Rano_Karno_Gubernur.jpg
Nasional

Melihat Narasi Kampanye ‘Si Doel Anak Betawi’ Ala Rano Karno

  • Pada tahun 1961, peneliti asal Australia, Lance Castles, mencatat bahwa masyarakat Betawi hanya menyumbang sekitar 22,9% dari populasi Jakarta saat itu yang berjumlah 2,9 juta jiwa, di bawah etnis Sunda (32,85%), etnis Jawa (25,4%).

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA – Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rano Karno, semakin memperkuat identitasnya sebagai "anak Betawi asli" dalam kampanye Pilgub DKI Jakarta 2024.

Bersama pasangannya, Pramono Anung, yang maju sebagai calon Gubernur, Rano Karno menonjolkan sisi budaya Betawi yang telah melekat dalam dirinya, terutama melalui peran ikonisnya sebagai Si Doel dalam serial legendaris Si Doel Anak Sekolahan.

Pada hari Rabu, 28 Agustus 2024 yang lalu, pasangan ini secara resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. Mereka tiba dengan cara yang cukup unik, mengendarai opelet milik Rano Karno, kendaraan yang juga dikenal sebagai ikon dalam serial Si Doel. Opelet tersebut menjadi simbol kuat identitas Betawi yang kerap ia tampilkan.

Dalam kesempatan yang lain, Rano juga mengungkap bahwa Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, sempat membahas pentingnya menjaga masyarakat Betawi, khususnya setelah Jakarta tak lagi menjadi ibu kota negara. 

"Kamu tahu sebentar lagi Jakarta akan ditinggal. Enggak ada DKI lagi. Yang ada DKJ. I-nya udah enggak ada. Nah setelah I-nya enggak ada, ibu kota pergi, Jakarta mau jadi apa? Kamu kan Betawi. Bagaimana kamu memikirkan masyarakat Betawi itu," ujar Rano menirukan Mega, sehari sebelum pendaftaran calon gubernur, Selasa, 37 Agustus 2024, yang lalu, di Kantor DPP PDIP, Jakarta.

Tak hanya itu, dukungan dari komunitas Betawi juga terus mengalir. Baru-baru ini, Rano menerima kunjungan dari organisasi masyarakat (ormas) Betawi, Kembang Latar, di Warung Garasi Si Doel yang berlokasi di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. 

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Kembang Latar menyampaikan harapan agar Rano memperjuangkan ruang-ruang kesenian, seperti balai rakyat, yang kini semakin jarang ada di Jakarta,  jika terpilih. Menanggapi permintaan ini, Rano dengan antusias berjanji akan mempertimbangkan dan memperjuangkan hal tersebut.

"Dia berharap, bang kalau bisa, kalau memang abang jadi jangan sampai budaya Betawi kita ini hilang, mungkin tadi saya bilang ini secara nyata nih," ungkap Rano menirukan perwakilan ormas Kembang Latar, di Jakarta, Rabu, 4 September 2024 yang lalu.

Kampanye Rano yang menekankan budaya Betawi cukup menarik perhatian, mengingat masyarakat Betawi merupakan suku asli Jakarta. Meskipun demikian, masih menjadi tanda tanya seberapa kuat pendekatan budaya ini mampu menarik hati pemilih di kota metropolitan seperti Jakarta, yang dikenal sangat heterogen.

Dengan memadukan elemen budaya dan politik, Rano Karno dan Pramono Anung berusaha merebut simpati masyarakat dalam Pilgub DKI Jakarta 2024. Waktu akan menentukan apakah pendekatan ini berhasil menarik suara signifikan dari masyarakat Jakarta, khususnya dari komunitas Betawi.

Masyarakat Betawi Terusir dari Jakarta

Sebagai "anak Betawi asli," Rano terus mengangkat akar budayanya selama kampanye. Strategi ini mengundang perhatian publik, mengingat keberadaan masyarakat Betawi di Jakarta saat ini telah banyak berubah seiring perkembangan kota.

Nama "Betawi" sendiri diyakini berasal dari kata "Batavia," yang lama kelamaan berubah menjadi "Batavi," kemudian "Batawi," dan akhirnya disesuaikan dengan pelafalan lokal menjadi "Betawi." 

Menurut sejarawan Ridwan Saidi, Betawi bukanlah suku asli yang muncul dengan sendirinya, melainkan hasil dari percampuran budaya berbagai etnis yang menetap di Batavia, membentuk komunitas besar yang lambat laun menjadi identitas tersendiri. 

Ridwan Saidi juga mengungkap, teori lain yang menyebutkan bahwa nama Betawi mungkin berasal dari nama flora, mengingat beberapa wilayah di Jakarta juga dinamai berdasarkan tanaman, seperti Gambir, Bintaro, dan Krukut.

Namun, seiring perkembangan Jakarta menjadi kota metropolis, masyarakat Betawi mulai terpinggirkan. Kota ini kini dihuni oleh jutaan pendatang dari berbagai suku dan budaya. 

Banyak orang Betawi yang kini tinggal di wilayah sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang, karena kampung-kampung Betawi di ibu kota semakin terusir.

Bukan Suku yang Paling Besar Populasinya

Pada tahun 1961, peneliti asal Australia, Lance Castles, mencatat bahwa masyarakat Betawi hanya menyumbang sekitar 22,9% dari populasi Jakarta saat itu yang berjumlah 2,9 juta jiwa, di bawah etnis Sunda (32,85%), etnis Jawa (25,4%) dan diikuti oleh etnis lain seperti Tionghoa (10,1%), Melayu (2,8%), dan Minangkabau (2,1%). Saat itu, banyak orang Sunda dan Jawa berbondong-bondong pindah ke Jakarta yang sedang berkembang pesat di era Soekarno.

Sayangnya, data resmi terkait komposisi penduduk Jakarta saat ini berdasarkan suku bangsa tidak tersedia secara rinci. Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam dokumen berjudul “Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2023”, jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2023 mencapai sekitar 10,67 juta jiwa, naik sekitar 100 ribu jiwa dibandingkan dengan 2020. 

Namun, berapa jumlah masyarakat Betawi di antara angka tersebut tidak diketahui pasti. Data BPS 2010 mencatat bahwa populasi Betawi di Indonesia mencapai 6,8 juta jiwa atau sekitar 2,88% dari total penduduk Indonesia, dengan sebagian besar tinggal di luar Jakarta.

Dengan semakin beragamnya penduduk Jakarta yang kini dihuni oleh berbagai etnis dan budaya, muncul pertanyaan: seberapa efektifkah strategi Rano Karno yang menonjolkan budaya Betawi untuk menggaet hati pemilih di kota yang heterogen ini? Hanya waktu dan hasil Pilgub DKI 2024 yang bisa menjawabnya.