<p>Produk Batu Bara milik PT Timah Tbk / Dok. PT Timah Tbk</p>
Hukum Bisnis

Mega Korupsi PT Timah (Part 2): Saat Pendapatan Capai Rekor di Tahun Politik, Laba Perusahaan Justru Tekor

  • Penetapan RZ sebagai tersangka dalam kasus ini cukup mengagetkan. Pasalnya selama periode jabatannya, PT Timah selalu meraih rekor penjualan tertinggi. Kebetulan itu terjadi di tahun politik pada 2019.

Hukum Bisnis

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Skandal dugaan mega korupsi di PT Timah Tbk (TINS) telah menyeret mantan orang nomor satu di BUMN tambang itu sebagai salah satu tersangka. Jumat pekan lalu, 16 Februari 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah menetapkan MRPT alias RZ yang merupakan Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016 - 2021 sebagai terduga pelaku tindak pidana korupsi.

Sejauh ini Kejagung belum mengungkap secara detail nilai mega korupsi yang melibatkan BUMN pertambangan ini. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi menyebut penyidik Kejagung sudah mengantongi dua besaran jumlah uang yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk pada pembukuan 2019 dan 2022 senilai Rp975,5 miliar, dan Rp1,72 triliun. 

“Dua besaran uang tersebut merupakan angka potensi kerugian negara sementara yang sudah ditemukan tim penyidikannya,” katanya, Jumat. Penetapan RZ sebagai tersangka dalam kasus ini cukup mengagetkan. Pasalnya selama periode jabatannya, PT Timah selalu meraih rekor penjualan tertinggi. Kebetulan itu terjadi di tahun politik pada 2019.

Saat itu perusahaan ini mampu mencapai rekor pendapatan usaha sebesar Rp19,30 triliun, meningkat 75,21% dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp11,02 triliun. Peningkatan tersebut karena pertumbuhan pendapatan dari logam timah sebesar Rp7,98 triliun.

Dalam penjelasannya di laporan tahunan 2019, manajemen PT Timah menyatakan bahwa 98,27% logam timah produk perseroan untuk memenuhi pasar di luar negeri (ekspor) dan sekitar 1,73% untuk memenuhi pasar domestik. 

Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor timah, antara lain Asia yang meliputi Jepang, Korea, Taiwan, China, dan Singapura.  Sementara wilayah Eropa meliputi Swiss, Luksemburg, Jerman dan Belanda serta Amerika Serikat. 

Pencapaian target produksi biji timah dan logam timah tahun 2019 sebesar 213,63% dan 200,97%, berhasil melampaui target RKAP. Sayang, di tengah penjualan yang mencapai rekor, kinerja PT Timah juga mencapai level terburuk sejak tahun 2012. Pada tahun 2019 itu, perseroan menutup tahun dengan kerugian sebesar Rp611,28 miliar.

“Namun demikian kerja keras yang dilakukan tersebut belum dapat membukukan kinerja keuangan yang menggembirakan, karena pada tahun 2019 Perseroan membukukan kerugian bersih sebesar Rp611,28 miliar,” demikian tulis Komisaris Utama PT Timah Tbk M Alfan Baharudin dalam sambutannya di laporan tahunan PT Timah tahun 2019.

Utang Melonjak Tajam

Mengutip laporan keuangan PT Timah tahun 2019, secara bisnis perseroan memiliki sejumlah segmen usaha. Pertama, segmen pertambangan timah yang bergerak di bidang pertambangan dan peleburan timah. Kedua, segmen tambang batubara, ketiga, segmen kontruksi melalui PT Dok dan Perkapalan Air Kantung (DAK), yang bergerak di bidang perbengkelan, konstruksi, dan jasa perkapalan.

Segmen bisnis keempat adalah produksi tin chemical dan tin solder. Sementara PT Timah Karya Persada Properti (TKPP) yang bergerak di bidang properti dan Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) yang bergerak di bidang jasa kesehatan menjadi segmen kelima. 

Dari kelima segmen bisnis tersebut, pendapatan PT Timah didominasi bisnis tambang dan peleburan timah. Pada saat perseroan mencapai rekor pendapatan tertingginya di tahun 2019, segmen pertambangan timah ini mencatatkan total pendapatan sebesar Rp31,48 triliun, meningkat 66,65% dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar Rp18,89 triliun. 

Peningkatan tersebut karena meningkatnya volume produksi dan penjualan logam timah tahun 2019 dibandingkan periode tahun sebelumnya. Meski mengantongi pendapatan puluhan triliun rupiah, di akhir periode 2019 itu segmen bisnis pertambangan timah hanya mencatatkan keuntungan sebesar Rp95,43 miliar. 

Ke mana duit puluhan triliun dari bisnis pertambangan timah menguap? Laporan keuangan perseroan mengungkap, besarnya beban pendapatan menjadikan penghasilan PT Timah ludes. Total beban yang harus dibayarkan untuk segmen pertambangan timah ini di 2019 mencapai Rp31,38 triliun.

Beberapa biaya jumbo yang dikeluarkan PT Timah untuk membiayai bisnis pertambangan timah ini di antaranya adalah bahan baku timah dan jasa pihak ketiga. Tahun 2019, biaya bahan baku menyedot biaya Rp13,5 triliun, naik tajam daripada tahun sebelumnya sebesar Rp7,19 triliun. Sementara ongkos pihak ketiga melonjak dari hanya Rp 435,47 miliar tahun 2018 menjadi Rp 2,75 triliun tahun 2019. 

Jumlah aset segmen pertambangan timah pada tahun 2019 melonjak 31,49%  menjadi Rp21,80 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp16,58 triliun. Besarnya transaksi di bisnis pertambangan timah itu mendorong PT Timah menjadi sangat agresif dalam menarik pinjaman. Selain menerbitkan surat utang, perseroan juga berutang ke bank dan lembaga keuangan lain. 

Total obligasi dan sukuk yang di terbitkan pada akhir tahun 2019 mencapai Rp2,69 triliun, naik dari 2018 sebesar Rp 1,46 triliun. Sementara total pinjaman jangka pendek ke perbankan sebesar Rp8,79 triliun, naik hampir 90% daripada utang bank tahun 2018 sebesar Rp4,64 triliun. 

Lonjakan utang bank dan obligasi ini membuat PT Timah menanggung beban bunga sebesar Rp720,86 miliar, naik 141% daripada tahun sebelumnya. Dalam keterangan atas audit laporan keuangan PT TIMAH tahun 2019, Kantor Akuntan Publik Tanureja, Wibisana, Rintis & Rekan memberikan sejumlah penekanan. 

“Kami memberikan perhatian pada Catatan 41 atas laporan keuangan konsolidasi ini, yang mengindikasikan bahwa Grup mengalami rugi bersih sebesar Rp 611 miliar dan arus kas operasi negatif sebesar Rp2,08 triliun untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019.”

“Pada tanggal 31 Desember 2019, Grup memiliki pinjaman sejumlah Rp 9,41 triliun miliar yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan kedepan. Grup bergantung pada dukungan dari kreditur yang ada untuk perpanjangan beberapa fasilitas pinjaman yang ada dan kreditur baru untuk penerimaan fasilitas pinjaman baru,” demikian dikutip dari laporan tahunan PT Timah tahun 2019. 

Di tahun 2019, yang kebetulan bersamaan dengan agenda pemilihan umum dan pemilihan presiden, total utang PT Timah mencapai Rp 15,10 triliun, naik dibanding tahun 2018 sebesar Rp9,07 triliun. Namun setahun berikutnya, di 2020 utang PT Timah kembali kempes ke Rp9,57 triliun