<p>Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. / Facebook @smindrawati</p>
Industri

Menakar Jurus Tebar Duit Tunai Ala Jokowi Tangkal Resesi Ekonomi

  • Bantuan tunai bertujuan untuk mengerek lemahnya konsumsi domestik yang menjadi kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons jebloknya konsumsi rumah tangga akibat pandemi COVID-19 dengan berbagai stimulus, baik secara tunai maupun non tunai.

Bantuan tunai bertujuan untuk mengerek lemahnya konsumsi domestik yang menjadi kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Bergeraknya konsumsi masyarakat kini tidak hanya berperan pada pertumbuhan perekonomian, namun berfungsi sebagai pencegah atau setidaknya bantalan dari resesi ekonomi.

THR dan Gaji ke-13 ASN

Pada hari raya Lebaran lalu, Kementerian Keuangan memutuskan untuk tetap mencairkan tunjangan hari raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, dan pensiunan. Jumlah THR yang diberikan yaitu untuk ASN Pusat, TNI, Polri sebesar Rp6,77 triliun, untuk pensiunan Rp8,70 triliun, ASN Daerah Rp13,89 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui THR ini memang dimaksudkan untuk mendorong konsumsi, khususnya ASN. Harapannya, terjadi multiplyer effect dari belanja THR kepada sektor terkait, utamanya menyangkut pada belanja kebutuhan jelang Lebaran.

Tidak sampai di situ, Sri Mulyani kembali meneken cairnya gaji ke-13 pada Agustus 2020 secara bertahap. Lagi-lagi, tujuannya untuk memberikan ASN ruang lebih membelanjakan uangnya yang akan berdampak pada naiknya konsumsi rumah tangga.

Kali ini, pemerintah menggelontorkan Rp28,5 triliun dari APBN untuk gaji ke-13 yang diberikan kepada 4,1 juta ASN.

“Pemerintah anggap pelaksanaan gaji ke-13 sama seperti THR bisa dilakukan untuk menjadi bagian dari stimulus ekonomi atau mendukung kemampuan masyarakat dalam lakukan kegiatan-kegiatannya, terutama terkait tahun ajaran baru,” ungkap Sri Mulyani. 

Subsidi Gaji Swasta

Tidak kalah dengan pegawai negeri sipil (PNS), baru-baru ini pemerintah kembali mengumumkan program bantuan dana segar berupa subsidi gaji bagi para pekerja swasta yang berpendapatan di bawah Rp5 juta per bulan. Program baru ini menyedot duit APBN Rp37,7 triliun yang menyasar pada 15,72 juta pekerja.

Teknisnya, insentif upah ini akan diberikan melalui skema pengiriman langsung ke rekening pekerja yang sesuai kualifikasi. Adapun, proses penyaringannya melalui data perusahaan yang telah mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJAMSOSTEK per 30 Juni 2020.

Bantuan Produktif UMKM

Selain untuk pekerja, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu kelompok prioritas penerima bantuan pemerintah. Tidak hanya stimulus berupa program penyaluran kredit modal, sebanyak 12 juta pelaku usaha mirko juga bakal mendapatkan bantuan dana segar sebesar Rp2,4 juta, dengan total anggaran senilai Rp30 triliun.

Dari 17 juta pelaku usaha mikro yang terhimpun dari berbagai sumber data, pemerintah akan melakukan verifikasi dan validasi yang akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi dan UMKM.

Pada tahap awal, alokasi anggaran telah memenuhi kebutuhan penyaluran untuk 9,1 juta pelaku usaha. Teknisnya, pelaku usaha mikro yang kriterianya adalah tidak/belum pernah menerima atau sedang menerima pinjaman dari perbankan, akan ditransfer sebesar Rp2,4 juta sekali transfer.

Efek Program Stimulus

Meskipun telah merilis sejumlah program bantuan tunai, kebijakan ini ditanggapi beragam oleh beberapa pengamat. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai penyaluran uang tunai melalui berbagai program insentif cukup baik mendorong prekonomian, khususnya UMKM.

Sebaliknya, Direktur Riset Center of Reforms on Economic (CORE) Indonesia, Piter Abdullah justru menganggap sejumlah program tersebut tidak akan mampu mendongkrak jebloknya konsumsi masyarakat. Sebab, preferensi masyarakat saat ini adalah menyimpan uang alih-alih membelanjakannya.

Terlebih dengan ketidakpastian situasi akibat pandemi, tapi paling tidak, program tersebut akan membantu menghambat penurunan konsumsi lebih dalam.

“Tidak bisa menggantikan semua income yang hilang, artinya daya beli tetap turun, konsumsi tetap turun,” kata Piter saat dihubungi TrenAsia.com.

Pernyataan ini dikuatkan oleh data Asosiasi Pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) yang menunjukkan tingkat pengunjung di pusat perbelanjaan baru sekitar 30%-40% dibandingkan dengan saat sebelum pandemi.

Artinya, meskipun masyarakat memiliki lebih banyak ruang untuk membelanjakan uangnya, namun tetap ada kecenderungan untuk menahan aktivitas belanja. Dengan sepinya pengunjung mal, Aprindo menaksir nilai kerugian mencapai lebih dari Rp12 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 bisa kembali ke tren positif hingga 0,4% year-on-year (yoy). Pada kuartal II-2020 laju Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan terkontraksi hingga negatif 4,3% yoy.

Sri Mulyani mengatakan ekonomi Indonesia bisa kembali positif di kuartal III-2020, jika penanganan pandemi COVID-19 berjalan efektif, sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi di Tanah Air dapat dibuka kembali.

Resesi merupakan keadaan di mana ekonomi suatu negara terkontraksi selama dua kuartal (periode) atau lebih secara berturut-turut. Di kuartal II-2020, yang diperkirakan sebagai fase terberat dari pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi RI anjlok 5,37% secara tahunan.

Menurut Menkeu, jika ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 mampu berbalik ke tren positif, maka Indonesia lolos dari jeratan resesi ekonomi.

“Kalau penanganannya efektif, dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, maka kondisi ekonomi bisa recover (pulih) pada kuartal III dengan positive growth (pertumbuhan ekonomi positif) 0,4 persen,” ujar Sri Mulyani. (SKO)