Nasional

Masyarakat Tak Perlu Takut Mendodorkan Darah saat Pandemi

  • YOGYAKARTA – Bagi sebagian orang, Pandemi COVID-19 membuat mereka menjadi paranoid. Serba takut melakukan kegiatan hingga menjadi pendonor darah. Padahal saat ini, kebutuhan darah justru cukup tinggi. Menurut Wakil Ketua Bidang Unit Donor Darah PMI DIY, dr Suryanto, para pendonor darah tidak perlu takut jika ingin melakukan aksi donor darah. Apalagi saat ini belum ada […]

Nasional
Adhitya Noviardi

Adhitya Noviardi

Author

YOGYAKARTA – Bagi sebagian orang, Pandemi COVID-19 membuat mereka menjadi paranoid. Serba takut melakukan kegiatan hingga menjadi pendonor darah. Padahal saat ini, kebutuhan darah justru cukup tinggi.

Menurut Wakil Ketua Bidang Unit Donor Darah PMI DIY, dr Suryanto, para pendonor darah tidak perlu takut jika ingin melakukan aksi donor darah. Apalagi saat ini belum ada bukti secara pasti adanya penularan virus corona dari tranfusi darah.

“Selama prosedur pengambilan darah donor sesuai protokol, darah aman bagi pendonor. Prosedur tranfusi darah pada pasien COVID-19 dan non-COVID-19 tidak berbeda. Prosedur penggolongan darah, uji silang serasi, skrining antibodi tetap dilakukan seperti biasa sesuai standar,” ujar dia, Selasa (8/9/2020), seperti dikutip dari www.jogjaaja.com.

Suryanto melanjutkan, prosedur baku yang harus diperhatikan sebelum tranfusi adalah uji inkompatibilitas (identitas meliputi nama, nomor rekam medis. Kemudian melihat tanggal lahir, golongan darah, jenis komponen darah, perlakuan khusus komponen darah).

Monitoring dilakukan sebelum proses tranfusi, 15 menit setelah mulai tranfusi, dan setiap 30 menit sampai dengan proses tranfusi selesai. Berikutnya dilakukan setiap 30 menit sampai 2 jam pasca transfusi.

Monitoring Transfusi

“Pada pasien dengan kondisi yang berat (termasuk pasien COVID-19), proses monitoring dapat dilakukan dengan lebih ketat. Termasuk juga sebaiknya dilakukan proses monitoring secara khusus setelah proses tranfusi tersebut selesai, sesuai dengan kondisi klinis pasien. Proses monitoring sederhana yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan vital sign meliputi suhu, nadi. Di cek tekanan darah serta tanda reaksi tranfusi yang mungkin muncul,” imbuhnya.

Lebih jauh Suryanto, pada kondisi klinis pasien tertentu, misalnya pasien dengan kondisi demam maka juga harus diperhatikan seberapa tinggi demamnya. Beberapa rekomendasi menyatakan tranfusi tidak boleh dilakukan pada pasien demam dengan suhu di atas 39-40˚C.

“Pada kondisi pasien ini diupayakan menurunkan suhu terlebih dahulu untuk menghindari hemolisis dan reaksi tranfusi. Pasien dengan sesak nafas, masih dimungkinkan dilakukan tranfusi tergantung etiologi sesak nafas dan tetap dilakukan dengan pengawasan ketat,” tandasnya.

Karena itu, Suryanto menjelaskan pentingnya edukasi yang perlu disampaikan kepada pendonor supaya tidak khawatir datang ke Unit Tranfusi Darah (UTD). Diantaranya, pada saat wabah COVID-19 diberlakukan social atau physical distancing dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai upaya untuk mengurangi risiko penularan yang terjadi.

Di sisi lain kebutuhan transfusi bagi pasien non COVID-19 tetap harus dipenuhi. Dengan demikian kebutuhan pendonor untuk memberikan darahnya tetap tinggi, sehingga pada saat seperti ini pun pendonor tetap diharapkan untuk datang ke UTD untuk mendonorkan darahnya.

“UTD akan mengatur supaya prinsip social physical distancing dan PHBS tetap bisa dijalankan dengan cara pengaturan ruang pendaftaran, ruang tunggu, ruang donor serta penyediaan hand sanitizer dan tempat cuci tangan di lingkungan UTD. Kegiatan donor masal atau mobile unit tetap bisa dilaksanakan dengan koordinasi yang baik dan tetap memenuhi prinsip social distancing dan PHBS,” lanjutnya.

Saat ini, rata-rata stok setiap UTD PMI kabupaten/kota perhari dari mobil unit (MU) berbeda-beda sesuai jumlah RS yang dilayani dan jumlah penduduk ditargetkan kisaran minimal 50 kantong (target nasional). Sementara kebutuhan darah di DIY juga sangat bervariasi, secara global sekitar 150-300 kantong per hari.