LRT City Jatibening merupakan salah satu dari 11 proyek hunian konsep Transit Oriented Development (TOD) yang sedang berjalan dari PT Adhi Commuter Properti (ADCP), pengembang properti terintegrasi dengan transportasi massal pertama dan terbesar di Indonesia. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Properti

Melihat Kontribusi Apartemen Terhadap Bisnis ADCP dan Perumnas

  • Hingga akhir tahun lalu, pendapatan dari lini bisnis apartemen meroket 280% menjadi Rp249,83 miliar dari tahun 2021 Rp65,73 miliar
Properti
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Konektivitas transportasi di Jabodetabek turut mendongkrak bisnis apartemen berkonsep transit oriented development (TOD).

Laporan Colliers Radar: 'Are TOD Apartments More Desirable?',  tingkat penjualan apartemen yang dekat dengan transit transportasi umum itu tumbuh hingga 10,3% pada akhir 2022. Colliers Indonesia Head of Research, Ferry Salanto mengatakan, proyeksi tersebut seiring dengan pengoperasian moda transportasi seperti mass rapid transit (MRT), light rail transit (LRT), busway, dan kereta rel listrik (KRL).

"Operasional LRT menambah yakin masyarakat untuk membeli apartemen TOD," kata Ferry dalam media briefing Colliers Kamis, 20 Juli 2023.

Melihat data tersebut, mari kita lihat bagaimana kontribusi apartemen terhadap bisnis PT Adhi Commuter Properti Tbk dan  Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas).

Adhi Commuter Properti

Sumber pendapatan anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk ini terbagi atas 3 segmen yakni property, hotel, dan operasi bersama. Ketiganya kompak menunjukkan pertumbuhan sepanjang 2022.

Di segmen property, ADCP memiliki banyak proyek berkonsep TOD. Sebut saja The Premiere MTH LRT City Tebet, tahun lalu pendapatan dari apartemen ini melonjak jadi Rp269,98 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp140,21 miliar.

Lalu ada Green Avenue yang terintegrasi dengan stasiun LRT Jatimulya, Bekasi. Apartemen seluas 19 hektare ini menyumbang Rp91,23 miliar pada tahun lalu, nilai itu menebal dari 2021 sejumlah Rp54,72 miliar.

Dari 11 proyek TOD milik ADCP, hanya Adhi City di Sentul dan Cisauk Point yang mengalami penurunan kinerja penjualan. Adhi City tahun lalu ‘hanya’ menyumbang Rp14,06 miliar, susut dari 2021 Rp19,54 miliar.

Sementara itu, pendapatan dari Cisauk Point longsor dari semula bisa meraup Rp118,21 miliar pada 2021 menjadi Rp8,97 miliar saja pada 2022. Jika diakumulasi, pendapatan ADCP meningkat 5,1% secara year-on-year (yoy) dari Rp564,68 miliar pada 2021 menjadi Rp592,68 miliar pada 2022.

Kendati pendapatan apartemen moncer, ADCP mencatat penurunan laba bersih 19% pada 2022 jika dibandingkan tahun sebelumnya walaupun pendapatan perseroan mengalami kenaikan.

Pasalnya, kenaikan pendapatan juga diiringi kenaikan beban. Salah satunya beban pokok penjualan yang naik 5,4% dari Rp416,88 miliar menjadi Rp439,5 miliar.

Kemudian, beban umum dan administrasi meningkat 12,6 dari Rp29,42 miliar menjadi Rp33,15 miliar, diikuti oleh beban lainnya yang naik 12,86% dari Rp12,44 miliar menjadi Rp14,04 miliar.

Dengan beban yang meningkat, laba bersih perseroan pun tergerus ke angka Rp105,1 miliar pada 2022 dari Rp130,36 miliar pada tahun sebelumnya.

Perum Perumnas

Perumnas memang berhasil mengerek pendapatan 2022 sebesar 31,16% menjadi Rp1,04 triliun pada 2022 dari tahun sebelumnya Rp795,60 miliar. Penyumbangnya berasal dari enaikan pendapatan Proyek TOD seperti apartemen Semesta yang mencatat kenaikan signifikan. 

Hingga akhir tahun lalu, pendapatan dari lini bisnis apartemen meroket 280% menjadi Rp249,83 miliar dari tahun 2021 Rp65,73 miliar. Meskipun tetap saja, kontributor utama pendapatan perseroan masih berasal dari segmen rumah tinggal dan ruko yang tahun lalu menghasilkan Rp617,04 miliar, turun dari 2021 Rp647,07 miliar.

Sayang, kenaikan pendapatan bersih Perumnas juga disertai dengan beban pokok pendapatan yang bengkak 73,80% dari semula Rp426,85 miliar menjadi Rp741,88 miliar pada 2022. Kenaikan beban pokok pendapatan berasal dari semua segmen usaha, bahkan oleh bisnis yang pendapatannya menurun.

Kemudian, Perumnas juga menanggung beban usaha yang naik jadi Rp365,36 miliar dan juga kenaikan beban keuangan  menjadi Rp378,16 miliar.

Besar pasak daripada tiang itulah yang membuat Perumnas merugi tahun lalu. Laporan keuangan Perumnas mengonfirmasi adanya rugi tahun berjalan sebanyak Rp429,79 miliar, lebih besar dari 2021 Rp355,84 miliar.