Pengunjung melihat maket rumah sebuah perumahan mewah ramah lingkungan di Ammaia Ecoforest Cikupa, Kabupaten Tangerang. Rabu 24 April 2024. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Properti

Membangun Hunian dan Mobilitas Bagian 2:  Konektivitas Transportasi Umum

  • Program ini mengusung konsep hunian transit oriented development (TOD). Pembangunan menggunakan lahan milik BUMN PT Kereta Api Indonesia (Persero) hingga Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas).

Properti

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pemeritnahan Prabowo Subianto memiliki program yaitu 3 juta rumah per tahun untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 

Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo menyebut target 15 juta unit rumah dalam lima tahun atau satu periode pemerintahan bakal tercapai.

Untuk merealisasikan program ambisius ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengalokasikan anggaran untuk Kementerian PKP sebesar Rp5,27 triliun pada 2025. Pemerintah juga telah menganggarkan Rp35 triliun untuk pembiayaan perumahan.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan program ini mengusung konsep hunian transit oriented development (TOD). Pembangunan  menggunakan lahan milik BUMN PT Kereta Api Indonesia (Persero) hingga Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas).

Tiko, demikian Wamen BUMN ini biasa dipanggil menambahkan, pembangunan konsep TOD tersebut juga dilakukan lantaran adanya percontohan hunian yang terintegrasi dengan kawasan transportasi di Stasiun Pondok Cina Depok, Jawa Barat.

BUMN bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) saat ini juga tengah menata pembebasan lahan yang berada di sekitar stasiun tersebut.

"Jadi nanti antara apartemen dan stasiun kita connect, sehingga masyarakat bisa langsung dapat akses ke kereta juga," ujar Tiko, sapaan akrabnya, saat ditemui di Jakarta, Rabu 20 November 2025.

Namun, membangun perumahan yang terhubung dengan transportasi umum di Indonesia menghadapi berbagai hambatan :

Hambatan geografis di Indonesia, topografi dan kepadatan penduduk. kondisi geografis seperti pegunungan, sungai, dan kepadatan penduduk yang tinggi dapat menyulitkan pembangunan infrastruktur transportasi yang efisien.

Misalnya, di daerah perkotaan yang padat, keterbatasan lahan menjadi tantangan tersendiri dalam membangun jalur transportasi umum yang memadai. Hal ini kerap menjadi ganjalan untuk merealisasikan pembangunan termasuk 3 juta rumah.

Kedua, perencanaan tata ruang yang kurang terpadu, kurangnya koordinasi antara perencanaan perumahan dan transportasi umum sering mengakibatkan ketidaksesuaian antara lokasi perumahan dan akses transportasi. Hal ini menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses transportasi umum secara efisien.

Ketiga karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah, Pemerintah daerah sering kali menghadapi keterbatasan dalam alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan. Kendala ini diperparah dengan rigiditas siklus penyusunan APBD dan prioritas pembangunan lainnya.

Selanjutnya, investasi awal yang tinggi, pembangunan infrastruktur transportasi umum memerlukan investasi besar, termasuk biaya konstruksi, pembebasan lahan, dan teknologi. Keterbatasan dana sering menjadi penghambat utama dalam merealisasikan proyek-proyek tersebut.

Termasuk pemeliharaan dan operasional, selain biaya pembangunan, diperlukan dana yang signifikan untuk pemeliharaan dan operasional agar transportasi umum tetap berfungsi dengan baik dan berkelanjutan.

Butuh 26.000 Hektare Tanah  

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan, tanah di Indonesia masih cukup untuk membangun tiga juta rumah  bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.

Nusron menghitung luas tanah yang dibutuhkan untuk membangun tiga  juta rumah. Ia mengasumsikan satu rumah membutuhkan 60 meter persegi tanah, maka membangun satu juta rumah membutuhkan 60 juta meter persegi atau setara 6.000 hektare tanah.

Menurut hitung-hitungannya untuk tiga juta rumah akan membutuhkan 18.000 hektare tanah. Selain itu, luas tanah untuk fasilitas umum 40% dari lahan rumah tersebut, yakni sekitar 8.000 hektare. Oleh karena itu, total tanah yang dibutuhkan untuk membangun perumahan MBR sekitar 26.000 hektare.