logo
Nasabah menggunakan layanan mesin CS Digital  di kantor cabang Bank BCA, Gandaria City, Jakarta, Kamis, 16 Desember 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Korporasi

Menakar Peluang Saham BBCA di Tengah Tekanan Jual Big Fund Asing

  • Aksi jual bersih investor asing dalam saham BBCA juga terpantau dari menyusutnya kepemilikan big fund asing seperti BlackRock hingga JP Morgan. 

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terpantau mengalami tekanan jual oleh big fung asing meskipun telah merilis laporan kinerja 2024 dengan pencapaian yang signifikan. Oleh karena itu, sejumlah analis menilai bahwa tekanan tersebut justru memberikan peluang investasi yang signifikan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, saham BBCA pada perdagangan Kamis, 30 Januari 2024, hingga pukul 13.36 WIB, melemah 1,34%. Pelemahan tersebut membawa harga saham perbankan swasta ini ke level Rp9.225 per saham, yang mencerminkan pelemahan 6,82% secara year to date.

Diketahui, pelemahan saham BBCA ini dipicu oleh aksi jual bersih investor asing yang cukup besar. Data Stokcbit menunjukkan jumlah net sell asing saham ini sebelum libur panjang kemarin tembus di angka Rp739 miliar dan secara year to date mencapai Rp2,62 triliun. 

Nah, aksi jual bersih investor asing dalam saham BBCA juga terpantau dari menyusutnya kepemilikan big fund asing seperti BlackRock hingga JP Morgan. BlackRock misalnya, menjual lebih dari 17 juta lembar saham, dengan kepemilikan saat ini sebanyak 1.873.525.738 lembar, turun dari 1.891.326.743 lembar pada akhir Desember 2024.

Investor asing lainnya, FMR LLC, yang pada akhir 2024 memegang 3.301.469.212 lembar saham BBCA, kini memiliki 3.300.977.626 lembar. The Capital Group Cos Inc juga mengalami penurunan, dengan jumlah sahamnya turun dari 2.030.698.651 lembar menjadi 2.030.555.651 lembar pada 24 Januari 2025. 

Begitu pula dengan JPMorgan Chase & Co, yang menjual sebagian saham BBCA mereka pada Januari 2025, menyisakan 1.462.053.132 lembar dari sebelumnya 1.464.828.932 lembar. Dengan sejumlah pergeseran besar dalam kepemilikan ini, perhatian investor kini tertuju pada potensi rebound atau kemungkinan penurunan lebih lanjut saham BBCA, menciptakan peluang bagi mereka yang siap mengambil risiko.

Rekomendasi Saham

Saat ini, saham BBCA diperdagangkan dengan rasio price to book value (PBV) 4,32 kali, lebih rendah dari rata-rata PBV dengan standar deviasi tiga tahun terakhir yang mencapai 4,98 kali. 

Sementara itu, price earnings ratio (PER) BBCA saat ini adalah 20,68 kali (TTM), lebih rendah dibandingkan dengan mean PE standar deviasi 26,06 kali dalam tiga tahun terakhir.

Mandiri Sekuritas, dalam investor digest pada 24 Januari 2025, merekomendasikan untuk membeli saham BBCA dengan target harga Rp11.500 per saham. Sementara itu, sebanyak 31 dari 36 analis yang dihimpun Bloomberg masih merekomendasikan beli, sementara lainnya merekomendasikan hold. 

Nah, target harga rerata saham BBCA dari konsensus tersebut berada di level Rp11.920 dalam dua belas bulan ke depan. Dengan demikian, terdapat potensi return investasi yang cukup menjanjikan, mengingat proyeksi dividen perseroan tahun ini.

BBCA sebelumnya mengumumkan bahwa rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) akan diadakan pada 12 Maret 2025. Namun, rincian mengenai mata acara rapat tersebut belum diungkap. Jika mengacu pada RUPST tahun lalu, salah satu mata acara rapat adalah persetujuan penggunaan laba bersih.

Diketaui BBCA beserta entitas anak menutup tahun 2024 dengan kinerja yang solid. Laba bersih perseroan dan entitas anak tumbuh signifikan, naik 12,7% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp54,84 triliun.

Prediksi Rasio Dividen 

Presiden Direktur BBCA, Jahja Setiaatmadja, mengungkapkan bahwa nominal dividen yang dibayarkan biasanya lebih besar setiap tahunnya, meskipun keputusan final harus melalui persetujuan RUPS terlebih dahulu. 

"Kami pernah berjanji kepada para investor bahwa dividen yang dibayarkan BCA secara absolut harus lebih tinggi setiap tahun, kecuali pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19," jelasnya dalam konferensi pers pada 23 Januari 2025. 

Namun, Jahja juga menambahkan bahwa meskipun laba BBCA meningkat, dia tidak dapat memastikan apakah dividen tahun ini akan lebih besar atau lebih kecil. Sebagai informasi, BBCA telah membagikan dividen interim sebesar Rp50 per saham untuk tahun buku 2024, dengan total mencapai Rp6,1 triliun pada Desember 2024, yang meningkat dibandingkan dengan dividen interim tahun sebelumnya. 

Seiring dengan itu, rasio dividend payout ratio (DPR) BBCA dalam lima tahun terakhir terus meningkat, tercatat 47,9% pada 2019, 48,18% pada 2020, 49,02% pada 2021, dan melonjak signifikan menjadi 62,12% pada 2022.