Membandingkan Sikap AS dan China dalam Mendamaikan Konflik Negara Timur Tengah
- Pekan lalu, Arab Saudi dan Iran secara resmi mencairkan hubungan diplomatik yang telah renggang selama kurang lebih tujuh tahun
Dunia
BEIJING- Pekan lalu, Arab Saudi dan Iran secara resmi mencairkan hubungan diplomatik yang telah renggang selama kurang lebih tujuh tahun. Keberhasilan perdamaian dua negara tersebut dilakukan bersama dengan China sebagai negara penengah konflik.
Sayangnya, tak semua orang senang dengan keberhasilan tersebut. Melihat adanya kemajuan diplomatik China di Timur Tengah pasca-upaya perdamaian, banyak orang di Barat khawatir bahwa pengaruh China yang berkembang di wilayah tersebut merupakan ancaman bagi kepentingan AS dalam jangka panjang.
Selain itu, sebagian orang menganggap bahwa keberhasilan dan merupakan tanda kemunduran Amerika. Namun di sisi lain, sebagian orang menganggap kesuksesan China bukanlah indikasi keinginannya untuk menggeser kursi Amerika Serikat sebagai Polisi Dunia di wilayah tersebut .
- Studi Terbaru Memperkuat Viking Mencapai Benua Amerika 500 Tahun Sebelum Columbus
- 5 Rekomendasi Film Keluarga untuk Menemani Berkumpul Saat Lebaran
- Lokasi Salat Idulfitri Jumat 21 April di 2023 Bogor, Tangerang dan Bekasi
- 3 Rekomendasi Makanan Khas Semarang untuk Wisata Kuliner Saat Mudik Lebaran
Mengutip Insider Rabu, 19 Maret 2023, keberhasilan China mendamaikan dua negara Timur Tengah yang berseteru disebut sebagai buah dari pengamatan China terhadap kebijakan AS di Timur Tengah selama 20 tahun terakhir. Setelah pengamatan dilakukan, China kemudian mengoreksi pendekatannya sesuai dengan apa yang sekiranya terjadi di Timur Tengah.
Meski begitu, pencapaian China di Timur Tengah dianggap tidak ditentukan oleh perantaraan kesepakatan ini, tetapi oleh antisipasi dari aksi salah langkah Amerika selama 30 tahun terakhir.
Adapun kesalahan pertama Amerika dalam upaya pendamaian dua negara Timur tengah yang berkonflik ini adalah terkait tujuannya yang melampaui batas. Seperti diketahui, saat bertindak sebagai polisi dunia, AS mencoba mengerahkan kemauan politiknya di kawasan itu dengan paksa dan memperluas keterlibatannya di Timur Tengah di luar kepentingan keamanan dan ekonominya.
Namun di sisi lain, China memiliki pandangan yang jernih tentang kepentingannya di Timur Tengah dan yang lebih penting ada batasannya.
Sebagaimana diketahui, China adalah importir minyak mentah terbesar di dunia sedangkan Arab Saudi adalah pemasok utama minyak mentah China. China juga merupakan tujuan utama ekspor minyak mentah Saudi dengan nilai US$38,3 miliar, atau 27,8% dari pasar minyak mentah Arab Saudi pada tahun 2021. Demikian pula di Iran, China menyumbang 30% dari semua perdagangan luar negeri Iran tahun lalu.
Sama seperti sebelumnya, keterlibatan China di Timur Tengah akan terus berpusat pada keuntungan dan keamanan energi. Dalam Perjanjian Kerja Sama Strategis 25 Tahun China dan Iran , China mengindikasikan keinginannya untuk menginvestasikan US$400 juta dalam ekonomi Iran.
Negeri Tirai Bambu juga menyediakan jalur kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh paria yang sangat disanksi dengan imbalan akses ke pelabuhan Iran dan potongan harga minyak.
Faktanya, sebagian besar investasi China di Timur Tengah bergantung pada memastikan perdagangan bebas di Timur Tengah dan pasokan energi yang stabil, bukan keamanan. Pembangunan pelabuhan atau kawasan industri di Oman atau Mesir tidaklah sembarangan atau bernilai militer.
China cenderung mengorbit pada titik yang rentan untuk pasokan minyak yang stabil di wilayahTeluk Persia, Teluk Oman, Laut Merah, Selat Bab al-Mandeb, Selat Hormuz, dan Terusan Suez.
Kesalahan kedua Amerika terlalu berpihak. Dalam upaya perdamaian dua negara, AS terlalu berkomitmen melawan Iran dan meningkatkan kewajiban ke Arab Saudi. Berkebalikan dengan China, yang cenderung menolak kendala politik ideologis dan mengambil garis antara bekerja sama dengan keduanya tanpa mengasingkan keduanya.
Peran China sebagai mediator saat ini bukanlah poros yang agresif, tetapi kelanjutan dari kebijakan China yang sudah ada sebelumnya yaitu pendekatan teman dengan semua . China telah memastikan bahwa Arab Saudi dan Iran sama-sama mengetahui bahwa investasi China hanyalah investasi, bukan dukungan politik atau komitmen keamanan seperti yang dilihat secara luas ketika diberikan oleh Amerika Serikat.
Pembagian yang jelas ini memberi China lebih banyak ruang untuk bekerja sama dengan musuh dan mencapai apa yang tidak bisa dilakukan Amerika Serikat.
Tapi perlu dicatat, China tidak mencapai hal sendirian. Sebelumnya, Arab Saudi dan Iran telah melakukan pembicaraan selama bertahun-tahun, dengan Irak bertindak sebagai mediator. Hal ini dilakukan karena Arab Saudi sangat ingin melepaskan diri dari perang proksi di Yaman.
Sebagaimana tercatat, sejak 2021, Presiden Iran Ebrahim Raisi menyatakan tujuan untuk meningkatkan hubungan Iran dengan tetangga regionalnya.
Kesalahan ketiga Amerika adalah membebankan kompas moralnya pada urusan ekonominya. Sejumlah negara yang menjadi klien Amerika di luar negara Barat menjadi muak dengan hukuman Amerika dan memaksakan konsesi hak asasi manusia.
Namun di sisi lain, China cenderung mencari mitra yang bersedia menyetujui kebijakan saling apatis, sebuah jeda yang disambut baik bagi mitra Amerika yang berada dalam zona abu-abu. China bersedia melakukan bisnis dengan negara-negara tanpa menyelidiki urusan dalam negeri mereka dan mengharapkan kedudukan yang sama serta minim kritik.