Ilustrasi  petugas PGN
Pasar Modal

Menang Sengketa Pajak Hapus Sentimen Negatif PGN, Saatnya Akumulasi Saham PGAS?

  • Kemenangan PGN dalam kasus sengketa pajak diyakini menjadi titik balik cerahnya potensi saham PGAS.
Pasar Modal
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Kemenangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) alias PGN dalam kasus sengketa pajak melawan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan diyakini menjadi titik balik cerahnya potensi saham emiten pelat merah tersebut.

Pengamat Pasar Modal Edhi Pranasidhi mengatakan kasus pajak (VAT) yang pernah menjerat PGN pada 2020 serta perbedaan pandangan dengan para vendor perseroan itu telah menggerus laba bersih hingga Rp3,73 triliun.

“Setelah dinyatakan kalah oleh Mahkamah Agung (MA), PGAS segera mencicil pembayaran pajak di 2020 yang mengakibatkan kerugian,” ujarnya, dikutip Selasa, 21 September 2021.

Kerugian perseroan pada 2020 juga diakibatkan oleh adanya cadangan kerugian penurunan nilai aset) alias impairment senilai US$78,9 juta atau sekitar Rp1,2 triliun. Tanpa ada sengketa pajak dan impairment, kata Edhi, perseroan dapat mencetak laba bersih Rp1,1 triliun pada tahun lalu.

Edhi juga sempat memperkirakan perseroan akan kalah dalam peninjauan kembali (PK) atas keputusan MA terkait sengketa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penjualan gas bumi ke konsumen dengan Dirjen Pajak.

“Saya pribadi melihat upaya PK tampaknya tidak akan berhasil. Namun mengumpulkan kembali uang dari wajib pungut (WAPU) pajak tampaknya merupakan jalan terbaik,” imbuhnya.

Namun, prediksinya meleset. Mengutip laman resmi MA, Selasa, 21 September 2021, PGN diketahui memenangkan kembali perkara sengketa pajak tersebut dengan dengan nilai US$16 juta atau sekitar Rp228,8 miliar (asumsi kurs Rp14.300 per dolar Amerika Serikat).

Dari sisi sentimen berinvestasi, lanjut Edhi, apa yang terjadi dengan penurunan harga saham PGAS sebesar 62% dari sejak awal tahun itu bisa dikatakan sebagai refleksi kekecewaan investor terhadap praktik tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) di PGN. 

“Namun, ini juga jadi misteri kenapa hal tersebut lolos dari due diligence ketika PGAS "mengakuisisi" Pertagas. Only God knows,” imbuhnya.

Adapun dari segi fundamental, PGAS mencatatkan nilai aset sebesar Rp109 triliun per 31 Maret 2021 dengan total utang Rp65,6 triliun. Sedangkan total ekuitas perseroan mencapai Rp44 triliun.

Sedangkan, nilai buku (price to book value/PBV) PGAS sebesar Rp1.844 per lembar saham. Dengan kata lain, PBV PGAS saat ini adalah 0,55X atau masih tergolong sangat murah dibandingkan dengan perusahaan pesaingnya di Asia dengan nilai buku 1,8x hingga 2,2X.

“Yang menarik, perseroan per 31 Maret 2021 menggenggam uang tunai senilai Rp18,14 triliun. Jadi harusnya gampang aja kalau mau bayar pajak yang disengketakan seluruhnya,” ucap Edhi.

Terlepas dari hal tersebut, menurutnya keputusan PGAS untuk mencicil pembayaran pajak seperti yang diperintahkan oleh MA dapat diapresiasi sebagai upaya pemenuhan GCG. Selain itu, keinginan perseroan untuk menagih uang pajak dari WAPU juga seharusnya dapat mengembalikan sejumlah kerugian yang dicatat pada 2020.

Pada kuartal I-2021, perseroan memang telah kembali membukukan laba bersih sebesar Rp897 miliar. Hingga akhir tahun, Edhi memprediksi laba bersih PGAS berpotensi untuk mencapai angka diatas Rp3,4 triliun atau berbalik arah dari realiasasi tahun lalu, dengan catatan rugi bersih Rp3,73 triliun.

Sementara itu, laba bersih per saham (price to earning ratio/PER) PGAS berada pada kisaran Rp130 – Rp145 per lembar saham untuk tahun ini. Di sisi lain, PGAS diperdagangkan dengan PE sebanyak 6x – 7x pada tahun 2021. Padahal rata-rata PER selama 5 tahun terakhir adalah 24X. 

Dengan gambaran tersebut, Edhi menyatakan bahwa seharusnya saham PGAS diperdagangan pada harga Rp2.175 per lembar. Artinya, saham PGAS berpotensi mendatangkan return sebanyak 113% dari harga saat ini yang berada pada kisaran Rp1.000 – Rp1.100 per lembar. 

“Mungkin sudah saatnya bagi investor untuk mengakumulasi saham PGAS pada harga berapa pun dibawah Rp1.100 rupiah per lembar,” pungkasnya.