Mau Tau Tentang Fintech Syariah? Simak Ulasan Lengkapnya!
Perbedaan besar antara fintech syariah dengan konvensional berada pada akad pembiayaannya saja.
JAKARTA – Industri keuangan berbasis syariah memang memilik ceruk pasar yang besar. Setelah banyak bermunculan perbankan syariah di dunia, industri financial technology (fintech) juga tidak mau kalah dengan munculnya sejumlah fintech syariah.
Platform finalcial technology peer-to-peer lending syariah pertama kali dikenalkan oleh Beehive yang berada di Dubai, Uni Emirat Arab pada 2014 lalu. Dengan menggunakan pendekatan peer to peer lending marketplace, Beehive berhasil menjadi kiblat sejumlah pelaku bisnis fintech di negara lain.
Perbedaan besar antara fintech syariah dengan konvensional berada pada akad pembiayaannya saja. Karena menggunakan embel-embel syariah, maka operasional dari hulu ke hilir fintech jenis ini harus tunduk terhadap hukum Islam.
Setidaknya, terdapat tiga prinsip syariah yang harus dijalani fintech jenis ini, yaitu tidak ada unsur bertaruh (maisir), tidak pasti (gharar), serta sistem bunga (riba’).
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dengan tidak adanya penerapan bunga, fintech syariah biasanya menggunakan sistem bagi hasil antara pendana, pihak fintech, dan peminjam. Bagi hasil akan dibagikan sesuai dengan tenor yang telah disepakati.
Jenis-jenis Akad Fintech Syariah
- Al-bai’
Akad ini terjadi antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga).
- Ijarah
Akad ini merupakan pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
- Mudharabah
Akad satu ini merupakan sebuah kerja sama suatu usaha antara pemilik modal dengan pengelola. Nantinya, keuntungan usaha dibagi di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Adapun kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal.
- Musyarakah
Tidak begitu berbeda dengan Mudharabah, akad ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam membangun suatu usaha. Salah satu pihak akan memberikan sejumlah modal dana usaha. Sedangkan jika terdapat kerugian, maka akan ditanggung oleh semua pihak secara proporsional.
- Wakalah bi al ujrah
Akad satu ini yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang disertai dengan imbalan berupa ujrah atau upah.
- Qardh
Ini merupakan akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan dana yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.
Regulasi
Pada dasarnya, industri fintech berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tiap fintech di Tanah Air wajib merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Khusus untuk fintech syariah di Indonesia juga diatur oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Secara mendasar konsep itu diatur dalam Fatwa DSN MUI Nomor 67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak Piutang Syariah. Lalu, dilanjutkan dengan Fatwa DSN MUI Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. (SKO)
Daftar Fintech Syariah Resmi Indonesia
Sampai saat ini, terdapat 11 entitas fintech syariah yang sudah terdaftar di OJK dan menjadi anggota Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), antara lain:
- ALAMI
- Ammana
- Dana Syariah
- Danakoo
- Duha Syariah
- Qazwa
- Bsalam
- Ethis
- Kapitalboost
- Papitupi Syariah
- Finteck Syariah