Warga Palestina berdiri di atas sebuah tank (Foto: Istimewa)
Dunia

Medos Dibanjiri Berita Hoax Seputar Perang Israel-Hamas

  • Ada rekaman lama dan daur ulang yang beredar secara online yang jumlahnya sangat banyak dan menyulitkan pengguna untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Beberapa jam setelah Hamas ,  menyerang Israel pada  Sabtu 7 Oktober 2023, platform media sosial X yang dulunya bernama Twitter dibanjiri dengan video, foto, dan informasi tentang kejadian tersebut. Dan banyak dari postingan tersebut menyesatkan tentang konflik tersebut.

Miles Cheong, komentator sayap kanan  Amerika menunggah video yang menurutnya menunjukkan pejuang Palestina membunuh warga Israel. “Bayangkan jika hal ini terjadi di lingkungan kita, pada keluarga Anda,” tulisnya.

Tetapi video itu salah fatal. Catatan Komunitas, fitur X yang memungkinkan pengguna menambahkan konteks ke postingan menyatakan,  orang-orang dalam video tersebut adalah anggota penegak hukum Israel. Bukan Hamas.

Meski demikian videonya masih tayang dan telah mengumpulkan jutaan tayangan. Dan ratusan akun X lainnya telah membagikan video tersebut. Beberapa di antaranya dengan tanda centang terverifikasi.

Juga beredar luas video yang menunjukkan seorang pejuang  Hamas menembakkan rudal dipanggul  besar   dan menjatuhkan sebuah helikopter Israel. Penelitian membuktikan rekaman tersebut berasal dari video game bernama Arma 3. Postingan tersebut yang juga telah memiliki Catatan Komunitas itu  masih aktif. Dan  telah ditonton lebih dari setengah juta kali..

Postingan palsu lain juga dilakukan  Jim Ferguson, seorang influencer media sosial asal Inggris. Dia  mengklaim menunjukkan tentara Hamas menggunakan senjata Amerika yang ditinggalkan di Afghanistan untuk menyerang Israel.

Namun menurut Catatan Komunitas, foto tersebut menunjukkan tentara Taliban tahun 2021. Bukan  bukan Hamas. Postingan Fergusson masih tersedia di platform tersebut dan  telah ditonton lebih dari 10 juta kali.

Itu hanya beberapa contoh dari banyaknya video palsu yang muncul salam perang Israel-Hamas. Bahkan sejumlah akun menyebarkan video yang diklaim Hamas menghancurkan tank Israel. Padahal tank yang meledak dahsyat itu adalah T-90M Rusia. Bukan Merkava Israel.

Dina Sadek, peneliti Timur Tengah di DFRLab Dewan Atlantik, mengatakan  narasi palsu lainnya yang dilihat timnya tersebar di platform adalah bahwa Hamas telah menerima bantuan dari dalam Israel untuk merencanakan serangan itu.

“Ada rekaman lama dan daur ulang yang beredar secara online yang jumlahnya sangat banyak dan menyulitkan pengguna untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak,” kata Sadek.

Disinformasi seputar serangan itu juga menyebar antar platform. “Beberapa video TikTok masuk ke X, dan beberapa rekaman yang pertama kali muncul di Telegram kemudian dilihat di X,” katanya.

Pada  Senin 9 Oktober 2023 X menyatakan ada lebih dari 50 juta postingan di platform tersebut selama akhir pekan tentang konflik tersebut. Sebagai tanggapan, perusahaan tersebut mengatakan  mereka telah menghapus akun-akun baru yang berafiliasi dengan Hamas. Juga akun yang berbagi video sadis  dan ujaran kebencian. X juga  memperbarui kebijakannya yang mendefinisikan apa yang dianggap layak diberitakan oleh platform tersebut.

Masih Bingung

Irina Raicu, Direktur Program Etika Internet di Santa Clara University mengatakan perusahaan-perusahaan besar ini masih bingung dengan penyebaran disinformasi. Mereka  tidak ada yang terkejut dengan hal tersebut.

Mereka mengeluarkan angka. Berapa  banyak postingan yang mereka hapus, berapa banyak akun yang mereka blokir, pengaturan apa yang mungkin ingin Anda ubah jika Anda tidak ingin melihat pembantaian.  “Apa yang tidak mereka keluarkan adalah metrik kegagalan mereka,” katanya.

Sedangkan Imran Ahmed, CEO Pusat Penanggulangan Kebencian Digital  kepada Al Jazeera apa yang terjadi menunjukkan informasi di media sosial jauh dari bisa dipercaya. “Banjirnya berita bohong orang-orang yang menyebarkan kebohongan dan kebencian mengenai krisis Israel-Gaza dalam beberapa hari terakhir, dikombinasikan dengan algoritma yang secara agresif mempromosikan konten ekstrem dan meresahkan, adalah alasan mengapa media sosial menjadi tempat yang buruk untuk mengakses informasi yang dapat dipercaya,” katanya.