Sebuah Suar Gas di Anjungan Produksi Minyak Terlihat di Samping Bendera Iran (Reuters/Raheb Homavandi)
Energi

Menakar Ketergantungan RI pada Impor dan Subsidi Energi

  • Saat ini, Indonesia masih bergantung pada impor minyak sebanyak 900 ribu hingga 1 juta barel per hari. Sehingga pergerakan harga minyak internasional sangat mempengaruhi perekonomian domestik.

Energi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan harapannya agar harga minyak dunia tidak mengalami lonjakan tajam akibat ketegangan di Timur Tengah. Ia menekankan kenaikan harga minyak yang signifikan dapat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Bahlil, jika harga minyak melebihi batas yang sudah diperhitungkan dalam APBN, Indonesia harus membeli minyak dengan harga pasar internasional. Kondisi ini akan memperbesar beban anggaran dan memberikan dampak negatif pada perekonomian nasional.

"Kalau sampai dengan harga masih dalam batas APBN, itu nggak ada pengaruh, artinya kalau perang terjadi dan harga minyak dunia tidak bergerak itu nggak apa-apa, tapi kalau perang terjadi kemudian harga minyak dunia naik, itu berdampak pada perekonomian dan beban keuangan APBN kita," terang Bahlil saat hadir dalam kegiatan Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024, di Jakarta, dilansir Selasa, 8 Oktober 2024.

Namun, selama harga minyak tetap berada dalam batas yang sudah diantisipasi oleh APBN, dampaknya terhadap ekonomi akan relatif minimal. Bahlil juga menambahkan bahwa jika harga minyak turun, subsidi energi bisa dikurangi, kondisi tersebut akan mengurangi beban APBN dan membantu menjaga kestabilan fiskal negara.

Bahlil mengajak semua pihak untuk berdoa agar harga minyak tetap stabil dan tidak mengalami fluktuasi yang ekstrem. "Makanya kita berdoa agar harga minyak dunia tidak terkoreksi, karena kalau itu terjadi maka pasti akan membebani APBN kita," pungkas Bahlil.

Seberapa Besar Impor dan Subsidi Energi Nasional?

Saat ini, Indonesia masih bergantung pada impor minyak sebanyak 900 ribu hingga 1 juta barel per hari. Sehingga pergerakan harga minyak internasional sangat mempengaruhi perekonomian domestik. 

"Karena kita kan masih impornya kurang lebih sekitar 900 sampai 1 juta barel per day, dan impor memakai harga dunia. Jadi kita doakan-lah mudah-mudahan, tidak terjadi (kenaikan harga)," tambah Bahlil.

Pada tahun 2023, realisasi subsidi energi di Indonesia mencapai Rp159,6 triliun, lebih tinggi dari target awal sebesar Rp145,3 triliun. Sebagian besar subsidi ini dialokasikan untuk bahan bakar minyak (BBM) dan LPG, yang mencapai Rp95,6 triliun. 

Sementara itu subsidi listrik dialokasikan sebesar Rp64 triliun. Kendati melebihi target, angka ini masih lebih rendah dibanding subsidi energi tahun 2022 yang mencapai Rp174,4 triliun. Penurunan subsidi energi pada tahun 2023 disebabkan oleh berbagai kebijakan pemerintah untuk menyasar subsidi lebih tepat sasaran. 

Salah satu kebijakan yang berdampak pada penurunan tersebut adalah transformasi distribusi LPG yang lebih terarah, yang dimulai sejak 1 Maret 2023. Selain itu, program registrasi konsumen melalui aplikasi MyPertamina dan pembatasan pembelian BBM bersubsidi juga turut menekan besaran subsidi yang disalurkan.

Pada tahun 2024, Kementerian ESDM telah menetapkan target subsidi energi yang lebih besar dibandingkan 2023, yakni sebesar Rp186,9 triliun. Dari jumlah tersebut, subsidi untuk BBM dan LPG ditargetkan mencapai Rp113,3 triliun. 

Sementara subsidi listrik dialokasikan sebesar Rp73,6 triliun. Kenaikan target ini mencerminkan langkah pemerintah untuk memastikan kebutuhan energi masyarakat terpenuhi.

Meskipun target subsidi energi tahun 2024 meningkat, pemerintah tetap berupaya menjaga efisiensi subsidi dengan terus memperbaiki sistem distribusi dan penerapan kebijakan berbasis data. 

Pendekatan ini diharapkan akan memastikan subsidi energi diberikan tepat sasaran, mengurangi pemborosan anggaran, dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.