PLTB Sidrap
Energi

Menanti Jawaban Konkret Cawapres Soal Transisi Energi pada Debat Pilpres Keempat

  • Realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih jauh dari target 23% pada 2025. Ini jadi peringatan serius bagi tiga kandidat yang bersaing di Pilpres 2024.
Energi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA - Gerakan Energi Terbarukan Indonesia, sebuah koalisi masyarakat sipil, menilai realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini masih jauh dari target 23% pada 2025. Data tersebut, tentu saja menjadi peringatan serius bagi tiga kandidat yang bersaing dalam Pemilihan Presiden (Pilpres 2024).

Untuk menjawab itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadirkan isu energi sebagai salah satu tema debat keempat Pilpres 2024 yang akan digelar pada Minggu, 21 Januari 2024. Para calon wakil presiden (cawapres) diharapkan fokus menawarkan strategi konkret terkait transisi energi.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hadi Priyanto menyatakan keterlambatan dalam mencapai target EBT oleh pemerintahan saat ini seharusnya dijadikan pembelajaran penting bagi pemerintahan selanjutnya. 

Menurut Hadi panggilan akrabnya keseriusan para kandidat terhadap transisi energi dan mempercepat pembangunan proyek energi terbarukan sebaiknya didukung oleh partisipasi publik, dengan tujuan untuk mencegah timbulnya konflik sosial.

“Kami berharap para kandidat punya konsep yang jelas pada proses demokratisasi energi dalam hal pelibatan masyarakat dan dorongan menyeluruh baik mekanisme insentif maupun dukungan riset dan pengembangan pada proses transisi energi. Hal ini menjadi penting agar konflik sosial dan agraria bisa dihindari dan memberi manfaat yang jauh lebih besar kepada masyarakat,” katanya dalam keterangan resmi yang diterim TrenAsia pada Jumat, 19 Januari 2024. 

Diketahui pada dokumen visi-misi, ketiga calon presiden menegaskan komitmen mereka untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan di Indonesia. Bahkan para kandidat juga berjanji untuk secara bertahap melakukan pensiun dini terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

Juru Kampanye 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengharapkan debat cawapres pada Minggu esok harus memfokuskan pada strategi yang lebih rinci supaya target Nationally Determined Contributions (NDC) maupun target 44% energi terbarukan di program Just Energy Transition Partnership (JETP) dapat tercapai. 

“Kandidat capres dan cawapres perlu secara jelas membuat langkah-langkah nyata untuk mengakselerasi capaian transisi energi ke sumber terbarukan agar target dalam Nationally Determined Contributions (NDC) maupun target 44% energi terbarukan di program Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia dapat tercapai dengan membuka partisipasi masyarakat, baik dalam perencanaan maupun pembangkitan, di antaranya memangkas hambatan seperti yang dilakukan oleh PLN,” jelasnya. 

Hambatan yang dimaksud terkait persyaratan pemasangan PLTS atap yang tidak sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM No 26/2021 tentang PLTS atap. Dia menjelaskan melalui memo internal, PT PLN (Persero) membatasi kapasitas PLTS atap hingga maksimal 15% dari daya terpasang. 

Padahal, lanjut Suriadi, ketentuan tersebut tidak diatur dalam Permen 26/2021. Menurutnya, pembatasan kapasitas PLTS atap disebabkan oleh kelebihan produksi listrik akibat beroperasinya banyak PLTU.

Kandidat Harus Berani

Sementara itu, Reka Maharwati, Koordinator EnterNusantara, berharap agar calon presiden dan calon wakil presiden mulai aktif membahas sejauh mana perencanaan transisi energi yang bersih dan berkeadilan. Pembahasan ini dapat dimulai dari pandangan kandidat mengenai pembatasan PLTS atap oleh PLN hingga konsep desentralisasi energi yang berbasis komunitas atau masyarakat.

“Dari debat nanti kami akan menilai sejauh mana keberpihakan para calon. Apakah mereka berpihak pada masyarakat atau sebaliknya, mengabaikan permasalahan lingkungan dan dampak yang ada di tapak, hingga melanggengkan investasi yang berpihak pada batu bara,” ujar Reka.  

Oleh sebab itu, Gerakan Energi Terbarukan Indonesia menilai dan mengkritisi pendekatan setengah hati dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Keberlanjutan dominasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dianggap sebagai faktor pembatas bagi energi terbarukan untuk masuk ke dalam jaringan listrik.

Agung Budiono, Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, menambahkan bahwa debat kandidat dalam pemilihan presiden menjadi platform penting yang dapat menjadi referensi publik untuk memahami program kerja dari calon presiden dan calon wakil presiden.

Dalam batas waktu yang terbatas, kandidat pasti akan memilih isu yang dianggap paling penting untuk disampaikan dan diperdebatkan di antara sesama kandidat. Oleh karena itu, menurutnya, menjadi penting bagi mereka untuk menunjukkan keberpihakan pada energi terbarukan ketika membahas tema yang terkait dengan sistem energi Indonesia.

“Kebijakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil secara konkret dinanti berbagai pihak. Visi dan kebijakan yang jelas menjadi penting untuk dinantikan oleh tiap pasang capres, para pegiat diisu ini menanti seberapa ambisius arah transisi energi di Indonesia,” tukasnya.