Melalui Skema Gross Split, Eni West Ganal Sukses Temukan Cadangan Migas dalam 2 Tahun

JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016-2019 Arcandra Tahar ikut bersuara terkait temuan cadangan migas di Wilayah Kerja (WK) West Ganal yang dikelola oleh Eni West Ganal Ltd.

“Alhamdulillah, kita bersyukur dengan keberhasilan Eni West Ganal. Semoga temuan cadangan migas baru ini segera diikuti oleh blok-blok eksplorasi lainnya,” ujar Arcandra di Jakarta, Kamis, 10 Juni 2021.

Deputi Operasi yang juga Pelaksana Tugas Deputi Perencanaan SKK Migas Julius Wiratno sebelumnya mengungkapkan, ENI West Ganal Ltd berhasil menemukan cadangan migas pascapemboran sumur appraisal Maha-2 WK West Ganal, di lepas pantai Kalimantan.

• 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
• PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
• Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea

“Dari hasil uji produksi terbatas mencatat, keterkiriman gas yang mengalir sekitar 33,9 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD),” kata Julius.

Diketahui, WK Ganal merupakan salah satu lapangan migas yang diputuskan oleh Kementerian ESDM pada 2019 untuk menggunakan skema gross split.

Skema fiskal baru di bidang migas tersebut diperkenalkan oleh Arcandra Tahar untuk menggantikan skema cost recovery yang sepenuhnya menggunakan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Lebih jauh, Arcandra menjelaskan sistem gross split memungkinkan proses eksplorasi sebuah lapangan migas dapat dilakukan lebih cepat. Sebab, kontraktor tidak perlu menunggu lama terkait penentuan biaya eksplorasi dan eksploitasi.

Dalam skema ini, perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dengan kontraktor migas diperhitungkan sejak awal.

Manfaat Skema Gross Split

Melalui gross split, lanjutnya, penerimaan negara juga menjadi lebih pasti. Pemerintah akan memperoleh bagi hasil migas dan pajak sejak proses eksplorasi hingga eksploitasi.

Sementara kendali terhadap blok migas, tetap berada di tangan pemerintah. Hal ini karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta bagi hasil migas ditentukan oleh pemerintah.

“Salah satu tujuan gross split adalah mempercepat proses eksplorasi, dari sebelumnya lima sampai sepuluh tahun, menjadi kurang dari lima tahun. Seperti halnya blok West Ganal yang bisa menemukan cadangan migas hanya dalam dua tahun, tentunya banyak penghematan jika dibandingkan proses ekplorasi yang berlangsung hingga 10 tahun,” jelasnya.

Meskipun demikian, Arcandra menjelaskan salah satu tantangan terbesar di industri migas adalah penentuan teknologi. Apalagi jika teknologi tersebut hanya dimiliki oleh kontraktor tertentu, akan sulit dicari pembandingnya.

Namun, dalam gross split faktor teknologi, tidak akan lagi penghambat proses eksplorasi sebuah blok migas. Ini terjadi karena penentuan biaya sepenuhnya dilakukan oleh kontraktor, termasuk value dari teknologi yang mereka gunakan.

Menurut Arcandra, setiap sistem fiskal di sektor migas harus menjamin dan memberikan kepastian investasi, tanpa harus melakukan negosiasi kontrak kembali. Dengan demikian, investor juga mendapatkan benefit ketika situasi ekonomi atau harga minyak bergejolak.

Saat harga minyak sedang turun, misalnya, kontraktor migas akan tetap mendapat jaminan untuk memperoleh harga keekonomian. Sementara ketika terjadi rebound atas harga minyak, maka pemerintah juga harus mendapatkan bagi hasil yang lebih besar.

“Bagi kontraktor migas yang menggunakan gross split, ketika harga minyak turun, mereka akan dapat tambahan split dari gross revenue. Proses pengadaan juga lebih efisien karena tidak perlu proses birokrasi yang panjang. Dengan banyaknya efisiensi, termasuk dari aspek operasional, kontraktor dapat menaikkan net present value (NPV) mereka,” jelasnya