dari Samudra Hindia ke Samudra Atlantik membantu mengakhiri zaman es terakhir.  Samudra Hindia menjadi sangat asin karena penurunan permukaan laut telah memutus arus kritis yang mengalir dari Pasifik ke Samudra Hindia, Biasanya  arus ini mengencerkan perairan tropis India yang sangat asin. 

Perubahan pola dan arus angin di Samudra Hindia dapat menyebabkan Samudra Hindia membuang berton-ton air asin yang pekat ke Samudra Atlantik, mengubah arus dan suhunya di belahan bumi Utara dan Selatan.

Diperlukan lebih banyak bukti untuk mengetahui dengan pasti apakah salah satu dari hipotesis ini benar-benar dapat menjelaskan mengapa zaman es terakhir berakhir. Tapi ahli glasiologi terus menyelidiki kasus dingin ini.