Masih Proses Pemulihan, Industri Otomotif dan Suku Cadang Minta Insentif
JAKARTA – Industri otomotif dan suku cadangnya diprediksi belum akan pulih pada tahun ini. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengatakan, saat ini kondisi pengusaha ban masih terus bertahan dalam menjalankan bisnis. “Masyarakat umumnya jarang melakukan perjalanan di masa pandemi, jadi penggunaan ban mobil juga semakin berkurang. Masyarakat masih menunda kebutuhan yang […]
BisnisAsia
JAKARTA – Industri otomotif dan suku cadangnya diprediksi belum akan pulih pada tahun ini. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengatakan, saat ini kondisi pengusaha ban masih terus bertahan dalam menjalankan bisnis.
“Masyarakat umumnya jarang melakukan perjalanan di masa pandemi, jadi penggunaan ban mobil juga semakin berkurang. Masyarakat masih menunda kebutuhan yang bersifat sekunder,” menukil siaran resmi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Selasa, 26 Januari 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Aziz bilang, pengusaha ban saat ini hanya memproduksi barang berdasarkan permintaan. Tingkat pemanfaatan pabrik ban tahun lalu pun hanya sebesar 50-60%. Di samping itu, tingkat utilitas ban per November 2020 juga kurang dari 100%.
Adapun untuk 2021, tingkat pemanfaatan pabrik ban ditargetkan bisa meningkat 70% seiring dengan pulihnya permintaan. Penjualan ban juga diharapkan mencapai 750 ribu unit atau tumbuh 50% dari tahun lalu.
Terkait hal ini, Aziz berharap fasilitas tarif preferensi umum (generalised system of preference (GSP) bisa menjadi solusi mendongkrak volume ekspor ban ke Amerika Serikat (AS).
GSP merupakan fasilitas perdagangan dalam bentuk pengurangan tarif bea masuk pada sejumlah produk Indonesia. Produk yang dimaksud umumnya dinilai kurang berdaya saing di pasar AS dibandingkan dengan produk sejenis dari negara lain. Pada Agustus 2020, GSP Amerika senilai US$1,6 miliar dianggap telah menolong industri ini.
Minta Dukungan Insentif
Adapun dari pihak Gaikindo, pihaknya juga berharap pemerintah memberikan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebesar 5%. Pasalnya, angka PPnBM selama ini variatif, paling rendah masih berkisar 10% untuk jenis mobil seperti minibus (multipurpose vehicle, MPV).
“Kami usulkan relaksasi tarif pajak PPnBM sebesar 5 persen untuk mobil tertentu saja. Khususnya mobil produksi dalam negeri dan mobil seharga Rp250 juta ke bawah,” kata Ketua I Gaikindo Jonkie D Sugiarto.
Jongkie menilai, mobil produksi dalam negeri yang berharga di bawah Rp250 juta layak mendapatkan insentif. Harapannya, diskon pajak dapat mengungkit penjualan mobil Tanah Air.
Ia mencontohkan, insentif serupa juga berlaku di Thailand dan Vietnam. “Ini tidak untuk seterusnya, misal hanya enam bulan, habis itu tarif kembali normal, mungkin dari produksi sekarang yang hanya 50.000 bisa naik 60.000-70.000, produsen komponen juga terangkat,” tambahnya.
Terlebih, pabrik mobil dan komponen juga menyerap tenaga kerja mencapai 300.000-400.000 karyawan. Saat ini, produsen mobil memberlakukan operasional kerja secara shift karena produksi yang menurun dari rata-rata mencapai 90.000 per bulan saat sebelum pandemi.
Jongkie mengakui, memang ada sedikit ketakutan dari pasar mobil bekas bila pemerintah memberikan diskon pajak PPnNM. Akan tetapi, dampak dari stimulus ini tidak akan terasa lama.
“Pasar mobil bekas ini terbatas. Lalu, pada saat tarif mobil kembali normal, harga mobil bekas akan kembali normal,” ujarnya.