Masyarakat Pers Minta Jokowi Cari Jalan Terbaik Soal Publisher Rights
- Pada Senin 24 Juli 2023, hanya sepekan setelah dilantik, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memastikan naskah rancangan Perpres tersebut sudah disetorkan kepada Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden. Beberapa poin dalam naskah rancangan terakhir belum disepakati seluruh pemangku kepentingan di industri media.
Nasional
JAKARTA—Masyarakat pers meminta Presiden Joko Widodo mengkaji ulang naskah rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas atau Perpres Hak Penerbit/Publisher Rights.
Hal itu disampaikan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Indonesian Digital Association (IDA) dalam keterangannya, Rabu 2 Agustus 2023.
Pada Senin 24 Juli 2023, hanya sepekan setelah dilantik, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memastikan naskah rancangan Perpres tersebut sudah disetorkan kepada Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden.
Beberapa poin dalam naskah rancangan terakhir belum disepakati seluruh pemangku kepentingan di industri media. Platform digital seperti Google juga menolak draf Perpres dengan alasan berpotensi membatasi sumber berita bagi publik.
Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut menegaskan substansi Perpres tersebut seharusnya tidak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia. "Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas," katanya.
Namun, Wens mengingatkan platform digital juga perlu dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi di Indonesia. "Kebuntuan dalam pembahasan rancangan Perpres harus dipecahkan dengan mencari win win solution," katanya.
Designation Clause
Solusi yang sudah diterapkan di negara lain, misalnya "designation clause" yang ada dalam Media Bargaining Code di Australia, bisa diterapkan di Indonesia. Dengan pasal itu, hanya platform yang menolak berkontribusi secara signifikan pada upaya memperbaiki ekosistem media yang diwajibkan memenuhi ketentuan dalam peraturan.
Sampai saat ini, draft terakhir Perpres Publishers Rights yang beredar, tidak memasukkan klausul tersebut. Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito menegaskan pentingnya memastikan semua kompensasi dari platform untuk penerbit media benar-benar digunakan untuk membiayai produksi jurnalisme yang berkualitas. "Harus ada jaminan bahwa peraturan ini berdampak pada kesejahteraan jurnalis.”
Sasmito juga menekankan penting peraturan tersebut dapat diawasi dan ditegakkan oleh badan pelaksana atau komite yang independen dari kepentingan platform, industri media, maupun pemerintah.
Namun demikian, kewenangan badan pelaksana atau komite tersebut harus tunduk kepada UU Pers dan tidak mengambil kewenangan Dewan Pers. “Karena itu penting draft terakhir rancangan Perpres dibuka ke publik untuk mendapat masukan dan hasil terbaik," katanya.
Ketua Umum IDA Dian Gemiano mengungkapkan organisasinya sangat mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia. Namun pihaknya mengingatkan agar Perpres tidak menjadi langkah mundur untuk industri media digital di Indonesia.
“Harus dilihat pula risiko-risiko yang dapat mendisrupsi keberlangsungan bisnis media jika seluruh pemangku kepentingan belum sepakat dengan rancangan regulasi yang ada,” katanya.
- Pembakaran Alquran di Swedia dan Denmark Terus Terjadi
- SERIAL 1: Pasang Surut Judi di Indonesia, dari Abad ke-16 sampai Pasca Reformasi
- Daftar Tumpukan Utang BUMN Karya
Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan meminta agar regulasi semata mata untuk menciptakan rasa keadilan bagi seluruh penerbit media termasuk yang berskala menengah maupun kecil sehingga tercipta ekosistem media digital yang sehat, berkualitas, profesional dan mensejahterakan para jurnalisnya.
"Regulasi ini dibuat untuk memastikan media yang memproduksi dan melaksanakan kerja kerja jurnalistik yang berkualitas dapat terus tumbuh. Jangan sampai regulasi ini hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Sementara banyak penerbit kecil, lokal, dan independen, yang juga harus terlindungi oleh adanya aturan semacam ini," katanya.
Google Indonesia merespons rencana penandatanganan Perpres Publisher Rights ini dengan sebuah siaran pers pada 25 Juli 2023 yang menegaskan rencana mereka untuk tak lagi menayangkan konten berita di platformnya.
Aksi serupa pernah dilakukan Google di Australia dan Kanada. Di Australia, perusahaan teknologi itu akhirnya melunak setelah pemerintah setempat melakukan renegosiasi dengan tawaran win-win solution.
Jika ancaman Google benar-benar dilaksanakan, maka platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube, tidak akan lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia.
Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media juga berpotensi kehilangan miliaran rupiah pendapatan yang selama ini disalurkan oleh perusahaan teknologi raksasa tersebut. Publik juga bakal kehilangan akses pada informasi penting dan kredibel yang diproduksi redaksi media massa, di periode krusial menjelang Pemilihan Umum 2024.