Mencla-Mencle Anies dalam Izin Reklamasi Teluk Jakarta
Saham PT Taman Impian Jaya Ancol Tbk. (PJAA) dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta dan Grup Ciputra.
Nasional
JAKARTA – Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin reklamasi seluas 155 hektare kepada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJAA) cukup mengagetkan publik.
Maklum, kebijakan yang tertuang dalam keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 237/2020 tertanggal 24 Februari 2020 itu tidak sejalan dengan beleid Anies yang membatalkan sejumlah proyek pulau reklamasi di Teluk Jakarta.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisaksi Yayat Supriatna mengatakan Pemprov DKI Jakarta harus menjelaskan dasar pertimbangan dilakukannya reklamasi di Ancol. Terutama, pertimbangan lingkungan apa yang mereka sudah lakukan untuk menjaga kawasan tersebut.
“Jadi harus mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, itu masuk semua di dalamnya. Sehingga, tidak ada implikasi kerugian yang terjadi akibat kebijakan tersebut,” kata Yayat kepada reporter TrenAsia.com, Jumat, 26 Juni 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Yayat juga mempertanyakan latarbelakang keluarnya izin reklamasi Ancol itu. “Apakah izin lingkungannya sudah keluar? Apakah dampak lingkungan yang ditimbulkannya sudah dikaji? Apakah sumber-sumber materialnya sudah didapat, dan dari mana? Itu mestinya dijelaskan oleh Pemprov DKI sebelum izin diterbitkan,” ujarnya.
Menurutnya pemberian izin harus menjadi ujung dari sebuah proses. “Apakah proses itu ditaati atau tidak? Kalau misalnya Pemprov DKI tegas dan keras ke pihak swasta dan pengembang, maka ke dalam internal dirinya harus juga tegas dan keras,” lanjut Yayat.
Inkonsistensi, Izin Bisa Digugat
Lebih jauh Yayat menegaskan komitmen Pemprov DKI terkait reklamasi Teluk Jakarta harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang selama ini menjadi pegangan dalam mengambil kebijakan soal urug laut ini.
“Jika di dalam prosedural izin ternyata ada inkonsistensi, makai izin itu harus digugat. Karena Ancol ini kebetulan milik Pemprov DKI, tentu komitmen lingkungannya harus kuat,” tegasnya.
VP Corporate Secretary PT Taman Impian Jaya Ancol Agung Praptono menjelaskan sesuai keputusan Gubernur, PJAA mendapatkan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi dan dan perluasan kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur.
Dia menjelaskan untuk Dunia Fantasi akan ada reklamasi lahan seluas 35 hektare. Sedangkan, untuk sisi timur seluas 120 hektare.
“Dengan perluasan kawasan rekreasi itu, tidak hanya menjadikan Ancol sebagai kebanggaan DKI Jakarta tetapi juga ikon Indonesia,” kata Agung belum lama ini.
Kongsi Pemprov DKI dan Ciputra
PJAA merupakan perusahaan hasil kongsi antara PT Pembangunan Jaya (18% saham) dan Pemprov DKI dengan penguasaan 72% saham. PT Pembangunan Jaya sendiri merupakan perusahaan properti yang didirikan oleh mendiang konglomerat Ciputra.
Kongsi antara Ciputra dan Pemprov DKI ini membuat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini kaya raya. Sampai kuartal I-2020, total aset PJAA mencapai Rp4,14 triliun.
Sayangnya, akibat pandemi COVID-19, kinerja PJAA lesu darah. Dalam tiga bulan pertama 2020, perseroan menderita rugi bersih Rp10,37 miliar. Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode sebelumnya laba bersih Rp10,11 miliar pada 2019.
Untuk memperkuat likuiditasnya, berdasarkan keterbukaan informasi kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 20 Mei lalu, PJAA mendapat suntikan kredit dari Bank DKI sebesar Rp300 miliar.
Kredit ini merupakan tambahan dari pinjaman sebelumnya pada 19 September 2019 sebesar Rp300 miliar. Sehingga kepada perusahaan afiliasi sesama milik Pemprov DKI, PJAA kini punya utang senilai Rp600 miliar. (SKO)