<p>radarpena.id</p>
Industri

Lingkungan Hidup Terancam RUU Omnibus-Law

  • JAKARTA – Sejumlah aktivis lingkungan hidup menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law berpotensi memperburuk lingkungan hidup. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah mengutarakan jika RUU Omnibus Law akan sangat berdampak pada lingungan akibat sektor tambang dan hutan di Indonesia. Menurutnya, apabila dilaksakan rancangan Omnibus Law akan resmi melakukan pengusiran, peracunan, dan akan membentuk pengungsian […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Sejumlah aktivis lingkungan hidup menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law berpotensi memperburuk lingkungan hidup.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah mengutarakan jika RUU Omnibus Law akan sangat berdampak pada lingungan akibat sektor tambang dan hutan di Indonesia.

Menurutnya, apabila dilaksakan rancangan Omnibus Law akan resmi melakukan pengusiran, peracunan, dan akan membentuk pengungsian sosial ekologi kolosal di Indonesia karena akan menimbulkan bencana lingkungan hidup.

Ia juga mengatakan, dalam rancangan ini akan ada penambahan pasal yang memuat perihal tidak terbatasnya waktu untuk proyek tambang yang terintegrasi pemurnian.

“Ini akan enggak ada batas waktu, terutama yang terintegrasi dengan pemurnian atau hilirisasi. Biasanya kan ada batas waktu,” katanya di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) (19/01).

Hutan Terancam

Selain soal tambang, ekosistem hutan juga termasuk yang akan terganggu. Dalam rancangan tertuang beberapa perubahan, seperti penghilangan alokasi 30 persen hutan di tiap provinsi

Tidak hanya itu, Omnibus Law juga akan mempermudah izin penyewaan hutan bagi pengusaha. Hal ini akan menurunkan atau mengubah status kawasan hutan untuk kepentingan pembukaan lahan atas nama investasi.

Adapun terkait wacana penghapusan Analisi Mengenaik Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) disuarakan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/ BPN), Sofyan Djalil.

Koordinator tim Omnibus Law sektor ESDM dan Sumber Daya Alam, Ahmad Redi mengatakan pada Publish What You Pay Indonesia (20/01) , “AMDAL akan tetap ada bagi usaha yang masuk ke dalam level high risk. Sementara yang berkategori middle risk dan low risk cukup mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan/ Upaya Kelola Lingkungan (UPL/UKL).”

Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri menilai kemudahan yang dibuat untuk investasi ini kebablasan. Hal ini karena menurutnya kondisi investasi saat ini tidak terlalu buruk.

“Dugaannya, pihak-pihak yang merumuskan omnibus law tidak melakukan kajian mendalam terhadap dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Kemudian yang dikorbankan lingkungan karena tidak perlu amdal lagi. Ini kelewatan.” paparnya pada awak media.