<p>Keysha (8) menyalami ayahnya sebelum berangkat mengikuti pelajaran secara online di gerai ayam krispy tempat ibunya bekerja, di Jalan Bukit Duri Tanjakan, Gang Langgar, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Juli 2020. Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Firman (32) dan Okta (31) tampak tekun mengikuti pelajaran berbasis online di masa kernormalan baru saat ini. Keluarga yang terdampak secara ekonomi akibat  ayahnya yang dirumahkan dari pekerjaan, membuat ibunya harus turun tangan dengan bekerja di gerai ayam krispy milik tetangga mereka. Belum lagi sistem sekolah online yang memaksa orang tua Keysha harus menyisihkan penghasilan untuk membeli pulsa Rp 25000 per minggu agar anak mereka dapat terus belajar. Ditengah himpitan ekonomi, Keysha yang bercita-cita menjadi seorang dokter ini terus memupuk semangatnya untuk belajar agar bisa membanggakan keluarga, sembari berdoa agar ayahnya kembali mendapatkan pekerjaan dan badai corona segera berakhir. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Gaya Hidup

Menakar Jam Ideal Masuk Sekolah

  • Kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WIB yang diberlakukan pada siswa SMA dan SMK di Nusa Tenggara Timur (NTT) memantik perdebatan.

Gaya Hidup

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WIB yang diberlakukan pada siswa SMA dan SMK di Nusa Tenggara Timur (NTT) belakangan memantik perdebatan. Aturan tersebut dinilai tidak berbasis riset dan malah berpotensi mengganggu jalannya proses pendidikan. 

Sejumlah pengamat maupun komunitas guru juga mengkritik kebijakan tersebut. Mereka menilai jam masuk sekolah yang terlalu pagi membuat anak belum siap menerima proses pembelajaran. Di sisi lain, Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, beralasan kebijakan tersebut untuk mengasah kedisiplinan anak. 

Lalu sebenarnya jam berapa masuk sekolah yang ideal untuk anak? Kebijakan masuk pukul 05.00 WIB dapat dibedah lebih dulu. Dengan masuk terlalu pagi, anak berpotensi kurang tidur sehingga bisa berdampak pada kesehatan dan kemampuan menyerap informasi.

Sejumlah riset menyebutkan anak atau remaja yang kurang tidur cenderung lalai, impulsif dan hiperaktif. Sebuah studi dalam Journal of Youth and Adolescence tahun 2015, dilansir Huffington Post, menemukan fakta remaja yang tidur rata-rata enam jam per malam berpotensi tiga kali lebih besar untuk terkena depresi. Kurang tidur bahkan meningkatkan risiko upaya bunuh diri anak hingga 58%.

Selain itu, kurang tidur dikaitkan dengan risiko kolesterol tinggi dan obesitas di masa mendatang. Sebuah studi menemukan efek jangka pendek dari kurang tidur seperti pilek, flu, dan gangguan pencernaan lebih sering timbul saat anak tidur kurang dari tujuh jam. 

The American Academy of Pediatrics bahkan mendorong setiap sekolah mengundur jam belajar untuk anak-anak, terutama remaja, karena berdampak lebih baik untuk kesehatan mental dan fisik mereka.

Jam Sekolah Ideal untuk Sekolah Menengah

Siswa SMP dan SMP yang berusia 13-18 tahun cenderung tidur larut malam. Selain karena banyak tugas, kebiasaan ini muncul karena gejolak hormon di masa puber. Mereka bakal melakukan banyak hal di waktu malam sehingga waktu tidur mereka bergeser semakin larut. Hal itu ditemukan Direktur Pusat Gangguan Tidur Pediatric di Rumah Sakit Anak Boston, Judith Owens, dilansir dari WebMD.

Selain itu, remaja memiliki dorongan tidur lebih lambat dibanding anak kecil. Artinya, mereka berpotensi terjaga lebih lama, bahkan ketika mereka kurang istirahat. “Lebih sulit bagi mereka untuk tertidur secara alami di bawah pukul 11 malam,” imbuh Owens. Oleh karena itu, menunda jam mulai sekolah dianggap lebih masuk akal dan lebih efektif daripada menyuruh anak tidur lebih cepat.

Remaja idealnya membutuhkan waktu tidur sekitar sembilan jam per hari. Beberapa remaja yang hiperaktif bahkan butuh 10 jam untuk tidur nyenyak. Apabila remaja ini baru tidur pukul 11 malam, mereka bakal bangun pagi sekitar pukul 8 pagi. Dengan mempertimbangkan durasi waktu anak bersiap menuju sekolah, artinya jam masuk sekolah yang ideal bagi pelajar SMP, SMA dan sederajat adalah pukul 9 pagi.