Logo KTT G20 di New Delhi, India
Dunia

Menakar Dampak Absennya Xi Jinping dan Putin di KTT G20 India

  • Kegagalan KTT tersebut akan menunjukkan batasan kerja sama antara kekuatan Barat dan non-Barat, dan mendorong negara-negara untuk lebih menguatkan aliansi dengan kelompok yang lebih nyaman bagi mereka.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Perpecahan yang semakin dalam dan mengakar terkait perang Rusia di Ukraina berpotensi menghambat kemajuan dalam isu-isu seperti keamanan pangan, tekanan utang, dan kerja sama global terkait perubahan iklim. Kekhawatiran itu mengemuka jelang KTT G20 di New Delhi, India, akhir pekan ini. 

Dilansir dari Reuters, Selasa 5 September 2023, sikap keras terhadap perang tersebut telah mencegah tercapainya sejumlah kesepakatan. China dan Rusia juga kemungkinan besar tak akan terlibat dalam konsensus apapun di G20. 

Hal itu menyusul absennya Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. China akan diwakili Perdana Menteri Li Qiang, sedangkan Rusia diwakili Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov. 

Artinya, pertemuan dua hari pada tanggal 9 September nanti akan didominasi negara-negara Barat dan sekutunya. Para pemimpin G20 yang akan hadir termasuk Presiden AS Joe Biden, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Mohammed Bin Salman dari Arab Saudi, dan Fumio Kishida dari Jepang.

Kegagalan KTT tersebut akan menunjukkan batasan kerja sama antara kekuatan Barat dan non-Barat, dan mendorong negara-negara untuk lebih menguatkan aliansi dengan kelompok yang lebih nyaman bagi mereka. Hal itu disampaikan para analis.

"Untuk menghadapi ancaman global, pembagian menjadi blok Barat dan non-Barat bukanlah yang diinginkan,” kata Michael Kugelman, direktur South Asia Institute di Wilson Center di Washington.

Kegagalan dalam mencapai konsensus juga akan merugikan reputasi diplomasi Perdana Menteri India Narendra Modi, yang menggunakan jabatannya ini untuk memperkuat posisi New Delhi sebagai kekuatan ekonomi dan pemimpin dunia selatan.

“Jika pertemuan para pemimpin berakhir dengan kegagalan, New Delhi, dan terutama Modi, akan mengalami kemunduran besar dalam diplomasi dan politik,” kata Kugelman.

India, yang belum mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, harus meyakinkan G20 untuk setuju pada pernyataan bersama—yang disebut sebagai Deklarasi Pemimpin—atau membiarkan kepresidenannya berakhir tanpa komunike serupa yang kali pertama terjadi sejak tahun 2008.

“Posisi tersebut semakin mengeras sejak KTT Bali,” kata seorang pejabat senior pemerintah India kepada Reuters, mengacu pada KTT tahun 2022 yang diadakan di Indonesia. “Rusia dan China telah memperketat posisinya sejak itu, sehingga mencapai konsensus akan sangat sulit.”

Menit-Menit Terakhir

Di Bali, Presiden Indonesia Joko Widodo berhasil mendapatkan pernyataan bersama dari blok tersebut pada menit terakhir. Sebuah pejabat pemerintah India berharap para pemimpin dapat lagi menemukan solusi pada menit terakhir, sama halnya di Bali.

Deklarasi Pemimpin Bali menyatakan bahwa sebagian besar anggota sangat mengutuk perang di Ukraina. Mereka menekankan perang menyebabkan penderitaan manusia yang besar dan memperparah kerapuhan yang sudah ada dalam ekonomi global.

Deklarasi tersebut juga mengatakan bahwa ada pandangan lain dan penilaian yang berbeda tentang situasi dan sanksi. Seorang pejabat India lainnya mengatakan bahwa di Bali, Rusia dan China lebih fleksibel.” Namun, seiring berjalannya 18 bulan perang, negara-negara bahkan tidak sepakat pada bahasa yang digunakan dalam Deklarasi Bali.”

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang akan hadir menggantikan Putin, telah menetapkan posisi mereka. Trudeau mengaku kecewa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy tak diundang di G20. 

“Seperti yang Anda ketahui, kami akan berbicara dengan tegas untuk Anda. Kami akan terus memastikan bahwa dunia mendukung Ukraina,” kata Trudeau dalam pembicaraan dengan Zelenskiy. Lavrov mengatakan pekan lalu bahwa Rusia akan menghalangi deklarasi akhir dari KTT G20. 

Hal itu kecuali deklarasi dapat mencerminkan posisi Moskow mengenai Kiev dan krisis-krisis lain. Diplomat mengatakan kemungkinan penerimaan terhadap posisi Moskow sangat tidak mungkin. KTT kemungkinan besar akan mengeluarkan komunike yang tidak mengikat.

China Mendorong BRICS?

Bulan lalu, kelompok negara-negara BRICS, di mana China memiliki pengaruh besar, menambahkan setengah lusin negara lain ke dalam blok tersebut dalam upaya untuk merombak tatanan dunia yang dianggapnya sudah ketinggalan zaman.

“Ketidakhadiran Xi mungkin merupakan upaya Beijing untuk mengubur G20, hanya beberapa pekan setelah memperluas organisasi BRICS yang lebih sejalan dengan pandangan dunia China,” kata David Boling, direktur di perusahaan konsultan Eurasia Group.

India adalah anggota BRICS, bersama dengan Rusia, China, Brasil, dan Afrika Selatan. India sebelumnya memiliki beberapa kekhawatiran terkait ekspansi blok tersebut. Namun, pada pertemuan di Johannesburg bulan lalu, India bergabung dalam konsensus mengenai kriteria untuk anggota baru.

Selama kepresidenan G20-nya, India berusaha mengurangi perbedaan terkait Ukraina ke latar belakang dan mendorong resolusi terkait perubahan iklim, utang bagi negara-negara yang rentan, aturan seputar mata uang kripto, dan reformasi bank multilateral.

New Delhi juga berusaha mengatasi kebuntuan terkait kesepakatan yang memungkinkan ekspor aman biji-bijian Ukraina melalui Laut Hitam. Namun pejabat India mengatakan Rusia kemungkinan besar tidak akan bergeser dari penolakannya terhadap rencana tersebut.