Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: setkab.go.id)
Nasional

Menakar Peluang Putusan MKMK Batalkan Gibran jadi Cawapres

  • Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sedang melakukan rapat tertutup untuk putusan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres, Senin, 6 November 2023.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sedang melakukan rapat tertutup untuk putusan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres, Senin, 6 November 2023. 

Putusan itu rencananya bakal dibacakan MKMK hari Selasa 7 November 2023. Putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Cawapres dari Prabowo Subianto meski umurnya belum genap 40 tahun. 

Putusan tersebut menimbulkan polemik hingga berujung pelaporan dugaan pelanggaran etik terhadap Hakim MK kepada MKMK.  Lantas, apakah putusan MKMK yang akan dibacakan besok dapat membatalkan putusan MK soal batas usia capres-cawapres sehingga memengaruhi peluang Gibran dalam Pilpres 2024? 

Mengurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dia tidak yakin MKMK dalam putusannya dapat membatalkan putusan hakim MK terhadap perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres. Hal itu seiring dengan tugas MKMK yang hanya menangani soal pelanggaran etik oleh Hakim. 

“Kita ini ditugasi menegakkan kode etik perilaku hakim. Kok kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?”, ujar Jimly dalam keterangannya usai melakukan sidang MKMK, Rabu 1 November 2023. Jimly menyebut pembatalan putusan MK tidak bisa serta merta membatalkan putusan MK mengingat itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum.

Senada Jimly, saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang MKMK sekaligus mantan Hakim MK, I Dewa Gede Palguna juga menyebut demikian. Dirinya memamparkan MKMK tidak dapat memasuki ranah putusan MK. “Kewenangan MKMK terbatas pada penjatuhan sanksi etik kepada Hakim yang melanggar,” ungkap I Dewa Gede Palguna.

Palguna menyebut keputusan MK memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU MK. Putusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun selayaknya putusan dalam kasus pidana atau perdata. Oleh karenanya, bagaimanapun putusannya akan mengikat secara hukum selama masih berlaku.

Pendapat senada diutarakan salah satu pelapor dugaan pelanggaran etik Hakim MK yaitu Advokat Pengawal Konstitusi (APK). Koordinator APK, Raden Elang Mulyana mengatakan MKMK tidak dapat mengubah putusan MK. Dirinya menyebut wewenang MKMK telah diatur dalam Peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Raden Elang Mulyana menyebut tidak ada dasar dan alasan hukum untuk mengubah dan membatalkan sebuah putusan bagi MKMK dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin. MKMK hanya berwenang memberikan sanksi kepada Hakim yang melakukan pelanggaran etik.

Selain para praktisi hukum di bidang ketatanegaraan, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman juga memberikan komentarnya soal hal tersebut. Habiburokhman menyebut MKMK mengetahui kewenangannya yang secara azas hukum dan konstitusi tidak dapat membatalkan putusan MK.

Sementara itu, pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana pesimistis putusan MKMK dapat menganulir Gibran sebagai cawapres. Hal itu dibacanya dari sejumlah pernyataan Jimly. “Peluangnya (Gibran batal jadi cawapres akibat putusan MKMK) hanya 2%,” ujar Tjipta dalam siaran YouTube Abraham Samad, dikutip Senin.