<p>Petugas melakukan pengisian token listrik di instalasi meteran listrik Rusun Benhil, Pejernihan, Jakarta, Jum&#8217;at, 9 April 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Masih Lambat, Butuh Investasi Rp12,02 Triliun Buat Genjot Rasio Elektrifikasi di Indonesia

  • JAKARTA – Perkembangan rasio elektrifikasi dari awal tahun hingga Mei 2021 baru bertambah 0,08%. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui, upaya melistriki seluruh Indonesia saat ini mengalami perlambatan. “Ini karena domisili masyarakat yang belum menikmati listrik berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Mereka memiliki tantangan dari kondisi geografi dan demografinya,” jelasnya […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Perkembangan rasio elektrifikasi dari awal tahun hingga Mei 2021 baru bertambah 0,08%.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui, upaya melistriki seluruh Indonesia saat ini mengalami perlambatan.

“Ini karena domisili masyarakat yang belum menikmati listrik berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Mereka memiliki tantangan dari kondisi geografi dan demografinya,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang dikutip, Senin, 7 Juni 2021.

Apabila dihitung secara keseluruhan, hingga Maret 2021, rasio elektrifikasi sendiri mencapai 99,28% dan rasio desa berlistrik 99,59%. Artinya, masih ada 0,72% rumah tangga dan 0,41% desa di seluruh Indonesia yang belum berlistrik.

Rida pun menyebut sudah merancang target kedua rasio listrik ini bisa mencapai 100% pada tahun depan. Hal ini dituangkan dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

“Ini menjadi perhatian yang kemudian kami kejar, baik untuk rasio elektrifikasi maupun rasio desa berlistrik. Kami pastikan agar akses energi bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia di mana pun mereka berdomisili,” terangnya.

Butuh Investasi Rp12,02 Triliun

Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan investasi sebesar Rp12,02 triliun. Apabila dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersedia kurang dari jumlah tersebut, maka target 100% akan bergeser ke tahun berikutnya.

“Kami sudah hitung kira-kira butuh Rp12,02 triliun. Kalau dananya ada hanya Rp5 triliun, ya berarti bergeser target 100 persen rasio elektrifikasinya ke tahun berikutnya,” kata Rida.

Selain rasio elektrifkasi, terdapat dua program lain yang menjadi sasaran utama pemerintah, yaitu rasio desa berlistrik dan tingkat mutu pelayanan. “Tiga hal ini akan menjadi komponen utama dalam Program Indonesia Terang,” jelas Rida.

Strategi Gandeng PLN

Guna memenuhi target tersebut, terdapat sejumlah strategi yang disiapkan pemerintah bersama PLN. Beberapa di antaranya yakni memasifkan perluasan jaringan (grid extension) dengan penyambungan desa atau rumah tangga yang dekat dengan grid PLN. Terdapat 24 desa untuk perluasan jaringan di tahun 2021.

“Strategi ini sangat situasional dan menyesuaikan survei di lapangan tergantung wilayahnya,” kata dia.

Selanjutnya, ada mini grid, yaitu pembangunan pembangkit berbasis EBT setempat untuk kelompok masyarakat yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau. Terdapat 37 desa di tahun 2021.

Terakhir, ada pembangunan pembangkit EBT, Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL), dan Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) diperuntukan bagi masyarakat yang bermukim tersebar (scattered). Terdapat 20.711 unit APDAL atau yang dikenal tabung listrik untuk 285 desa di tahun 2021 berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) 2021 dan SPEL oleh PLN.

Startegi lain yang tengah diupayakan oleh pemerintah adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga suiya (PLTS) dan listrik desa. Harapannya, dengan cara ini daerah terpencil yang ada di pelosok Indonesia bisa mendapatkan listrik dengan pembangunan pembangkit yang mudah dan murah.

Tak hanya itu, Rida juga akan mengizinkan PLN membangun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) apabila membangun di daerah terpencil.

“Saya bilang kepada PLN, ya, tidak apa-apa kalau harus pakai PLTD, saya tutup mata deh. Yang penting daerah pelosok ini nyala dulu listriknya. Nanti baru, misalnya, dalam waktu lima tahun PLTD itu kemudian diganti dengan yang EBT,” ujar Rida.

Selain pembangunan pembangkit, menurut Rida, hal yang perlu diperhatikan adalah membangun transmisi listrik ke daerah terpencil. Menurut Rida, saat ini pembangunan transmisi sudah digencarkan agar interkoneksi bisa berjalan. (RCS)