Memahami Sejarah dan Makna Sungkeman yang Biasa Dilakukan saat Momen Sakral
- Sungkeman juga menjadi sarana untuk melatih penyadaran diri, kerendahan diri, dan sopan santun.
Gaya Hidup
JAKARTA - Masyarakat Jawa memiliki tradisi yang kerap dilakukan saat momen sakral Lebaran dan prosesi pernikahan, yaitu sungkeman. Sungkeman dilakukan oleh seseorang kepada mereka yang lebih tua seperti keluarga dan kerabat.
Melansir dari berbagai sumber, tradisi sungkeman sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau dikenal juga sebagai Pangeran Sambernyawa.
Kala itu, setelah salat Idulfitri, Pangeran Sambernyawa akan mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh raja, permaisuri, para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Selanjutnya para punggawa dan prajurit melkaukan sungkeman kepada raja dan permaisuri.
- Puncak Arus Balik Diprediksi Terjadi Hari Ini, Angkutan Udara Mendominasi
- Mau Kirim 'THR' Lebaran Tanpa Ribet? Fitur BagiBagi BCA Bisa Jadi Pilihan
- INFO BMKG: Prakiraan Cuaca Hari Ini 25 April 2023 dan Besok untuk Wilayah DKI Jakarta
Tradisi ini kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam dan masyarakat umum. Hingga sekarang masyarakat Jawa masih melanjutkan tradisi ini sebagai wujud tanda bakti terhadap orang yang lebih tua.
Sungkeman dilakukan dengan cara berlutut atau berjongkok didepan orang tua yang duduk di tempat yang lebih tinggi. Lalu kedua tangan mengapit tangan orang tua dengan kepala menunduk sambil mengucapkan kalimat sungkem. Setelah selesai, diakhiri dengan mencium tangan orang tua.
Istilah sungkem berasal dari bahasa Jawa yang berarti sujud atau tanda bakti. Sungkeman memiliki makna sebagai bentuk bakti, permintaan maaf, rasa hormat, dan terima kasih dari anak kepada orang yang lebih tua. Gestur sungkeman yang merendah memiliki makna baik sebagai bentuk penghormatan.
Selain itu sungkeman juga menjadi sarana untuk melatih penyadaran diri, kerendahan diri, dan sopan santun.