swansway-motor-group-ImtMRgBjDd4-unsplash.jpg
Nasional

Membangkang Uni Eropa, Jerman Tolak Perang Tarif dengan China

  • Produsen seperti Volkswagen, yang memiliki posisi kuat di China, khawatir bahwa langkah perang tarif dapat memicu balasan dari China yang akan merugikan ekspor mereka.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan sikap negaranya dalam menghadapi konflik perang dagang yang semakin meningkat di berbagai belahan dunia. Dalam pernyataannya, Scholz dengan tegas menolak langkah-langkah proteksionis yang menurutnya hanya akan merusak kerja sama internasional dan menambah ketegangan dalam perdagangan global.

Scholz menyampaikan bahwa Jerman, sebagai salah satu negara pengekspor terbesar di dunia, sangat bergantung pada perdagangan bebas dan terbuka.

Proteksionisme, menurutnya adalah ancaman bagi ekonomi global, terutama bagi negara yang sangat terhubung dengan rantai pasokan internasional seperti Jerman. 

"Sebagai negara pengekspor, kami menekankan pentingnya perdagangan terbuka dengan seluruh dunia," papar Scholz saat meresmikan pabrik daur ulang baterai Mercedes-Benz yang baru di Jerman barat daya, dilansir Xinhua, Selasa, 22 Oktober 2024.

Menanggapi persaingan dengan negara-negara seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, Scholz menegaskan bahwa Jerman tidak perlu takut. Menurutnya, sebagian besar mobil yang diimpor ke Jerman adalah hasil produksi dari pabrikan Jerman maupun internasional. 

"Mayoritas mobil yang diproduksi di China dan diimpor ke Jerman berasal dari pabrikan Jerman dan internasional," tambah Scholz.

Kanselir Jerman tersebut juga menegaskan fokus utama Jerman bukanlah pada pengenaan tarif atau hambatan perdagangan, melainkan pada inovasi dan pengembangan teknologi terbaik.

"Sebagai negara pengekspor, kami menghargai perdagangan terbuka dengan seluruh dunia. Dan, itulah mengapa kami tidak memerlukan (penerapan) tarif yang terbaik, namun mobil-mobil terbaik dan teknologi yang paling modern," tegas Scholz.

Menolak Tarif Perdagangan yang Tak Adil

Dalam menghadapi konflik perdagangan yang semakin tajam, terutama dengan kebijakan tarif dari beberapa negara besar, Scholz secara tegas menolak pemberlakuan tarif yang dapat merugikan Jerman. 

Scholz justru mendorong Uni Eropa untuk menggunakan instrumen perdagangan guna memastikan setiap perdagangan global tetap adil. Bagi Jerman, perang dagang yang didorong oleh kebijakan tarif hanya akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan merusak hubungan internasional yang telah terbangun selama ini.

Pandangan Scholz memperjelas bahwa kunci kesuksesan Jerman di pasar global terletak pada pengembangan teknologi mutakhir dan kualitas produk yang unggul. 

Dalam konteks persaingan internasional, terutama di industri otomotif, Jerman berusaha mempertahankan posisinya sebagai pemimpin dunia dengan terus mengembangkan teknologi terbaru dan memastikan produknya tetap relevan di pasar yang semakin kompetitif.

Konflik Jerman dan Uni Eropa Soal China

Produsen otomotif Jerman, seperti BMW, Volkswagen, dan Mercedes-Benz, menentang rencana Uni Eropa (UE) untuk menerapkan tarif impor pada kendaraan listrik asal China. 

Langkah ini diambil UE setelah penyelidikan pada 2023 mengenai dugaan subsidi negara bagi produsen mobil China yang dianggap merusak persaingan di pasar Eropa. 

Meskipun UE memperkirakan perlunya tarif sebesar 15-30 persen, penelitian oleh Rhodium Group menunjukkan tarif sebesar 40-50 persen mungkin lebih efektif untuk mengurangi impor dan ketergantungan Eropa pada industri China.

Disisilain, perusahaan otomotif Jerman memiliki kekhawatiran besar terkait potensi dampak tarif tersebut. BMW, misalnya, masih mengimpor Mini EV dan iX3 dari pabriknya di Cina dan sangat bergantung pada pasar China yang menyumbang sepertiga dari total penjualan globalnya. 

CEO BMW, Oliver Zipse, menilai bahwa tarif akan merugikan industri otomotif global, khususnya produsen Jerman, yang sangat terhubung dengan pasar China. Ia memperingatkan bahwa penerapan tarif bisa menimbulkan tindakan balasan dari China yang akan membahayakan bisnis mereka.

Volkswagen dan Mercedes-Benz juga berbagi kekhawatiran serupa. CEO Volkswagen, Thomas Schäfer, menyatakan bahwa bea masuk selalu berisiko menimbulkan langkah pembalasan dari pihak China, yang akan merugikan produsen mobil Jerman. 

Mengingat ketergantungan industri otomotif Jerman pada penjualan di China, banyak produsen melihat kebijakan tarif ini sebagai ancaman bagi keuntungan dan operasi global mereka.

Gurita Bisnis Otomotif Jerman Bergantung Pada China

Pada bulan Januari 2024, Volkswagen mencatatkan prestasi luar biasa di pasar mobil China dengan penjualan sebanyak 209.476 unit, meningkat 41,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Dengan pangsa pasar mencapai 10,29 persen, Volkswagen menjadi satu-satunya merek yang berhasil meraih lebih dari 10 persen pangsa pasar di China untuk bulan tersebut. Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kekuatan Volkswagen di pasar otomotif terbesar dunia tersebut.

Namun, pencapaian ini juga memicu kekhawatiran di Jerman terkait potensi perang tarif antara Uni Eropa dan China. Jika Uni Eropa memberlakukan tarif tinggi pada impor kendaraan listrik asal China, industri otomotif Jerman yang sangat bergantung pada pasar China bisa terancam. 

Produsen seperti Volkswagen, yang memiliki posisi kuat di China, khawatir bahwa langkah ini dapat memicu balasan dari China yang akan merugikan ekspor mereka.