Memulihkan Bisnis Perusahaan Jadi Tantangan Terbesar Garuda Indonesia (GIAA) di 2023
- Pasalnya, di tengah situasi pemulihan tersebut, Irfan harus pandai-pandai bersikap prudent (efisiensi) di saat bersamaan harus beradu dalam sengitnya kompetisi.
Industri
JAKARTA - Direktur Utama emiten penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra mengakui pemulihan bisnis perusahaan dan industri aviasi menjadi tantangan terbesar perseroan di tahun 2023 mendatang.
Pasalnya, di tengah situasi pemulihan tersebut, Irfan harus pandai-pandai bersikap prudent (efisiensi) di saat bersamaan harus beradu dalam sengitnya kompetisi.
Menurut Irfan, Garuda Indonesia akan tetap memposisikan diri sebagai maskapai dengan segmen kelas menengah atas. Artinya perusahaan hanya akan menyasar mereka yang mau membayar lebih dan merasa Garuda Indonesia memiliki value.
- Rantai Bisnis PT Humpuss Maritim Internasional (HUMI) Siap Hadapi Tantangan Industri di Tahun-tahun Mendatang
- Bukan untuk Orang Diet, Olahan Sayuran Ini Malah Bikin Berat Badan Naik
- BBM RON di Bawah 90 Resmi Dilarang Dijual pada 2023, Sudah Tepatkah?
Adapun untuk segmen di bawahnya, akan dilayani lewat Citilink. Itupun tidak akan menabrak aturan Tarif Batas Atas (TBA) yang sudah ditentukan Kementerian Perhubungan, seperti yang pernah dilakukan maskapai penerbangan lain.
Lalu untuk efisiensi, Garuda banyak melakukan perampingan misalnya tidak menggunakan pesawat CRJ Bombardier yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang suka bepergian lama dengan jarak tempuh jauh. Lalu juga menutup rute-rute penerbangan yang tidak menguntungkan dan memicu overhead cost.
“Managing recovery of the company and industry. Need to be very prudent at the same time managing competition,” kata Irfan kepada TrenAsia.com, Kamis, 29 Desember 2022.
Namun demikian, Irfan melihat pertumbuhan pendapatan di tahun 2023 akan positif, terutama didorong oleh pasar domestik. Asal tahu, penumpang tujuan domestik masih mendominasi pendapatan perseroan, dengan kontribusi sekitar 70%.
Tercatat, Garuda Indonesia membukukan pendapatan usaha senilai US$1,5 miliar atau setara Rp23,6 triliun (kurs Jisdor Rp15.681 perdolar AS) per kuartal III-2022, naik 60,35% dibanding kuartal III-2021 sebesar US$939 juta.
Pendapatan usaha ini sebagian besar dikontribusi oleh penerbangan berjadwal senilai US$1,15 miliar. Sisanya dikontribusikan oleh penerbangan tidak berjadwal US$162,7 juta, dan pendapatan lainnya US$185,9 juta.
Di luar pendapatan usaha ini, perseroan juga membukukan pendapatan usaha lainnya sebesar US$4,27 miliar, berbanding terbalik yakni minus US$729 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan usaha lainnya didominasi restrukturisasi utang sebesar US$4,18 miliar. Rinciannya, pendapatan restrukturisasi utang sebesar US$2,85 miliar dan keuntungan dari restrukturisasi pembayaran sebesar US$1,33 miliar.