<p>Kantor PT Timah di kawasan Gambir Jakarta Pusat. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Hukum Bisnis

Mega Korupsi PT Timah (Part 1): 6 Tahun, Pendapatan TINS Capai Rp76,4 T, Tapi Laba Bersihnya Cuma Rp1,2 T

  • Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengungkapkan potensi kerugian negara akibat kasus ini lebih besar daripada kerugian negara yang timbul dari perkara korupsi lain seperti kasus PT Asabri dan PT Duta Palma.
Hukum Bisnis
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

JAKARTA—Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan mega korupsi di PT Timah Tbk (TINS). Di antara para tersangka itu ada dua orang direksi yang menjabat selama periode 2016-2021. MRPT alias RZ merupakan Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016 s/d 2021, sementara EE alias EML menjabat Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017 s/d 2018.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengungkapkan potensi kerugian negara akibat kasus ini lebih besar daripada kerugian negara yang timbul dari perkara korupsi lain seperti kasus PT Asabri dan PT Duta Palma. “Kasus ini bukan cuma merugikan keuangan negara, namun juga kerugian perekonomian negara,” ungkap Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024. 

Dalam kasus korupsi PT Asabri, putusan inkrah memunculkan nilai kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun. Sedangkan dalam penyidikan korupsi alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma, inkrah dengan nilai kerugian negara mencapai Rp42 triliun.

Sejauh ini Kejagung belum mengungkap secara detail nilai mega korupsi yang melibatkan BUMN pertambangan ini.  Kuntadi menyebut penyidik Kejagung sudah mengantongi dua besaran jumlah uang yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk pada pembukuan 2019 dan 2022 senilai Rp975,5 miliar, dan Rp1,72 triliun. 

“Dua besaran uang tersebut merupakan angka potensi kerugian negara sementara yang sudah ditemukan tim penyidikannya,” katanya. Menilik laporan keuangan PT Timah Tbk (TINS) periode 2016-2021, perputaran uang di bisnis Timah yang berlokasi di provinsi Bangka Belitung ini memang sangat besar. 

Catatan keuangan PT Timah di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkap bahwa secara akumulatif selama periode 2016-2021 PT Timah berhasil mengantongi total pendapatan hingga sebesar Rp76,36 triliun. Namun dari pendapatan yang sangat besar itu, perseroan hanya mencatat laba bersih sebesar Rp1,23 triliun. 

Rendahnya laba bersih yang dikantongi perusahaan ini tidak lepas dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, terutama untuk biaya bahan baku dan pihak ketiga. Bahkan selama dua tahun berturut pada 2019 dan 2020, PT Timah mengantongi rugi bersih masing-masing senilai Rp611,28 miliar dan Rp340,602 miliar.   

Terpangkas Biaya Pendapatan

Tahun 2019 sesungguhnya merupakan tahun keemasan bagi PT Timah. Pasalnya saat itu bisnis perusahaan mampu mencapai level tertingginya. Dalam laporan tahunan 2019, M Alfan Baharudin, Komisaris Utama PT Timah Tbk menyampaikan total aset tahun 2019 meningkat 33,77% dibandingkan tahun 2018 yakni dari Rp15,22 triliun menjadi Rp20,36 triliun. 

Pendapatan usaha juga meningkat sebesar 75,21%, dari Rp11,02 triliun menjadi Rp19,30 triliun. Dari sisi operasional, pangsa pasar tahun 2019 meningkat  menjadi 19,74% dibandingkan tahun 2018 sebesar 9,46%. Volume produksi bijih timah, produksi logam timah dan penjualan logam timah tahun 2019 meningkat berturut turut sebesar 85,24%, 128,41%, dan 100,20% dibanding tahun 2018. 

“Namun demikian kerja keras yang dilakukan tersebut belum dapat membukukan kinerja keuangan yang menggembirakan, karena pada tahun 2019 Perseroan membukukan kerugian bersih sebesar Rp611,28 miliar,” demikian tulis M Alfan Baharudin dalam sambutannya di laporan tahunan PT Timah tahun 2019.

Laporan keuangan PT Timah mencatat, kendati berhasil meraih pendapatan jumbo, uang tersebut ludes untuk membayar beban dari pendapatan yang diperoleh. Secara akumulatif, total beban pendapatan perseroan selama periode 2016-2021 mencapai sebesar Rp 66,8 triliun. 

Mengutip laporan keuangan perseroan di tahun 2021, pada tahun tersebut beban pokok pendapatan yang dikeluarkan perusahaan mencapai Rp11,17 triliun, turun dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp14,09 triliun. Biaya tersebut diantaranya dipakai untuk jasa pihak ketiga sebesar Rp4,48 triliun, naik tajam daripada tahun 2020 sebesar Rp1,27 triliun.

Sementara biaya bahan baku menguras Rp2,0 triliun di 2021 dan Rp4,91 triliun tahun 2020.  Biaya besar lainnya digunakan untuk persedian awal. Masing-masing sebesar Rp3,33 triliun tahun 2021 dan Rp7,03 triliun tahun sebelumnya. 

Direktur Utama PT Timah Tbk Achmad Ardianto dalam laporan tahunan 2021 menyatakan berbagai inisiatif strategis pada kegiatan operasional yang dijalankan membuat mereka berhasil menurunkan komponen beban pokok pendapatan hingga sebesar 21% dari tahun sebelumnya. “Kami juga berhasil mengurangi pengeluaran untuk beban keuangan hingga sebesar 44%.”

Pada tahun 2021 ini terjadi pergantian direksi PT Timah. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa yang diadakan pada tanggal 23 Desember 2021, Perseroan memutuskan memberhentikan dengan hormat beberapa Direktur Perseroan, di antaranya adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yang menjabat sebagai direktur utama PT Timah sejak tahun 2016.