Perajin menyelesaikan pembuatan batik di Sentra Kerajinan Batik Tradisiku,  Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, 24 Agustus 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Menanti Gebrakan Holding BUMN Ultra Mikro Turunkan Bunga Demi Kebangkitan UMKM

  • Menteri BUMN Erick Thohir menyebut Holding Ultra Mikro sebagai ujung tombak dalam meningkatkan rasio kredit UMKM.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA –Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro rampung menjalani serangkaian proses penggabungan tiga entitas usahanya. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) kini secara konsolidasi terhubung dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.

Harapan tinggi dilekatkan pada holding ini untuk menghidupkan akses pembiayaan terhadap segmen ultra mikro dengan suku bunga yang lebih rendah. Sebab, holding Ultra Mikro dikatakan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai ujung tombak dalam meningkatkan rasio kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia menjadi 30% pada 2024.

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan penyaluran kredit dengan bunga kompetitif itu memiliki sejumlah tantangan berat.

Tantangan pertama yang harus dihadapi holding ini adalah potensi membengkaknya cost of fund (CoF) dari BRI sebagai induk usaha. Dirinya mengakui ekspansi kredit ke segmen ultra mikro memiliki kecenderungan CoF yang tinggi.

“Menggarap segmen ultra mikro merupakan sebuah tantangan bagi BRI, Pegadaian dan PNM. Hal tersebut dikarenakan adanya operational risk dan operational cost yang tinggi,” ucap Aestika saat diwawancarai TrenAsia.com, Rabu, 15 September 2021.

Padahal, selama ini BRI tercatat memiliki CoF yang efisien di angka 2,2% pada semester I-2021 atau turun dibandingkan semester I-2020 yang sebesar 3,2%. 

Andalkan Digitalisasi

Dalam mengantisipasi hal ini, Aestika menyebut perseroan bakal memaksimalkan peran hybrid bank untuk menekan CoF.

“Agar cost credit lebih rendah tentu dua faktor tersebut harus dapat di-manage dengan baik. Strateginya yakni dengan melakukan kolaborasi dan digitalisasi,” jelas Aestika.

Pada paparan publik pekan lalu, emiten bersandi BBRI ini mengumumkan kehadiran hybrid bank sebagai salah satu rencana perseroan dalam menggenjot efisiensi biaya dana tersebut. 

Sadar pangsa pasar tidak memiliki kecakapan digital yang mumpuni, BRI akan mengkolaborasikan agen BRILink yang berjumlah 470.000 personil di 9.200 outlet per Agustus 2021.

Agen BRILink ini menjadi ujung tombak BRI meraih efisiensi. Hal ini dipadukan dengan kapabilitas digital BRI seperti mobile banking, internet banking, hingga sejumlah partnership dengan berbagai platform digital lain.

Perseroan mengklaim potensi pasar dari segmen ultra mikro ini tercatat setidaknya 30 juta nasabah. Sementara dalam menekan suku bunga, holding ini kembali mengandalkan BRI sebagai induk karena memiliki likuiditas yang melimpah.

“Terkait penurunan suku bunga, dalam hal ini BRI sebagai induk akan menyiapkan pendanaan bagi PNM dan Pegadaian, sehingga biaya dananya relatif lebih rendah dibanding sebelumnya,” ujar Aestika.

Likuiditas Melimpah

Berdasarkan laporan keuangan semester I-2021, BRI secara konsolidasi memiliki total aset hingga Rp1.511,80 triliun atau naik dibandingkan posisi akhir 2020 yang sebesar Rp1.450,90 triliun. Adapun loan to deposit ratio (LDR) stabil berada di angka 85,78% pada paruh pertama tahun ini.

Tidak hanya likuiditas yang terjaga, aspek pencadangan BRI juga terus mengalami perbaikan pada tahun ini. Hal ini tercermin dari Hal ini tercermin dari Loan at Risk (LaR) Coverage yang melesat dari posisi 20,63% pada semester I-2020 menjadi 30,96% pada semester I-2021.

Capaian itu melebihi nilai LaR perseroan yang berada di level 27,29%. Selain itu, kesiapsiagaan BRI juga bisa ditinjau dari (non performing loan/NPL) coverage yang menembus 258,41% atau tertinggi di Industri perbankan saat ini.

Adapun Capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal BRI per akhir Juni 2021 berada di level 19,98% atau dua kali lipat lebih tinggi dari batas bawah yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 8%.

“Penurunan biaya dana tentu diharapkan akan berdampak terhadap credit cost masing masing entitas, baik Pegadaian maupun PNM,” papar Aestika.

Kendati demikian, kinerja dari PNM dan Pegadaian masih belum bisa tancap gas pasca holding Ultra Mikro resmi terbentuk. Pasalnya, dua entitas anyar ini belum mengantongi izin penghimpunan dana dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Saat ini PNM dan Pegadaian tidak bisa melakukan aktivitas penghimpunan dana dari masyarakat. oleh karenanya, masing masing entitas akan fokus pada bisnisnya masing-masing,” ujar Aestika.

Sementara ini, dukungan BRI terhadap dua entitas ini masih sebatas bantuan pendanaan. Sumber dana yang dikucurkan BRI kepada dua entitas ini berasal dari transaksi micropayment.

Ditelisik lebih jauh, sumber dana ini secara praktis berasal dari pendapatan berbasis komisi atau fee based and operating income. Pada semester I-2021, pos pendapatan ini mencatatkan kinerja positif.

Pasalnya, fee based and operating income mampu mengalami peningkatan 18,9% yoy dari Rp13,71 triliun pada semester I-2020 menjadi Rp16,30 triliun pada semester I-2021.

Pos pendapatan ini masih ditopang oleh lini fees and commissions yang sebesar Rp7,43 triliun. Lalu, recovery income Rp2,8 triliun, treasury income Rp1,3 triliun, dan lainnya Rp2,08 triliun.

Dengan sumber dana yang mumpuni ini, Aestika optimistis BRI bisa menopang dua entitas barunya tersebut. Kendati demikian, BRI masih memiliki pekerjaan besar untuk membenahi kualitas kreditnya.

NPL gross BRI tercatat terus menanjak selama dua setengah tahun ini. Pada 2019, NPL gross BRI masih di level 2,62%, lalu terus meningkat jadi 2,94% pada 2020 dan menyentuh 3,27% pada semester I-2021.

Analisis Pasar Modal sekaligus Ekonom LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyebut masalah ini yang bisa menjadi batu sandungan BRI pasa menjadi induk holding BUMN Ultra Mikro.

“Di tengah situasi ini, pertanyaannya apakah BRI ke depannya bisa menjaga kinerja dari entitas anaknya sekaligus kualitas aset dari BRI secara bank only itu sendiri,” papar Lucky saat dihubungi TrenAsia.com belum lama ini.